SALATIGA, KOMPAS.com - Dentuman musik keras terdengar dari sebuah rumah joglo yang ada di Jalan Kenanga, Kelurahan Randuacir, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga, Jawa Tengah. Di joglo tersebut, terlihat beberapa orang dengan tekun sedang bekerja.
Seorang di antaranya memerkenalkan diri dengan nama Bagong. Tampak tato mengiasi tubuh dan tangan Bagong, termasuk juga wajahnya.
"Kerja apa saja yang penting halal. Di sini malah kemampuan dan pengetahuan saya bertambah. Bisa belajar menjahit dan membuat kerajinan," kata Bagong, Sabtu (22/7/2023).
Bagong mengaku bersyukur dan merasa diterima di tempat kerjanya itu.
"Kalau seperti saya ini tentu susah bekerja di tempat-tempat lain, bersyukur saja masih bisa kerja di sini. Teman kerja satu frekuensi, jadi obrolannya nyambung. Apalagi kerjanya juga santai," ungkapnya.
Di depan Bagong, ada pemuda berambut gondrong dengan topi bertulis Negeri Ngeri, judul lagu dari band punk Marjinal, juga sedang mengerjakan hal serupa.
"Kalau saya bagian sortir, membersihkan lem atau jahitan yang tidak rapi," kata pemuda bernama Moncost itu.
Moncost mengaku pekerjaannya saat ini sangat bermanfaat dalam pelestarian lingkungan.
"Senang saja kerja disini, apalagi sesuai dengan jiwa saya untuk pelestarian lingkungan. Mengolah limbah menjadi benda bermanfaat sehingga mengurangi sampah di bumi ini," tutur Moncost.
Kedua pemuda punk tersebut bekerja di Sapu Upcycle yang dikelola Sindhu Prasastyo. Sapu Upcycle memiliki visi mendaur ulang barang-barang yang tak terpakai.
"Mereka teman atau lebih tepatnya mitra, kita sama-sama berdaya dan berkarya. Garapan teman-teman bagus dan teliti," kata lelaki yang biasa disapa Ayok tersebut.
Sejak 2010, komunitas Sapu Upcycle mengolah limbah menjadi barang bernilai ekonomis tinggi. Bahkan, produk SAPU Upcycle telah diekspor ke berbagai negara Eropa seperti Belgia, Prancis, Swiss, Jerman, dan Belanda. Ada juga sebagian yang dikirim ke Amerika Serikat.
Sebelum semua itu tercapai, Ayok mengatakan, Sapu Upcycle berawal dari Komunitas Tanam Untuk Kehidupan (TUK) yang berdiri 2006.
"Awalnya itu hanya mendaur ulang dari sampah plastik dan kemasan sasetan. Namun saat kita berkeliling melihat tumpukan ban truk di pinggir jalan, berpikir ini bisa dimanfaatkan," ungkapnya.
Dia mengaku fokus pada pengolahan ban dalam truk sejak 2010.
"Itu masih membuat aksesoris seperti gelang, kalung, dan anting. Lalu kita sering ikut pameran di Yogya dan Bali, dan bertemu dengan buyer (pembeli) dari Eropa," kata Ayok.
Mulai 2012, SAPU Upcycle mulai rutin mengirim barang kerajinan dari ban dalam ke berbagai negara Eropa.
"Paling diminati itu dompet dan tas, pangsanya bagus, kita rutin mengirim ke Eropa. Kalau untuk harga, dompet kisaran Rp 150.000 hingga Rp 350.000. Sementara tas Rp 350.000 hingga Rp 1 juta, tergantung bentuk dan motif," jelasnya.
Selain menggunakan ban dalam bekas, produk SAPU Upcycle juga memanfaatkan kain tenda, yang juga bekas.
"Itu kami manfaatkan juga untuk dipadupadankan dengan ban dalam sehingga karakternya semakin bagus," kata Ayok.
Ayok juga memproduksi talenan dan tatakan gelas atau coaster.
"Istilahnya kami memanfaatkan sisa produksi dari mebel-mebel, lalu perca kayu itu dirangkai. Ini juga dipesan oleh pasar Eropa," paparnya.
Ayok mengatakan, tantangan terberat dalam menjalankan SAPU Upcycle adalah saat pandemi Covid-19. Hal ini karena tak bisa mengirim barang ke Eropa. Sementara pasar di dalam negeri juga berhenti.
"Saat itu kami ada 14 pekerja, dan sempat tinggal dua pekerja. Namun sekarang keadaan mulai membaik meski produksi belum bisa pulih sepenuhnya," kata Ayok.
Dia mengatakan sebelum pandemi Covid-19 bisa memproduksi 1.000 barang. Namun setelah pandemi jumlah tersebut menurun.
"Sebelum pandemi setidaknya produksi bisa menghasilkan 1.000 pcs, tapi sekarang baru kisaran 400 sampai 500 pcs. Pesanan dari Eropa juga sudah mulai masuk lagi, dan pekerja juga sudah mulai bertambah," tuturnya.
Ayok mengaku berencana memanfaatkan limbah jok pesawat untuk dipadukan dengan ban dalam. Rencananya barang tersebut akan dibuat sepatu.
"Ini konsepnya sedang kita susun dengan jaringan dari Bandung," kata dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya