Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Najla dan Pesantren As’ad, Gratiskan Pendidikan untuk Para Santri

Kompas.com - 09/09/2023, 06:00 WIB
Suwandi,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

JAMBI,KOMPAS.com – Najla Hidayah, generasi keempat penerus Pondok Pesantren As’ad di Jambi, bertekad untuk meningkatkan kualitas para santri.

Lewat Pesantren As’ad yang didirikan buyutnya, Kyai Abdul Qadir Ibrahim, pendidikan di ponpes ini digratiskan untuk tingkat dasar dan perguruan tinggi.

Baca juga: Kisah Wahyu, Alumnus Unair Lulus Tanpa Skripsi

Sementara untuk Tsanawiyah dan Aliyah belum sepenuhnya gratis. Namun, Najla bertekad suatu saat akan menggratiskan pendidikan di tingkatan tersebut. 

Baca juga: Kisah Achmad Budi Santoso, ASN Disabilitas Berkaki Satu yang Rajin Bersepeda dan Naik KRL

“Biaya harus gratis atau paling tidak murah dan terjangkau. Ini memang amanat dari pendiri pesantren, buyut saya,” kata Najla saat ditemui Kompas.com di Ponpes As'ad, Kamis (7/9/2023).

"Harapan memang semua santri akan gratis biaya pendidikan, tetapi kemampuan pendanaan masih terbatas,” kata perempuan berusia 32 tahun ini.

Untuk menjalankan amanat buyutnya, Najla membangun dan mengembangkan bisnis milik ponpes.

Ada enam unit bisnis yan melibatkan santri, alumni, dan masyarakat sekitar pondok. Laba bersih dari bisnis ini mencapai Rp130 juta/bulan.

Cukup untuk membiayai ponpes serta mensubsidi biaya pendidikan untuk sekolah dasar dan perguruan tinggi.

“Jangan sampai ada santri yang ingin ngaji, tapi terkendala biaya. Maka kita akan bantu agar tetap bisa belajar, tapi bantuan ini memang sesuai kemampuan kami,” kata Najla.

Meski biaya pendidikan gratis, kualitas tenaga pekerja tentu saja tetap diutamakan.

Ciptakan lapangan kerja

Ada enam unit bisnis yang dimiliki Ponpes As'ad, yaitu mini market, penatu atau laundry, barbershop, katering, Malabisi (penjualan baju) atau konveksi, dan produksi air minum kemasan.

Usaha ini baru dimulai ketika pandemi Covid-19 pada 2020 lalu.

Tantangan dalam membangun bisnis, kata perempuan alumni Universitas Jambi ini, adalah masih mengandalkan santri.

Sehingga pihaknya harus terus meningkatkan kualitas dan promosi agar menjangkau ceruk pasar masyarakat umum.

Hampir semua lini usaha melibatkan santri. Ini karena pihak pesantren ingin meningkatkan kapasitas jebolan pondok.

Jadi tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi dapat produktif berwirausaha.

Dengan demikian, santri dapat bertahan dalam setiap perubahan zaman.

Dia mencontohkan kini santri sudah banyak yang memiliki keterampilan mencukur rambut ala barbershop.

Memang awalnya mereka belum menguasai keterampilan itu. Pesantren kemudian memberikan fasilitas pendidikan sampai mereka menguasai ilmunya.

Dengan adanya pelajaran kewirausahaan tersebut, menyebabkan minat mondok di Pesantren As’ad setiap tahun meningkat.

Namun, pengurus ponpes harus membatasi kuota penerimaan santri baru lantaran terbatasnya fasilitas asrama.

Hingga kini total santri berjumlah 1.800 orang yang berasal dari Jambi, Sumbar, Riau, Sumsel, Batam, dan dari luar Pulau Sumatera.

"Kita memang batasi kuota santri yang masuk setiap tahun sekitar 450 orang. Fasilitas asrama kita daya tampungnya terbatas dan kita tidak mau ada santri yang tinggal di luar pesantren,” kata Najla.

Berpikir perubahan

Kyai Abdul Qadir Ibrahim, buyut Najla, memang pelopor perubahan. Sekitar 70 tahun lalu, perempuan masih tabu untuk keluyuran keluar rumah. Umumnya perempuan belajar di rumah.

Hingga akhirnya Abdul Qadir mendirikan pesantren yang menerima santriwati.

Pada awalnya ponpes ini ditentang banyak ulama di Kota Jambi Seberang. Namun, Abdul Qadir tetapi keukeh dengan keyakinan bahwa perempuan di masa depan membutuhkan ruang untuk pendidikan yang lebih luas daripada hanya berdiam diri di rumah.

Berkat kegigihan Abdul Qadir, beberapa lembaga pesantren lain akhirnya mulai menerima santriwati.

Berkaca dari buyutnya, Najla pun melakukan transformasi dengan membuka bisnis di pesantren.

Untuk di Jambi belum banyak pesantren yang melakukannya. Harapannya, santri tidak hanya pintar soal agama, tetapi mahir di dunia usaha.

Aplikasikan ilmu di bangku kuliah

Setelah mondok di Ponpes As'ad, Najla melanjutkan kuliah di Universitas Jambi jurusan Ekonomi Manajemen tahun 2010 hingga 2015.

Setelah lulus, dia melanjutkan ke pascasarjana Ekonomi Syariah di kampus Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saefuddin Jambi pada 2017-2019.

Setelah itu Najla kembali ke Ponpes As'afd untuk mengaplikasikan ilmu yang dia dapat dengan membuka sejumlah bisnis.

Setelah berhasil membangun bisnis di pesantrennya, Najla menghimpun pesantren lain untuk berkolaborasi dan memulai mengembangkan usaha di lingkungan pesantren.

Najla kemudian didapuk sebagai Ketua Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (Hebitren) Provinsi Jambi yang didukung Bank Indonesia (BI).

Berikan pinjaman modal

Wirausaha pesantren memang tidak mudah dan banyak hambatan.

Makanya, Najla membuka akses permodalan sejak 2018 melalui lembaga keuangan mikro syariah, yaitu Bank Wakaf Mikro (BWM) As’ad.

Banyak pelaku usaha mendapatkan pinjaman tanpa bunga senilai Rp 1 juta-5 juta. Pinjaman yang sudah digelontorkan mencapai Rp 300 juta.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com