JAKARTA, KOMPAS.com - Tak ada yang menyangka, status penjaga ketahanan pangan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang disandang Maria Loreta (54) bermula dari sepiring sorgum dari tetangga.
Maria Loreta, akrab disapa Mama Sorgum, adalah salah satu pemenang Generasi Bangkit Kompas.com.
Ia menjadi pemenang Generasi Bangkit kategori pejuang bumi dengan perolehan voting sebanyak 2.911.
"Waktu itu, 2007, diberi tetangga sepiring sorgum yang di atasnya ada parutan kelapa. Saya rasa, enak banget. Dari situ, saya terpanggil bagaimana menyelamatkan plasma nutfah (biji atau benih)," kata dia dalam acara Selebrasi Generasi Bangkit, Sabtu (28/10/2023).
Baca juga: Pejuang Literasi di Papua dan Mama Sorgum dari NTT, Inilah Pemenang Generasi Bangkit Kompas.com
Saat itu, Maria Loreta berpikir bahwa dari sisi karbohidrat, masyarakat Indonesia tidak hanya memiliki beras padi.
Sebab, Nusantara memiliki banyak keanekaragaman hayati tanaman pangan, terutama pangan lokal, yang sesuai dengan kondisi alam dan habitatnya.
Salah satunya adalah sorgum yang bisa tumbuh dan berkembang di tanah NTT.
Setelah merasakan nikmatnya sepiring sorgum, Maria Loreta ingin menanamnya sendiri di kebunnya.
"Kemudian setelahnya, saya inisiatif berburu benih. Lalu, mendapatkan benih itu dan kemudian mengajak teman-teman petani untuk tanam (sorgum)," ucap dia.
Perempuan berdarah Dayak ini melakukan perjalanan yang cukup panjang dalam upayanya membangun kesadaran masyarakat NTT untuk memproduksi dan mengonsumsi sorgum.
Sebab, pencarian benih sorgum sendiri tidak langsung berhasil pada tahun 2007.
Maria Loreta terus melakukan pencarian selama tiga tahun, sampai akhirnya menemukan benih itu pada tahun 2010.
"Cukup lama. Dan ternyata, benih sorgum ini ada dan hidup di NTT dengan macam-macam nama daerah," ungkap dia.
Di Kabupaten Flores Timur, misalnya, sorgum lebih dikenal dengan nama wata blolong atau wata solor.
Baca juga: Meski Batang Sorgum Bisa Hasilkan Gula dan Kecap, Peminatnya Masih Minim
Di Manggarai, namanya adalah mesak atau pesi. Sementara di Ende, sorgum lebih dikenal sebagai lolo.
"Artinya, di NTT ini (sorgum) sangat dikenal. Tapi, orang lupa karena program berasnisasi di masa lampau," Maria Loreta berujar.
Dengan kegigihannya, perempuan asal Ketapang, Kalimantan Barat, itu berhasil mengumpulkan 15 kilogram bibit sorgum.
Ia langsung menanamnya di lahan yang telah disiapkan, dengan keyakinan bahwa ke depan sorgum akan menjadi makanan alternatif yang diminati banyak orang.
Maria Loreta menambahkan, sejak saat itu, gerakannya semakin masif karena bergabung dengan Yaspensel Keuskupan Larantuka. Sebab, ia mendapat banyak dukungan.
"Artinya, saya tidak bekerja sendiri. Teman-teman wartawan juga mendukung, memberitakan apa yang kami buat. Kemudian ada dukungan dari NGO (non-governmental organization) seperti KEHATI," kata dia.
Sebagai informasi, Generasi Bangkit adalah program inisiatif Kompas.com untuk mendukung individu yang berperan sebagai agen perubahan dalam memperbaiki kondisi sosial dan lingkungan di Indonesia.
Program ini bertujuan untuk mengangkat dan memberikan dukungan kepada mereka, agar gerakan baik yang mereka lakukan dapat memengaruhi banyak orang.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya