Atasi Masalah Sampah Plastik, PGN Gelar Edukasi Urban Farming untuk Warga Gunungpati Semarang

Kompas.com - 2 Januari 2025, 10:58 WIB
Yogarta Awawa Prabaning Arka,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sampah plastik masih menjadi persoalan serius yang dihadapi berbagai negara, termasuk Indonesia. Indonesia sendiri berada di peringkat ke-5 sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia. Posisi ini turun dari peringkat ke-2 pada 2018.

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), timbulan sampah di Indonesia mencapai 69,9 juta ton pada 2023. Dari jumlah tersebut, sampah plastik berkontribusi sebanyak 18,71 persen.

Lalu, sebanyak 87 persen dari 3,8 juta ton sampah plastik tahun mengambang di laut setiap tahun. Artinya, setiap orang di Indonesia bertanggung jawab terhadap 17,2 kg sampah plastik yang terbawa ke laut dan bisa meracuni satwa laut.

Adapun saat ini, secara global, diperkirakan 10 juta ton plastik terbawa ke laut setiap tahun.

Untuk membantu mengatasi masalah sampah Plastik, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk melakukan edukasi program Urban Farming di Kampung Nglarang, Kecamatan Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Jumat (20/12/2024).

Baca juga: Dukung Ketahanan Pangan, PGN Berikan 1.000 Tanaman Buah untuk Masyarakat

Edukasi tersebut diisi oleh Editor in Chief National Geographic Didi Kaspi Kasim. Kepada warga, Didi mengatakan, sampah plastik dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan karena sulit terurai. Ia mencontohkan, sampah styrofoam baru bisa terurai setelah 50 tahun.

Padahal, material tersebut mengandung racun atau bahan berbahaya yang dapat merusak ekosistem laut, seperti mengurangi populasi ikan serta merusak koral atau karang di lautan.

Pemerintah, lanjutnya, saat ini kewalahan dalam mengatasi masalah sampah, baik dari sisi infrastruktur maupun waste management system. Menurutnya, pemerintah akan sulit mencapai target jika masyarakat masih membuang sampah sembarangan.

Terlebih, jumlah penduduk Indonesia mencapai 282 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, jumlah sampah yang dihasilkan mencapai 175.000 ton per hari.

“Saat meliput di Gorontalo, saya pernah mendapati ikan hiu paus mati di pasir karena menelan sampah rumah tangga, jaring nelayan, dan tali rafia. Masalah di laut itu banyak karena laut kita banyak sampah,” kata Didi.

Selain sampah plastik, Didi menilai, masalah lain yang harus menjadi perhatian adalah sampah makanan. Pasalnya, sampah makanan berkontribusi 41,60 persen terhadap total sampah di Indonesia.

Baca juga: Gelar Edukasi dan Bagikan Bibit Tanaman Produktif, Begini Wujud Komitmen PGN dalam Menjaga Ketahanan Pangan dan Lingkungan di Gunungpati Semarang

Menurut laporan United Nations Environment Programme (UNEP) berjudul Food Waste Index 2021, total sampah makanan di Indonesia mencapai 20,93 juta ton per tahun. Jumlah ini membuat Indonesia menempati posisi empat terbesar penyumbang sampah makanan setelah China, India, dan Nigeria.

Berdasarkan analisi dan ilustrasi Kompas dengan data SIPSN 2021, gunungan sampah makanan di Indonesia bahkan lebih tinggi dari Tugu Monas.

“Padahal, banyak orang-orang masih kesulitan mengakses makanan. Jika dikelola dengan baik, kita bisa ngasih makan lebih dari 3 miliar orang dari sisa makanan yang terbuang,” ujarnya.

Urban farming

Didi melanjutkan, salah satu cara untuk mengurangi dampak sampah makanan dan plastik adalah urban farming.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau