Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Perusahaan AI Seolah Berubah Menjadi Perusahaan Energi?

Kompas.com, 19 Maret 2025, 20:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Permintaan akan pusat data telah melonjak dengan tumbuhnya industri kecerdasan buatan (AI).

Namun, pertumbuhan itu juga berarti mendorong peningkatan jumlah daya yang besar untuk mendukung teknologi tersebut.

Sebagai informasi, pusat data memakan energi yang sangat besar.

Melansir New York Times, Senin (17/3/2025), fondasi pusat data disebut GPU yang merupakan unit pemrosesan grafis.

Berhubung GPU menjalankan begitu banyak kalkulasi sekaligus, bagian tersebut menggunakan lebih banyak daya atau sekitar empat kali lebih banyak daripada chip tradisional.

Tak heran, laporan dari Badan Energi Internasional menunjukkan konsumsi energi industri AI diperkirakan akan tumbuh setidaknya sepuluh kali lipat antara tahun 2023 dan 2026.

Baca juga: Penyalahgunaan AI Berisiko Perparah Kesenjangan Gender

Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat memperkirakan pertumbuhan teknologi AI mendorong peningkatan jumlah daya yang digunakan pusat data di negara tersebut hingga tiga kali lipat pada 2028.

Konsumsi energi yang tinggi ini pun menjadi permasalahan tersendiri.

Bukan hanya soal bagaimana memenuhi kebutuhan daya untuk operasional, melainkan juga adanya kekhawatiran peningkatan konsumsi energi ini akan membuat perusahaan bergantung ada bahan bakar fosil.

Jadi, apa yang dilakukan perusahaan-perusahaan teknologi untuk mengatasi permintaan daya tersebut?

Jawabannya, perusahaan-perusahaan AI ini pun bertransformasi menjadi perusahaan energi.

Contohnya, yang terjadi pada perusahaan rintisan asal Amerika Serikat yang bergerak di bidang kecerdasan buatan.

Perusahaan yang didirikan oleh Elon Musk tersebut membangun turbin gas tepat di pusat data mereka dan memanfaatkan pembangkit listrik tenaga gas yang sudah ada di jaringan.

Itu hal termudah dan termurah yang bisa dilakukan.

Selain itu, perusahaan teknologi besar seperti Microsoft, Amazon, Meta dan Google mengatakan komitmennya untuk beralih menggunakan energi bersih seperti energi nuklir.

Salah satu alasannya adalah tenaga nuklir bisa beroperasi sepanjang waktu tidak seperti tenaga surya atau angin.

Baca juga: Indonesia Berkomitmen Bangun Tata Kelola AI Inklusif

"Kami merasa nuklir dapat memainkan peran penting dalam membantu memenuhi permintaan kami, dan membantu memenuhi permintaan kami dengan bersih, dengan cara yang lebih berkelanjutan," kata Michael Terrell, direktur senior energi dan iklim di Google, dikutip dari CNBC.

Microsoft menandatangani kesepakatan dengan perusahaan energi AS Constellation untuk menghidupkan kembali reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir Three Mile Island di Pennsylvania yang sudah tidak beroperasi.

Sementara itu, Amazon juga turut menggelontorkan kesepakatan senilai 500 juta dollar AS dengan Dominion Energy untuk mengeksplorasi pengembangan reaktor nuklir modular kecil di dekat pembangkit listrik tenaga nuklir North Anna milik perusahaan utilitas itu.

Permintaan energi yang besar juga membuat para perusahaan teknologi ini mencoba alternatif lain untuk meningkatkan daya, termasuk reaktor nuklir yang lebih kecil dan lebih mudah dibangun, pabrik fusi nuklir, serta penggunaan baterai.

Baca juga: Penyalahgunaan AI Berisiko Perparah Kesenjangan Gender

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau