KOMPAS.com - Studi organisasi kesehatan dunia (WHO) di Indonesia menyebutkan salah satu penyebab masalah stunting di Indonesia adalah tingginya angka pernikahan dini. Semakin gawat saat pola pikir masyarakat menganggap menganggap pernikahan dini sebagai hal biasa.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pernikahan dini di Indonesia meningkat dari tahun 2017 yang hanya 14,18 persen menjadi 15,66 persen pada 2018.
Ada banyak faktor yang mendasari pernikahan dini, mulai dari adat, ekonomi, hingga kehamilan yang tak diinginkan.
Pernikahan dini menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, adalah pernikahan di bawah usia 19 tahun.
Baca juga: Pernikahan Dini Diprediksi Meningkat Setelah Pandemi
Pernikahan dini bisa berdampuk buruk, utamanya bagi kesehatan. Fakta lain yang dihadapi Indonesia, sebesar 43,5 persen kasus stunting di Indonesia terjadi pada anak berumur di bawah tiga tahun (batita) dengan usia ibu 14-15 tahun. Sementara 22,4 persen dengan rentang usia 16-17 tahun.
Lantas, apa hubungan antara stunting dengan pernikahan dini? Saat melakukan sebuah pernikahan, perempuan yang masih berusia remaja secara psikologis belumlah matang.
Mereka bisa jadi belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar.
Hubungan lainnya, para remaja masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun. Nah, jika mereka sudah menikah pada usia remaja tahun, misalnya 15 atau 16 tahun, maka tubuh ibu akan berebut gizi dengan bayi yang dikandungnya.
Baca juga: Nikah di Usia Remaja, Awas Risiko Anak Stunting
Jika nutrisi si ibu tidak mencukupi selama kehamilan, bayi akan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan sangat berisiko terkena stunting.
Pada wanita hamil di bawah usia 18 tahun, organ reproduksinya belum matang. Organ rahim, misalnya, belum terbentuk sempurna sehingga berisiko tinggi mengganggu perkembangan janin dan bisa menyebabkan keguguran.
Saat ini, pemerintah terus melakukan berbagai upaya penanggulangan maupun pencegahan pernikahan dini atau pernikahan di usia belia melalui Kementerian Kesehatan sebagai garda terdepan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk sosialisasi dampak pernikahan dini, termasuk stunting.
Pada dasarnya tidak ada patokan khusus usia terbaik kehamilan.
Namun, seorang wanita mulai memasuki usia produktif pada usia 21 tahun. Jika dipantau dari segi biologis, pada usia 21-35 tahun, perempuan memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Sudah begitu, sel telur yang diproduksi sangat berlimpah.
Baca juga: Remaja Perlu Dilibatkan dalam Pencegahan Stunting
Risiko gangguan kehamilan, seperti pembukaan jalan lahir yang lambat hingga risiko bayi cacat pada wanita usia 21-35 tahun juga sangatlah kecil.
Jadi, kalau umur generasi bersih dan sehat (Genbest) memang masih belum 19 tahun, sebaiknya tunda dulu keinginan untuk menikah, ya.
Kan sudah ada hukumnya juga, kalau usia laki-laki dan perempuan harus minimal 19 tahun untuk menikah.
Mulai sekarang, Genbest bisa mencari informasi lainnya mengenai seputar kesehatan bayi, remaja putri, ibu hamil, dan hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan stunting lewat laman https://genbest.id/. Yuk sadar stunting dimulai dari diri sendiri.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya