Stunting, Apa Hubungannya dengan Kecerdasan Anak?

Kompas.com - 23 Agustus 2021, 15:43 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

KOMPAS.com - Stunting merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian pemerintah saat ini. Kondisi ini dianggap serius karena penderita stunting, tak hanya mengalami gagal tumbuh, tetapi juga terpengaruh kecerdasannya.

Hal itu menyebabkan anak-ank stunting punya daya tahan tubuh yang buruk sekaligus IQ yang rendah.

Perlu diketahui, stunting umumnya terjadi pada masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yakni mulai dari masa anak dalam kandungan hingga berusia dua tahun. Kekurangan gizi dalam jangka waktu lama inilah yang akhirnya mengganggu kecerdasan penderitanya.

Seperti Generasi bersih dan sehat (Genbest) ketahui, anak yang sedang berada pada masa emas pertumbuhan memiliki otak yang dapat berkembang pesat.

Baca juga: Pentingnya Stimulasi dan Nutrisi dalam Masa Tumbuh Kembang Anak

Berbeda dengan anak yang stunting. Mereka mengalami kekurangan gizi pada masa ini dan membuat asupan energi yang dibutuhkan untuk perkembangan otak tidak cukup sehingga berpengaruh pada kecerdasan penderitanya.

Menurut penelitian Dr dr Damayanti Rusli Sjarif, SpAK, anak yang mengalami gizi buruk di bawah usia satu tahun, 25 persen dari mereka berisiko memiliki tingkat kecerdasan di bawah 70, dan 40 persen lainnya berisiko memiliki IQ antara 71-90.

Dengan tingkat IQ tersebut, kemampuan akademis anak akan terganggu. Ketidakmampuan pada otak ini, lanjur dr Damayanti, disebabkan pola makan yang salah, yakni tidak mengandung lemak, karbohidrat dan protein hewani.

Pencegahan stunting untuk meningkatkan IQ anak

Lalu, bagaimana cara untuk mencegah anak stunting memiliki IQ yang rendah? Sayangnya, sulit sekali memperbaiki dampak anak yang sudah menderita stunting.

Baca juga: Berbagai Indikator Pertumbuhan Anak pada Usia 1-2 Tahun

Begitu juga untuk meningkatkan IQ-nya. Maka, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah mencegah kejadian stunting dengan memastikan terpenuhinya kebutuhan nutrisi anak.

Dokter Damayanti juga mengingatkan orangtua untuk mencukupi nutrisi anak hingga usia dua tahun karena dampak yang irreversible atau tidak bisa diubah lagi.

Penjelasan lebih lanjut dikatakan oleh konsultan nutrisi dan penyakit metabolik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tersebut, Ia menjelaskan, nutrisi otak anak yang dibutuhkan hingga usia dua tahun adalah lemak, karbohidrat dan protein hewani.

Baca juga: Mengapa Anak Stunting Memiliki IQ Rendah?

Protein hewani, lanjutnya, mengandung asam amino esensial yang lengkap, lebih efektif dicerna dalam tubuh, dan berperan mencegah hambatan pertumbuhan.

Menurut pakar penyakit nutrisi dan metabolik anak ini, dari beragam protein hewani seperti telur, ikan, susu, ayam, dan daging, protein yang memiliki efek paling bagus untuk otak dan tinggi badan adalah susu. Sayangnya, konsumsi susu di Indonesia masih rendah.

Selain pemenuhan gizi anak, langkah pencegahan stunting lainnya adalah dengan melakukan pemantauan tumbuh kembang anak pada fasilitas kesehatan yang dilakukan secara berkala.

Pemantauan tersebut dapat membantu orangtua mengetahui status gizi anak dari pengukuran tinggi badan, berat badan, dan ukuran lingkar kepala yang rutin dilakukan.

Dari situ, anak yang berpotensi terkena gizi buruk dapat dideteksi dini, sehingga lebih mungkin untuk diatasi dan tidak merembet hingga ke masalah stunting dan penurunan IQ saat ia dewasa.

Itulah informasi seputar stunting pada anak. Artikel terkait hal ini dapat Genbest cari lewat genbest.id.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau