Catat, Ini Penyebab Tubuh Anak Lebih Pendek Dibandingkan Teman Seusianya

Kompas.com - 29 November 2021, 18:15 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

KOMPAS.com - Wajar bila isu stunting membuat Generasi bersih dan sehat (Genbest) jadi waspada pada pertumbuhan tinggi si kecil dan merasa cemas ketika perawakan anak tampak pendek.

Namun ingat, tidak semua anak pendek adalah penderita stunting. Jangan lupa, faktor genetik memegang peran dalam tinggi badan anak. Jadi kalau orangtuanya pendek, ada kemungkinan si kecil juga bertubuh pendek.

Bila laju pertumbuhan si kecil normal dan ia tampak sehat walaupun tubuhnya pendek, umumnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Baca juga: Begini Cara Memantau Tinggi Badan Anak

Perawakan pendek yang perlu dicurigai sebagai masalah kesehatan yang serius adalah ketika seorang anak memiliki tinggi badan jauh di bawah rata-rata usia dan jenis kelamin anak tersebut.

Hal yang perlu dikhawatirkan adalah ketika kurva pertumbuhan dan titik pertemuan usia serta tinggi badan berada di bawah garis merah (-2) sehingga anak dikategorikan stunting dan jika berada di garis hitam (-3), anak mengalami severe stunting.

Lalu apa penyebab tubuh anak jauh lebih pendek dibandingkan teman seusianya? Berikut ulasannya.

1. Anak lahir dengan berat badan rendah

Anak-anak yang lahir masuk kategori berat badan lahir rendah (BBLR) atau di bawah 2,5 kilogram biasanya memiliki laju pertumbuhan tiggi badan lebih lambat dibandingkan dengan anak-anak yang dilahirkan dengan berat badan yang normal.

Salah satu dampaknya, tinggi badan anak menjadi lebih pendek dari teman-temannya atau bahkan dapat mengalami stunting.

2. Asupan nutrisi tidak terpenuhi

Tubuh pendek seorang anak juga dapat disebabkan kurangnya nutrisi. Biasanya, ini terkait rendahnya kesadaran akan pola makan yang bergizi seimbang sehingga makanan anak terlalu banyak karbohidrat (nasi) dan sedikit protein serta sayuran. Untuk mencegah kondisi ini, Genbest bisa menggunakan metode Isi Piringku.

Baca juga: 5 Cara Mencegah Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah

3. Tidak diberi ASI

Air susu ibu (ASI) kaya akan nutrisi termasuk protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, karena itulah anak-anak yang tidak beri ASI memiliki risiko berperawakan pendek.

4. Sering sakit

Anak yang sering sakit-sakitan umumnya memiliki tubuh lebih pendek dari teman sebaya. Hal ini terjadi karena energinya yang seharusnya untuk tumbuh, digunakan untuk proses pemulihan dari sakit.

5. Tidak imunisasi

Ketika anak tidak mendapat imunisasi, kekebalan tubuhnya menjadi lemah sehingga sering sakit. Kondisi ini yang membuat pertumbuhannya tak optimal.

6. Kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat

Kurangnya kesadaran akan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada anak, seperti tidak rajin cuci tangan, dapat mengakibatkan anak sering terkena diare. Penyakit diare yang terus menerus akan menyebabkan kekurangan gizi dan membuat tubuhnya menjadi pendek.

Baca juga: Lakukan Kebiasaan Ini agar Tinggi Badan Anak Optimal

Bila Genbest memiliki kekhawatiran terkait tubuh anak yang tampak pendek, Genbest bisa segera mengonsultasikannya pada dokter. Umumnya, bila si kecil masih di bawah usia 2 tahun atau masih dalam masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), pertumbuhan si kecil yang terhambat masih bisa diperbaiki.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau