Anak Lakukan GTM Saat MPASI, Waspada Anemia Defisiensi Besi

Kompas.com - 27/05/2022, 10:42 WIB
Siti Sahana Aqesya,
Hotria Mariana

Tim Redaksi

KOMPAS.comAnak usia enam bulan sudah mulai membutuhkan nutrisi lebih banyak untuk tumbuh kembangnya. Karena itu, makanan pendamping ASI (MPASI) perlu diberikan selain air susu ibu (ASI).

Namun, kenyataannya, saat memasuki fase MPASI, anak justru enggan makan dan melakukan gerakan tutup mulut (GTM). Hal ini membuat orangtua resah. 

Padahal, jika fase MPASI tidak segera dimulai, anak tidak mendapat asupan nutrisi yang cukup. Pada kondisi terburuk, hal ini bisa berujung pada stunting.

Terkadang, orangtua tidak menyadari bahwa GTM terjadi karena anak mengalami anemia defisiensi besi (ADB).

Baca juga: MPASI Terlalu Cepat Bisa Picu Risiko Stunting

Mengenal gejala ADB

ADB merupakan gejala anemia yang terjadi karena tubuh kekurangan asupan zat besi. Pada bayi, ADB biasanya terjadi saat usia enam hingga 12 bulan yang hanya diberikan ASI tanpa mulai MPASI. Padahal, kebutuhan nutrisinya tidak bisa tercukupi hanya dengan ASI.

Meski begitu, ADB juga bisa terjadi pada bayi yang sudah mendapatkan MPASI. Hanya saja, asupan zat besinya kurang. Adapun sumber nutrisi bisa ditemukan pada daging dan hati ayam.

Apabila makanan kaya zat besi sudah diberikan, tapi anak tetap mengalami ADB, hal ini juga bisa disebabkan oleh kurangnya frekuensi pemberian makanan berzat besi.

Baca juga: Ultra Processed Food Sebaiknya Dihindari untuk MPASI

Konsultasikan ke dokter

Salah satu dampak yang timbul ketika anak mengalami ADB adalah penurunan nafsu makan. Padahal, untuk dapat memenuhi asupan nutrisi dan menanggulangi ADB, anak harus makan makanan kaya zat besi. Untuk mencegah hal ini, orangtua harus mengambil tindakan.

Apabila anak sering melakukan GTM dan berat badannya cenderung stagnan, segera konsultasikan dokter spesialis anak. Dokter akan melakukan tindakan skrining ADB jika hasil pemeriksaan cenderung ke arah anemia.

Bila terbukti anak mengalami ADB, dokter akan meresepkan suplemen zat besi. Suplemen ini dapat berbentuk tablet atau sirup dan dapat membantu mengembalikan kadar zat besi anak menjadi normal. Efek samping yang ditimbulkan dapat berupa perubahan warna feses anak, hingga konstipasi.

Baca juga: Dos and Donts Memberikan MPASI pada Bayi

Namun, orangtua tidak perlu khawatir. Dokter akan menjelaskan efek samping tersebut dan terus mendampingi pengobatan si kecil.

Selain mengonsumsi suplemen, pola makan anak juga harus diubah. Generasi Bersih dan Sehat (GenBest) sebagai orangtua dapat menambahkan makanan kaya zat besi pada MPASI anak.

Sebut saja, sereal kaya zat besi, kacang-kacangan, kuning telur, serta sayuran berwarna hijau tua, seperti bayam dan kangkung. Lalu, daging, seperti ayam, sapi, dan ikan, juga bisa ditambahkan.

Setelah pola makan anak kembali normal, sebaiknya GenBest tetap lakukan skrining ADB untuk si kecil setiap enam bulan hingga setahun sekali sebagai tindakan pencegahan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau