Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Terjal Iwan Winarto Membangun Kampung Wisata Pengudang Bintan

Kompas.com - 3 Oktober 2023, 20:55 WIB
Elhadif Putra,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

Dengan konsep ekowisata, Desa Pengudang kini memiliki sejumlah destinasi.

Pengunjung dapat menikmati tur kampung, tur manggrove menggunakan kapal, tur kunang-kunang, kuliner, produk UMKM, tur rumah sampah, dan tur pertanian.

Bukan hanya sebatas berkunjung, wisatawan yang berasal dari dalam dan luar negeri juga dapat langsung ikut dalam berbagai kegiatan masyarakat.

Wisatawan juga dapat melakukan penyelaman atau snorkeling. Selain menikmati terumbu karang, di laut Bintan juga terdapat bangkai kapal zaman lampau dengan berbagai gerabah antik.

Pengunjung dapat menikmati seluruh wisata tersebut dengan tarif yang tidak mencekik kantong.

Sementara masyarakat Desa Pengudang juga mendapatkan penghasilan tambahan usai Desa Pengudang menjadi desa wisata.

Meningkatkan sumber daya manusia

Pada tahun 2009, Iwan juga memulai pelatihan bahasa Inggris bagi anak-anak Desa Pengudang.

Pelatihan dilakukan bekerja sama dengan Yayasan Peduli Kepulauan Indonesia

Hal ini dilakukan karena Iwan merasa masyarakat desa sulit untuk bersaing, termasuk untuk bekerja di kawasan wisata Lagoi.

"Jadi inisiasi NGO dari luar ngadain pembelajaran bahasa inggris untuk anak-anak desa dari tahun 2009," kata Iwan.

"Sekarang kita sudah bisa pekerjakan orang lokal di yayasan itu. Jadi local champion. Kalau boleh sombong, ada kepuasan batin," ungkap dia.

Tahun 2013, atau empat tahun setelah dimulainya pelatihan, beberapa anak Desa Pengudang bekerja di yayasan tersebut dengan gaji yang lumayan tinggi.

Rehabilitasi mangrove

Pada 2016, Iwan mulai merehabilitasi mangrove. Saat itu Iwan bekerja sendirian.

Dimulai dari mengumpulkan buah bakau, membibitkannya di polybag, kemudian menanamnya di pesisir laut.

Iwan tidak memiliki pendidikan formal ataupun basic di dunia pertanian, termasuk bakau.

Hanya saja sejak kecil, keluarganya telah menanamkan pemikiran untuk selalu menjaga lingkungan.

"Waktu di kampung, orangtua suka ngajarin nanam-nanam. Saya juga pegang kata Mbah saya, 'merawat dan menjaga tanaman itu sama juga dengan menjaga dirimu'. Kemudian di sekolah saya ikut pramuka. Di Lagoi saya juga sering ikut kegiatan yang berhubungan dengan alam," papar dia.

Ketika awal menanam bakau, Iwan banyak mendapatkan cibiran. Hingga sekarang Iwan masih mengingat ada masyarakat yang menertawakan apa yang dia kerjakan.

"Orang lihat saya di pantai, orang tertawa. Ape lah keje ngko. Tak ade kerje lain ke?" kata Iwan menirukan perkataan orang padanya saat itu.

Tujuan menanam bibit bakau untuk menjaga kelestarian lingkungan tempat tinggalnya. Iwan menyaksikan aksi penebangan dan tidak ada peremajaan.

"Ada orang yang nebang bakau. Untuk menegur langsung sulit dan itu sudah dari dulu. Ya sudah lah, saya hanya berpikir kalau ada yang tebang, ada juga yang nanam," ujar Iwan.

Bersyukur saat ini telah banyak pihak yang ikut berpartisipasi melestarikan bakau, termasuk masyarakat, mahasiswa, dan pelaku pariwisata.

Iwan menaksir jumlah bibit bakau yang telah ditanam sekitar 30.000-40.000 bibit.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau