“Bagi mereka, musik bukan tentang suara, meainkan getaran, ritme visual, dan hitungan tubuh. Dengan ketajamannya membaca gerak, Mufi selaku sutradara menjadi jembatan antara kedua dunia itu,” papar Pascal.
Begitu pertunjukan usai, sejumlah penonton Tuli tampak melihat ke arah panggung dengan rasa kagum. Mereka menatap para aktor yang menari dan berakting menggunakan bahasa yang sama dengannya—bahasa yang selama ini jarang ia lihat di panggung besar.
Baca juga: Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
Pada momen itu, Jemari terasa mencapai tujuan terdalamnya untuk membuka imajinasi anak-anak Tuli bahwa mereka bisa menjadi apa pun, termasuk seniman.
Bagi Fantasi Tuli yang merupakan komunitas seni dan teater Tuli pertama di Indonesia, itulah makna paling penting dari Hari Disabilitas Internasional. Hari itu menjadi lebih dari sekadar peringatan. Sebab, hari itu adalah perayaan kemampuan manusia dalam keberagaman bentuknya.
“Semoga ini jadi awal, bukan akhir. Dan, semoga panggung-panggung lain ikut membuka ruang. Karena kalau aksesnya dibuka, teman-teman Tuli pasti bisa,” imbuh Pascal.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya