21 Tahun Menjadi Batas Usia Minimal Cukup Menikah, Mengapa Demikian?

Kompas.com - 21/07/2021, 15:11 WIB
Yogarta Awawa Prabaning Arka,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Stunting atau kondisi gagal pertumbuhan pada anak masih menjadi masalah yang serius di Indonesia.

Menurut studi Organisasi Kesehatan Dunia WHO), salah satu penyebab masalah stunting di Indonesia adalah maraknya pernikahan dini.Terlebih, banyak orang yang menganggap pernikahan dini sebagai hal biasa.

Padahal, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah menetapkan batas usia minimal pernikahan, yakni 19 tahun.

Nah, usia minimal sebagai batas cukup menikah adalah 21 tahun. Simak fakta berikut untuk mengetahuinya.

Menurut data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada 2012, angka kematian neonatal, postnatal, bayi dan balita pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan pada usia 20-39 tahun.

Selain itu, terdapat berbagai risiko kehamilan pada wanita di bawah usia 20 tahun yang harus diwaspadai, yakni risiko keguguran, hipertensi, anemia, bayi lahir prematur, berat badan lahir lahir rendah (BBLR), sampai resiko depresi pasca melahirkan.

Hubungan stunting dengan pernikahan dini

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pernikahan dini atau di bawah 19 tahun di Indonesia meningkat dari 2017 yang hanya 14,18 persen menjadi 15,66 persen pada 2018. Bahkan, pada masa pandemi, tren pernikahan dini turut meningkat.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com Kamis (10/6/2021), Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) mencatat, 64.000 anak di bawah umur mengajukan dispensasi menikah selama pandemi Covid-19.

Baca juga: Waspadai Risiko Ibu Hamil Berusia di Bawah 20 Tahun

Sejatinya terdapat banyak faktor yang mendasari pernikahan dini, mulai dari motif ekonomi, adat, hingga kehamilan yang tak diinginkan.

Maraknya pernikahan dini tentu mengkhawatirkan karena bisa berdampak buruk bagi kesehatan ibu maupun anak.

Sebagai informasi, sebesar 43,5 persen kasus stunting di Indonesia terjadi pada anak berumur di bawah tiga tahun (batita) dengan usia ibu 14-15 tahun. Sedangkan 22,4 persen pada ibu dengan rentang usia 16-17 tahun.

Dari fakta tersebut, terdapat hubungan antara stunting dengan pernikahan dini. Paslanya, saat melakukan pernikahan, perempuan yang masih berusia remaja secara psikologis belum matang. Mereka belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar.

Baca juga: Perilaku Buruk Ibu Hamil yang Berisiko Melahirkan Anak Stunting

Faktor lainnya, para remaja masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun. Jadi, bila mereka menikah pada usia remaja, misalnya 15 atau 16 tahun, maka tubuh ibu akan berebut gizi dengan bayi yang dikandungnya.

Bila nutrisi si ibu tidak mencukupi selama kehamilan, bayi akan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan sangat berisiko terkena stunting.

Seperti diketahui, perempuan yang hamil di bawah usia 18 tahun, organ reproduksinya belum matang. Organ rahim, misalnya, belum terbentuk sempurna sehingga berisiko tinggi mengganggu perkembangan janin dan bisa menyebabkan keguguran.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau