Derita Maghfirah, Penderita Stunting dan Hidrosefalus yang Tak Bisa Menikmati Pelukan Ibunya

Kompas.com - 01/04/2023, 15:31 WIB
Rosyid A Azhar ,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

GORONTALO, KOMPAS.com – Cindrawati Simbuka (31) tidak ingin mengenang masa lalu bersama Nanang Mustafa, sang suami yang saat ini tidak bersamanya lagi meskipun belum bercerai.

Wanita kurus yang mengidap komplikasi penyakit ini lebih fokus pada perkembangan anak ketiganya, Maghfirah Mustafa (3) di rumah orangtuanya. Maghfirah duduk di baby walker, alat bantu yang dirancang untuk membantu bayi belajar berjalan.

Meski sudah berumur 3 tahun Maghfirah belum bisa berjalan. Bahkan menyangga kepalanya pun ia tampak kesulitan.

Baca juga: 700 Ibu Hamil di Balikpapan Berpotensi Tinggi Melahirkan Anak Stunting

Di baby walker-nya ia lebih aktif menggunakan tangan kirinya. Tangan kanannya sulit untuk digerakkan, demikian juga dengan kedua kakinya, bahkan kaki kanannya bengkok mengarah ke sisi dalam.

Hari-hari panjang Maghfirah dihabiskan di baby walker ini atau dalam gendongan Cindi, adik bungsu Cindrawati Simbuka.

Maghfirah adalah pengidap tengkes (stunting) yang juga mengalami hidrosefalus, sebuah kondisi penumpukan cairan berlebihan di dalam otak.

Cindrawati Simbuka yang sehari-hari disapa Cica tak bisa memeluk dan mendekap anak ketiganya ini, ia hanya bisa membelai buah hatinya dari tempat duduk di ruang tamu.

Sesekali kedua bola matanya bertatapan dengan mata jernih buah hatinya yang disambut senyuman manis anaknya, saat itu hati Cica terasa teduh dan nyaman.

Pada saat yang sama ibu muda ini juga menderita penyakit gondok dalam dan jantung. Badannya kurus dengan suara yang lirih.

Baca juga: Atasi Stunting, Pemkab Nunukan Kucurkan APBD Bantuan Makanan Bergizi

Di usia ketiganya Maghfirah memiliki berat hanya 11 kg, tak banyak yang bisa ia lakukan di baby walker-nya selain memegang botol susu formula yang diberikan orang di sekitarnya atau menerima suapan bubur.

Maghfirah memang beda, di usia 3 tahunnya ia seharusnya sudah bisa bergembira berlarian kesana-kemari bersama anggota keluarga atau teman-teman sekitar rumahnya.

Ia masuk masa Toddler akhir yang seharusnya bisa berlari cepat. Masa toddler ini dimulai dari usia 1 tahun hingga 3 tahun, di masa ini anak mulai belajar merangkak, berjalan dan berlari.

Di fase ini seharusnya perkembangan motorik sangat cepat, dalam masa ini sangat menentukan kemampuan fase selanjutnya yaitu memahami bahasa, berinteraksi sosial dan kemampuan mempelajari kehidupan. Semua kemampuan ini menjadi bekal penting bagi anak untuk masuk pada fase pra-sekolah.

“Saat mengidam Maghfirah, ibunya kurus dan sangat lemah, tidak mampu berdiri,” kata Pipin Latif (49) nenek Maghfirah, Sabtu (1/4/2023).

Pipin Latif menceritakan keluarga anaknya memang menyedihkan, tidak ada yang bisa dimakan di rumah anaknya. Nanang Mustafa, ayah Maghfirah, hanya sibuk mengonsumsi minuman keras sehari-hari, ia telah melupakan tanggung jawab sebagai suami dan ayah dari 3 anaknya.

Baca juga: Program Ayah Bunda Stunting, Komitmen Pemkab Nunukan untuk Mengatasi Angka Kasus Stunting di Perbatasan RI–Malaysia

Rumah yang dihuni Nanang Mustafa dan Cindrawati Simbuka masih satu desa dengan rumah Pipin Latif, Desa Dembe I Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo.

“Kami berharap keluarga anak-anak kami bisa rukun tentram dan Bahagia, namun kalau kepala keluarganya setiap hari mabuk melupakan kewajibannya maka yang paling menderita adalah istri dan anak-anaknya,” ujar Pipin Latif.

Mengetahui anak dan cucunya terlantar tanpa ada yang dimakan, ia memberanikan diri memboyong ke rumahnya.

Padahal di rumahnya yang tidak seberapa luas sudah ada adik-adik Cindrawaty bersama suami dan anaknya. Jadilah rumah pasangan Pipin Latif dan Husain Simbuka (54) bertambah penghuninya.

“Saat saya mengandung Magfirah, oleh dokter didiagnosis ada penyakit gondok dalam dan jantung,” ujar Cica.

Gondok dalam menyebabkan pembesaran tiroid, yaitu kelenjar yang ada di leher yang menghasilkan hormon tiroid untuk mengatur metabolism tubuh. Tanpa penanganan yang serius, penyakit ini menyebabkan komplikasi dan membayakan pengidapnya.

Baca juga: 3.000 Balita di Magetan Menderita Stunting, Pemkab Anggarkan Rp 800 Juta untuk Beli Susu

Kondisi inilah yang dialami Cica dalam menjalani kehidupan rumah tangganya, penderitaan ini ditambah dengan tidak adanya tanggung jawab dari suaminya. Praktis ia berjuang sendiri untuk bertahan hidup dan menyelamatkan 2 anaknya, kakak Maghfirah.

Ia rajin ke pos pelayanan terpadu (Posyandu) di kelurahan yang tidak jauh dari rumahnya setiap tanggal 8, juga memeriksakan diri ke Puskesmas Kota Barat.

Dari hasil pemeriksaan dokter ini diketahui anak yang dikandungnya mengalami hidrosefalus, kepala janin membesar berisi cairan. Kabar ini sangat tidak diharapkan keluarga, namun apa daya demikian garis Tuhan yang harus dialaminya.

“Pada usia kehamilan 7 bulan saya terpaksa dioperasi sesar di rumah sakit Aloei Saboe (RSAS) Kota Gorontalo atas saran dari dokter Rumah Sakit Otanaha,” ucap Cica.

Saat lahir Maghfirah hanya memiliki berat 1,6 kg. Cica hanya bisa pasrah menerima takdir ini. Dengan sepenuh hati dan bantuan keluarganya bayi Maghfirah diasuh dalam keterbatasan, Cindi (21) adik bungsu Cica lebih banyak membantu saat Cica tidak mampu menggendong anaknya, kondisi fisik Cica memang melemah dan kurus hingga saat ini.

Cindi yang belum dikarunia anak merasa iba melihat keponakannya yang membutuhkan kehangatan dekapan kasih sayang orangtua, ia membantu mengisi hari-hari panjang Maghfirah entah sampai kapan.

Baca juga: Angka Stunting Kota Malang 8,9 Persen, ASN Pemkot Diminta Jadi Orangtua Asuh

Tidak banyak yang bisa dilakukan keluarga ini untuk memulihkan kesehatan Maghfirah, bahkan ada kabar ia akan dirujuk ke rumah sakit di Sulawesi Selatan.

Bantuan pemerintah dirasakan mulai ada pada akhir tahun lalu. Cica mengingat-ingat bantuan pertama ia terima berupa 1 tray (bak) telur berisi 30 butir pada November 2022.

Satu bulan kemudian ia menerima 1 bak telur, susu formula 1 dos 400 gram, kacang hijau 1 kg, dan gula merah 1 kg. Untuk mengambil bantuan ini ia harus ke kantor kecamatan yang jaraknya lumayan jauh, ditempuh dengan naik kendaraan.

“Paket bantuan ketiga pada bulan Januari 2023 yang berisi 2 bak telur, susu formula 6 dos, kacang hijau 1 kg dan gula merah 1 kg,” ujar Cica.

Di kelurahan ini bukan hanya Maghfirah yang mengidap tengkes, di desa ini juga ada Revan Hasan anak Bato Hasan.

Anak lelaki ini juga mengidap tengkes meskipun tidak separah Maghfirah. Rumah keluarga Bato Hasan tidak jauh dari perbatasan Kelurahan Dembe I dan Kelurahan Lekobalo.

Baca juga: Tangani Stunting hingga Majukan Pariwisata, Fokus Ikfina Bangun Kabupaten Mojokerto

“Di Dembe I ada 2 penderita tengkes, Maghfirah Mustafa dan Revan Hasan,” kata Hadijah Yusuf seorang kader kesehatan kelurahan Dembe I.

Wilayah Kelurahan Dembe I memang diapit Danau Limboto dan perbukitan kapur. Di sisi utara terdapat Danau Limboto yang tengah sekarat akibat sedimentasi, banyak warga desa yang mencari penghidupan dari danau ini, menjadi nelayan, namun tidak banyak yang didapat.

Di sisi selatan terdapat daratan yang dipenuhi bukit kapur dengan lapisan tanah atas (top soil) sangat tipis.

Beberapa warga mencoba mengikis semak dan tanaman laun di lereng bukit kapur untuk ditanami jagung atau palawija lainnya, juga tidak banyak yang diharap dari ladang tandus ini, namun ini adalah satu-satunya pekerjaan yang harus dilakoni.

Cica dan ketiga anaknya sepenuhnya bergantung secara ekonomi pada ayahnya, Husain Simbuka seorang tukang bangunan.

Menjelang hari raya Idul Fitri seperti ini biasanya ramai orang memanggil untuk memperbaiki rumah, di sinilah rezeki pria yang memiliki cucu 4 orang ini mengalir.

Baca juga: Heru Budi Kosongkan Jabatan Kadinkes Saat Hendak Atasi Stunting, Ini Alasannya

Bersama 2 saudara kandungnya, Cindi dan Intan yang sudah berkeluarga, Cindrawati dan anak-anaknya berjubel tinggal di rumah orang tua mereka.

Ada 13 jiwa dari 3 generasi yang mendiami rumah beton mungil berlantai dua ini, tidak ada halaman. Semua rumah warga di sini berhimpit, bahkan di lahan yang miring.

Sebagian rumah warga di sini malah tergenang air akibat pembangunan tanggul di Danau Limboto. Air kehijauan tak lagi bisa mengalir di belakang rumah warga, kondisi ini menjadi masalah Kesehatan baru di desa ini, warga hanya bisa mengeluh pasrah.

Kelurahan Dembe I Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo sesungguhnya tidak jauh dari pusat kota yang menjadi ibu kota Provinsi Gorontalo.

Baca juga: Panen Raya Padi Nutrizinc, Plt Bupati Nganjuk: Nutrisi Zinc Ini untuk Mengurangi Risiko Stunting

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Anang Samudera Otoluwa mengungkapkan, jumlah dan sebaran tengkes berdasarkan hasil pengukuran di Posyandu melalui aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM) di Februari 2023 menunjukkan angka yang masih tinggi.

Di Kabupaten Boalemo berjumlah 366 dari 8.629 balita, Kabupaten Gorontalo terdapat 1.247 dari 20.616 balita, Kabupaten Pohuwato terdapat 287 dari 4960 balita, Kabupaten Bone Bolango ada 789 dari 7909 balita, Kabupaten Gorontalo Utara terdapat 1.019 dari 5.836 balita dan di Kota Gorontalo ada 306 dari 7082 balita.

“Total Provinsi Gorontalo terdapat 4.354 balita tengkes dari total 55.032 anak balita yang diukur kembali,” ujar Anang S Otoluwa.

Anang Otoluwa meyakinkan upaya Pemerintah dan PKK Provinsi Gorontalo saat ini tengah gencar-gencarnya mengatasi penderita tengkes, dan menekan muncul kembalinya kasus ini. Program ini merupakan upaya untuk menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com