NUNUKAN, KOMPAS.com – Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, menginisiasi program Ayah Bunda Stunting, sebagai bentuk implementasi komitmen dalam meminimalisasi angka stunting di wilayah perbatasan RI–Malaysia ini.
Kabid Kesehatan Masyarakat, Pengendalian Penduduk dan KB, Dinkes Nunukan Sabaruddin mengatakan Pemkab Nunukan akan menggelontorkan anggaran dari APBD guna penanganan yang digunakan untuk bantuan makanan bergizi bagi keluarga tidak mampu.
Dari data terbaru yang dicatat Dinas Kesehatan Nunukan, pada 2023 terjadi peningkatan kasus stunting 0,5 persen. Padahal tahun-tahun sebelum 2019 melambat.
Tahun 2019, kasus stunting 29 persen, lalu naik menjadi 30 persen tahun berikutnya sampai 2023 sekarang. Terbaru, data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) mencatat kenaikan 0,5 persen.
Kenaikan tersebut, kata Sabaruddin, dipicu banyaknya penduduk luar Nunukan yang datang demi bekerja sebagai buruh rumput laut, maupun buruh perusahaan kelapa sawit.
Baca juga: Banyak Perempuan Korban Pinjol Alami Kekerasan Berbasis Gender Online, Ini Upaya Pemerintah
Sebagai pendatang, mereka masih enggan datang ke Posyandu atau layanan kesehatan dengan alasan KTP mereka bukan domisili Nunukan.
"Jadi persoalan pendatang memang memiliki dua sisi. Sisi yang satu bisa berpengaruh pada perputaran ekonomi Nunukan, satu lagi ada efek peningkatan kasus stunting. Kesadaran untuk memperhatikan tumbuh kembang anak, memang masih menjadi tugas berat kita semua," tutur Sabaruddin, Kamis (30/3/2023).
Meski terjadi kenaikan 0,5 persen menurut data SSGI, tidak demikian dengan data yang ditampilkan Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM).
EPPGBM mencatat penurunan cukup signifikan, jika sebelumnya terdapat 16,3 persen kasus stunting, menjadi 14 persen atau turun sekitar 2 persen.
"Keduanya sama sama kami pakai sebagai evaluasi dan ukuran kinerja. Kalau SSGI pendataan pusat yang pengambilan samplingnya hanya sekitar 600-an sample. Kalau EPPGBM itu yang pendataannya dilakukan petugas kita dari Posyandu, Puskesmas dan fasilitas Yankes lain, dengan sampel hampir 12.000-an," urainya.
Program ayah bunda stunting akan dijalankan dengan mekanisme organisatoris. Nantinya kepala Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) atau Kepala Desa yang menjadi ayah bunda stunting.
"Adapun pengawasan anggarannya, melalui pendamping keluarga stunting yang terdiri dari relawan, petugas puskesmas dan lainnya," ujar Sabaruddin.
Program ini diharapkan bisa terus meminimalisasi angka stunting di perbatasan RI, dan menjadikan para Balita yang terindikasi, maupun yang mengalami stunting, lebih terkontrol, lebih terjamin, dan lebih cepat teratasi.
Baca juga: Dorong Perbaikan Gizi Anak, Bio Farma Serahkan Bantuan PMT
Selain ditopang oleh APBD, program Ayah Bunda Stunting diharapkan bisa menggandeng organisasi filantropi yang bergerak di bidang kemanusiaan.
Merujuk data Dinas Kesehatan Nunukan, terdapat 19.000 Balita. Sekitar 30 persennya atau sekitar 5.700-an Balita, terindikasi stunting.
Kondisi stunting di Nunukan, terjadi akibat sejumlah faktor, antara lain, ekonomi masyarakat yang tidak mampu menopang urusan pangan.
Pola asuh yang memengaruhi pola makan anak, di mana mayoritas orangtua anak lebih sibuk bekerja dan waktunya dihabiskan di luar rumah. Juga faktor adanya penyakit berbasis lingkungan, seperti, diare, cacingan dan sejenisnya.
"Angka pernikahan dini juga menjadi salah satu faktor dari terjadinya kasus stunting," lanjut Sabaruddin.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya