KOMPAS.com- Jumlah penduduk Indonesia, menduduki posisi keempat terbesar di dunia. Namun, dari jumlah yang besar ini hanya 8,5 persen berhasil lulus pendidikan tinggi.
Hal ini, disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo.
Ia menyebut jumlah penduduk Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi memang masih rendah.
"Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017 penduduk yang berpendidikan tinggi hanya 8,5 persen dari total penduduk berusia 14 tahun ke atas," kata Hasto, dilansir dalam Webinar Implikasi Hasil Sensus Penduduk 2020 Terhadap Kebijakan Pembangunan Kependudukan, secara daring oleh Kemenko PMK, Kamis (4/2/2021).
Ia membeberkan, pada 2017 data yang ada belum jauh berubah hingga saat ini. Dia pun mengatakan jika sebagian besar penduduk Indonesia hanya mencapai pendidikan jenjang menengah pertama.
Baca juga: PJJ Berlangsung 10 Bulan, Siswa Berpotensi Alami Learning Loss
"Mayoritas penduduk kita, yaitu 65 persen berpendidikan kurang dari SMP," jelas Hasto.
Untuk itu, Hasto menyatakan hal ini yang akan menjadi tantangan perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia.
Terlebih, banyak anak Indonesia yang masih mengalami stunting atau kondisi gagal tumbuh yang menyebabkan mereka kesulitan dalam mencapai hasil pembelajaran maksimal.
"Tingkat kecerdasan anak Indonesia berada pada urutan 72 dari 78 negara dan 54 persen angkatan kerja saat ini adalah mantan penderita stunting," ujarnya.
Selain itu, dunia pendidikan juga menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi (Iptek). Hal ini juga akan menjadi tantangan tersendiri.
Baca juga: Gizi Para Siswa Menurun Selama Pandemi Covid-19, Ini Alasannya
"Pendidikan harus mempersiapkan SDM yang mampu bersaing, menghadapi tantangan global dan juga penyelenggaran dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja secara digital harus disesuaikan," tutur dia.
Kedepan, ia memperkirakan akan ada tenaga kerja sebesar 75 persen yang memiliki kemampuan sains dan teknologi.
Sebab, kedepan Indonesia akan mendapat bonus demografi yang besar.Untuk itu, ia berharap semua pihak bisa memanfaatkan bonus demografi untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.
"Ini peluang bagi kita meningkatkan kualitas dan pendapatan untuk berdaya saing," kata dia.
Hasto menyebutkan ada strategi untuk mencetak SDM berkualitas. Yakni, strategi Human Capital Life Cycle.
Ada lima fase dalam strategi ini, yang bisa digunakan untuk mencetak SDM unggul diantaranya;
"Fase ini semua, cara agar mencetak SDM unggul dari segi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi," jelas dia.
Baca juga: Akademisi Unair: Ini Dampak Stunting bagi Perkembangan Anak
Sementara itu, berdasarkan hasil sensus 2020 penduduk Indonesia bertambah 32,56 juta jiwa dari sensus pada 2010. Total jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 270,2 juta jiwa.
Hasil sensus juga menunjukkan pelambatan laju pertumbuhan penduduk, yaitu 1,25 persen selama 2010-2020, yang dipengaruhi beberapa faktor, semisal kelahiran, kematian, dan migrasi.
Selain itu, sensus menunjukkan persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) meningkat dari waktu ke waktu, mulai 53,39 persen pada 1971 hingga mencapai 70,72 persen pada 2020.
Klasifikasi penduduk berdasarkan generasi juga disampaikan, mulai generasi preboomer yang lahir sebelum 1945 hingga post generasi Z yang lahir setelah 2013.
Hasilnya, generasi Z dan generasi milenial mendominasi dengan proporsi masing-masing 27,94 persen dan 25,87 persen.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya