“Sistem borongan itu adalah sistem di mana pengusaha batik memberikan tugas kepada pekerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu,” ujar Josefhin.
Baca juga: Perubahan Iklim, Siswa Pekalongan Sakit dan Gatal akibat Rob, Tak Fokus Belajar
Biasanya, lanjut dia, para pekerja harus menyediakan sumber daya sendiri. Karena jam kerja yang fleksibel, mereka kerap bekerja melebihi batas waktu kerja normal, yakni delapan jam per hari, dengan bayaran hanya kisaran Rp35.000-Rp100.000,- perminggu
“Sebenarnya pemerintah telah mengambil peran untuk mengatasi masalah ini melalui regulasi yang sudah ada,” kata Josefhin.
Ia menjelaskan, Keputusan Wali Kota Pekalongan Nomor 500.15.14.2/0180 Tahun 2023 telah memfasilitasi kuota BPJS Ketenagakerjaan bagi 1.700 penerima bantuan dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek).
Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 10 Tahun 2023 juga ditujukan untuk pekerja rentan di sektor informal, termasuk pekerja bukan penerima upah, penerima upah, serta warga lain yang memenuhi kriteria untuk mengikuti program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Adapun Peraturan Nomor 4 Tahun 2015 mengatur tentang Program Keluarga Harapan Adaptif (PKH Adaptif), di mana pemerintah daerah mendata korban bencana yang mengalami kerugian paling besar untuk menerima bantuan perlindungan sosial adaptif.
“Namun sayangnya, program ini tidak secara eksplisit diarahkan kepada korban bencana yang terkait dengan perubahan iklim,” ujar Josefhin.
Ia menambahkan, kebijakan yang saat ini berlaku melalui LSM—yang berupaya menangani isu iklim dan memperkuat mata pencaharian masyarakat, termasuk rehabilitasi ekosistem mangrove dan pesisir—lebih banyak menyasar korban bencana alam secara umum. Akibatnya, pekerja informal yang terdampak secara signifikan oleh bencana iklim kerap terabaikan.
Oleh karena itu, Josefhin menegaskan pentingnya adanya program perlindungan sosial gratis dari pemerintah daerah, agar perempuan yang terpaksa bekerja di sektor informal tetap mendapatkan perlindungan.
“Pemerintah juga harus bekerja sama dengan organisasi masyarakat dan kelompok perempuan—yang mewakili pekerja sektor informal paling rentan—untuk merumuskan kebijakan dan program yang responsif terhadap perubahan iklim, termasuk penyediaan jaminan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar saat terjadi bencana akibat perubahan iklim,” pungkasnya.
Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Laut Menderita, Dampaknya Bisa Seret Kita Semua
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya