Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim, Perempuan Terpaksa Jadi Tulang Punggung Tanpa Jaminan Sosial

Kompas.com, 5 Juni 2025, 20:06 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Perubahan iklim yang menyebabkan bencana alam, salah satunya banjir rob, memaksa perempuan di Pekalongan bekerja di sektor informal, menggantikan laki-laki yang umumnya menjadi tulang punggung keluarga.

Dalam sesi kedua diseminasi hasil penelitian bertajuk Forced Labor and Climate Change: Focus on Women and Children yang digelar secara daring, Rabu (4/6/2025), peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Josefhin Mareta, menjelaskan bahwa kondisi ini dilatarbelakangi oleh para suami yang kehilangan pekerjaan di sektor perikanan dan pertanian akibat banjir rob.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Josefhin dan timnya di Desa Jeruk Sari, Pekalongan, ditemukan bahwa dampak perubahan iklim memberikan pengaruh signifikan terhadap sektor ekonomi dan sosial masyarakat pesisir.

“Banjir rob yang terjadi merusak lahan pertanian dan mengurangi hasil tangkapan ikan nelayan secara signifikan,” jelas Josefhin.

Ia menambahkan, kerusakan lahan dan penurunan hasil tangkapan ikan berdampak langsung pada pendapatan rumah tangga sehari-hari.

Untuk mengatasi hal ini, perempuan terpaksa ikut menopang perekonomian keluarga. Namun, karena keterbatasan pendidikan dan keterampilan, mereka masuk ke sektor informal.

“Sektor informal umumnya hanya membutuhkan pengalaman, tidak memerlukan keterampilan khusus atau tingkat pendidikan tertentu,” jelas Josefhin.

Menurutnya, perempuan pesisir Pekalongan umumnya memiliki kemampuan membatik yang diwariskan secara turun-temurun dari ibu mereka.

Oleh karena itu, banyak dari mereka memilih membatik sebagai pekerjaan untuk membantu ekonomi keluarga, selain menjadi buruh lepas di pasar atau bekerja serabutan.

“Sayangnya, bekerja di sektor informal tidak cukup menyelesaikan masalah,” tambahnya.

Ketiadaan kontrak kerja, perlindungan hukum atas pendapatan, jaminan sosial, serta asuransi ketenagakerjaan dan kesehatan membuat perempuan semakin rentan tidak mendapatkan hak yang setimpal dengan risiko pekerjaan yang dijalani.

Josefhin menyebutkan bahwa saat ini UMR di Pekalongan saja hanya sebesar Rp 2.500.000, sementara hasil penelitian menunjukkan upah pekerja batik masih di bawah angka tersebut.

Padahal, pekerjaan di industri batik penuh tantangan, termasuk risiko kesehatan.

Membatik biasanya dilakukan di ruangan tertutup yang panas karena pembakaran lilin yang harus berlangsung terus-menerus. Kondisi ini berisiko menimbulkan luka bakar akibat cipratan lilin panas dan memaksa pekerja menghirup asap dari pembakaran lilin yang bersifat kimiawi. Sayangnya, mereka juga tidak dibekali masker oleh pengusaha.

Selain itu, jam kerja yang tidak pasti dan keharusan lembur tanpa upah tambahan juga menjadi masalah karena sistem borongan yang digunakan.

“Sistem borongan itu adalah sistem di mana pengusaha batik memberikan tugas kepada pekerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu,” ujar Josefhin.

Baca juga: Perubahan Iklim, Siswa Pekalongan Sakit dan Gatal akibat Rob, Tak Fokus Belajar

Biasanya, lanjut dia, para pekerja harus menyediakan sumber daya sendiri. Karena jam kerja yang fleksibel, mereka kerap bekerja melebihi batas waktu kerja normal, yakni delapan jam per hari, dengan bayaran hanya kisaran Rp35.000-Rp100.000,- perminggu

“Sebenarnya pemerintah telah mengambil peran untuk mengatasi masalah ini melalui regulasi yang sudah ada,” kata Josefhin.

Ia menjelaskan, Keputusan Wali Kota Pekalongan Nomor 500.15.14.2/0180 Tahun 2023 telah memfasilitasi kuota BPJS Ketenagakerjaan bagi 1.700 penerima bantuan dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek).

Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 10 Tahun 2023 juga ditujukan untuk pekerja rentan di sektor informal, termasuk pekerja bukan penerima upah, penerima upah, serta warga lain yang memenuhi kriteria untuk mengikuti program jaminan sosial ketenagakerjaan.

Adapun Peraturan Nomor 4 Tahun 2015 mengatur tentang Program Keluarga Harapan Adaptif (PKH Adaptif), di mana pemerintah daerah mendata korban bencana yang mengalami kerugian paling besar untuk menerima bantuan perlindungan sosial adaptif.

“Namun sayangnya, program ini tidak secara eksplisit diarahkan kepada korban bencana yang terkait dengan perubahan iklim,” ujar Josefhin.

Ia menambahkan, kebijakan yang saat ini berlaku melalui LSM—yang berupaya menangani isu iklim dan memperkuat mata pencaharian masyarakat, termasuk rehabilitasi ekosistem mangrove dan pesisir—lebih banyak menyasar korban bencana alam secara umum. Akibatnya, pekerja informal yang terdampak secara signifikan oleh bencana iklim kerap terabaikan.

Oleh karena itu, Josefhin menegaskan pentingnya adanya program perlindungan sosial gratis dari pemerintah daerah, agar perempuan yang terpaksa bekerja di sektor informal tetap mendapatkan perlindungan.

“Pemerintah juga harus bekerja sama dengan organisasi masyarakat dan kelompok perempuan—yang mewakili pekerja sektor informal paling rentan—untuk merumuskan kebijakan dan program yang responsif terhadap perubahan iklim, termasuk penyediaan jaminan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar saat terjadi bencana akibat perubahan iklim,” pungkasnya.

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Laut Menderita, Dampaknya Bisa Seret Kita Semua

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau