KOMPAS.com - Standar penyusunan laporan keberlanjutan perusahaan harus diperbarui sesuai kebutuhan publik, termasuk investor.
Laporan keberlanjutan perusahaan dituntut bukan sekadar memaparkan kegiatan perusahaan, melainkan menyajikan data yang akurat, disertai bukti untuk mendukung klaim.
Global Reporting Initiative (GRI) Standard tetap menjadi rujukan global berkat proses penyusunan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
ASEAN Regional Program Manager GRI, Lany Harijanti mengatakan, sejumlah pembaruan penting terkait standar itu sedang berjalan agar laporan keberlanjutan perusahaan lebih menjawab tantangan saat ini.
Kata dia, beberapa pembaruan mencakup pelaporan yang diperluas dari employees ke workers, termasuk pekerja kontrak maupun yang berada di bawah kendali perusahaan.
Untuk menanggapi isu krisis iklim, GRI meluncurkan standar baru, yaitu GRI 102 yang mewajibkan perusahaan menyampaikan transition plan, skenario adaptasi, serta target pengurangan emisi rinci untuk Scope 1 (emisi langsung dari aktivitas perusahaan), Scope 2 (emisi tidak langsung dari energi yang dibeli), dan Scope 3 (semua emisi tidak langsung lainnya dalam rantai nilai perusahaan).
Menurut Lany, pembaruan dalam GRI Standard menekankan pentingnya akurasi dan keterbukaan.
“Kalau perusahaan menyatakan target pengurangan emisi, harus jelas dasar perhitungannya dan dapat diverifikasi. Klaim tanpa bukti hanya akan menimbulkan risiko greenwashing,” ujar Lany dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/9/2025).
GRI Standard juga sedang memperkuat interoperabilitas dengan standar International Financial Reporting Standards (IFRS). GRI Standard berfokus terhadap dampak sosial dan lingkungan. Sedangkan IFRS lebih pada financial materiality atau prinsip akuntansi yang menyatakan transaksi dianggap material jika keberadaannya atau kelalaiannya dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan.
"Keduanya saling melengkapi untuk menjawab kebutuhan publik maupun investor,” ucapnya.
Namun, keberhasilan laporan keberlanjutan tidak hanya bergantung pada kepatuhan regulasi. Kemauan perusahaan untuk terus memperbarui praktiknya menjadi faktor lain yang turut menentukan keberhasilan laporan keberlanjutan.
Baca juga: Demi Keberlanjutan, Pusat dan Daerah Didorong Perkuat Penerapan EFT
Lany menilai, pembaruan standar laporan keberlanjutan bisa membantu perusahaan menyesuaikan diri dengan isu-isu terkini seperti iklim, hak pekerja, hingga tata kelola.
"Laporan yang baik bukan sekadar kewajiban, tetapi sarana untuk membangun kepercayaan,” tutur Lany.
Senada, Sustainability Expert KTM Solutions, Salman Nursiwan menilai, pembaruan standar laporan keberlanjutan perusahaan adalah jalan untuk memperkuat akuntabilitas.
“Transparansi berarti berani membuka capaian sekaligus keterbatasan. Dari situlah laporan keberlanjutan menjadi bermakna,” ucapnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya