JAKARTA, KOMPAS.com - Nelangsa petani nira kelapa di Semedo, Banyumas, Jawa Tengah membawa Akhmad Sobirin memutuskan pulang ke kampung halaman. Sobirin, panggilan karibnya, tampak mengenakan baju batik abu-abu lengkap dengan celana putih memulai cerita dari desanya ketika menghadiri Lestari Summit and Awards 2025 KG Media.
Puluhan tahun lamanya Semedo yang terkenal dengan struktur tanah menanjak dan tebing-tebing menjulang hidup dalam keterpinggiran. Kebanyakan masyarakat yang bertani menggantungkan hidup pada pohon kelapa.
Namun, pekerjaan mencari nira berisiko bagi keselamatan bahkan bisa merenggut nyawa.
"Itu yang jadi salah satu motivasi saya untuk membina petani. Karena waktu itu angka kecelakaan cukup tinggi, angka kematian yang jatuh dari pohon kelapa cukup tinggi," kata Sobirin di Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).
Baca juga: Tanamkan Prinsip HAM dalam Bisnis, PT Merdeka Copper Gold Raih Penghargaan Lestari Award 2025
Para petani nira masih bergantung pada tengkulak, dengan pedapatan harian sangat rendah yakni Rp 20.000-Rp 30.000 per hari. Sebelum menjadi gula semut, gula hasil olahan awal hanya dihargai Rp 5.000 per kilogramnya.
Pengalaman pahit lantaran sang paman dan kakak iparnya tiga kali jatuh dari pohon kelapa hingga mengalami patah tulang ekor pun membuat Sobirin tersadar. Sebab, kala itu tak ada orang yang mau bertanggung jawab atau sekadar mengulurkan tangan.
"Ketika beliau jatuh kecelakaan akhirnya keluarganya hampir putus asa, karena memang beliau adalah tulang punggung keluarga. Ini melatar belakangi kami di 2012 akhirnya memutuskan pulang ke desa untuk menyiapkan program diversifikasi," ucap dia.
Sobirin merupakan lulusan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Jiwa berbisnis muncul sejak ia duduk di bangku SMA.
Ketika mulai membina petani, dia menargetkan gula semut asal Semedo bisa diekspor ke berbagai naegara. Hal ini sekaligus meningkatkan harga jual petani yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Manggar Jaya.
"Alhamdulillah waktu itu ada 25 petani yang mau bergabung di 2012, kemudian di 2015 ada satu kelompok petani lagi," kata Sobirin.
Baca juga: Inovasi Hemat Energi di Armada Kapal, Pertamina International Shipping Raih Lestari Awards
Seiring berjalannya waktu, Sobirin dan timnya didaftarkan untuk mengikuti ajang penghargaan Satu Indonesia Awards yang digelar Astra pada 2016. Dia memenangkan penghargaan sekaligus pembinaan dan pendampingan dari Astra di bidang kewirausahaan.
Pasca kemenangannya tersebut, Semedo menjadi desa percontohan program Desa Sejahtera Astra.
"Di situ benar-benar perubahan fundamental, jadi dari peralatan produksi yang tadinya belum food grade kemudian dijadikan food grade. Kami dibantu peralatan produksi, akses pasar, pelatihan sampai kami bisa ekspor secara mandiri," jelas dia.
Perusahaan menargetkan agar Sobirin mendampingi minimal tiga desa dengan program yang sama. Tak disangka, 10 desa telah terdampingi dan kini lebih dari 1.000 petani nira mendapatkan kesejahteraan.
Pihaknya jyga mengekspor hingga 100 ton lebih gula kristal dalam satu bulan, dari yang sebelumnya hanya 500 kg. Akhir tahun ini, Sobirin memprediksi jumlah ekspor produk akan bertambah.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya