KOMPAS.com – Sektor perbankan punya peran penting dalam mempercepat penerapan ekonomi hijau (green economy) di Indonesia. Sektor ini berfungsi menjadi katalis keuangan untuk menerapkan sistem ekonomi yang fokus pada pemerataan kesejahteraan dan ramah lingkungan tersebut.
Pada UOB Economic Outlook 2023 dengan tema “Emerging Stronger in Unity and Sustainable”, Kamis (29/9/2022), Managing Director, Sector Solutions Group, Group Wholesale Banking UOB Bonar Silalahi mengatakan, sebagai salah satu stakeholder penting dalam penerapan ekonomi hijau, sektor perbankan berperan dalam mendata dan menyalurkan dana untuk kegiatan ekonomi.
“Untuk pembiayaan hijau, UOB memiliki dua konsep penting, yakni simplify sustainability dan impactful sustainability,” ujar Bonar.
Terkait simplify sustainability, lanjut Bonar, UOB telah melakukan berbagai survei terhadap para nasabah di Singapura yang berprofesi sebagai pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Hasil survei tersebut menemukan, sekitar 60 persen dari pelaku UMKM mengaku bahwa prinsip sustainability atau keberlanjutan memiliki peran penting dan akan selalu diprioritaskan pada metode bisnisnya.
“Mereka menganggap sustainability itu bagian dari perubahan zaman. Jadi, kalau tidak mengikuti, UMKM dapat kehilangan relevansi bisnis sehingga berisiko ditinggalkan konsumen,” terang Bonar.
Baca juga: UOB Prediksi Ekonomi Indonesia Tumbuh 5 Persen Tahun 2022 dan 2023
Meski begitu, Bonar mengakui bahwa penerapan prinsip sustainability masih menghadapi sejumlah kendala. Berdasarkan survei UOB, sekitar 71 persen dari responden menyebutkan bahwa kendala utama dari penerapan sustainability adalah masalah teknis dan pengetahuan.
“Saat (UOB) menawarkan solusi keuangan, kami harus bisa memberikan solusi yang terintegrasi. Artinya, kami harus membuat kendala yang dihadapi nasabah, terutama terkait teknis dan pengetahuan, menjadi lebih mudah (diatasi). Dengan begitu, kita bisa bersama-sama menerapkan ekonomi hijau,” paparnya.
Bonar menambahkan, dukungan UOB terhadap ekonomi hijau diwujudkan dengan menyediakan berbagai program berkelanjutan, seperti, UOB Sustainable Finance Frameworks, U-Solar, dan U-Energy.
Sementara itu, untuk impactful sustainability, konsep tersebut hadir lantaran UOB menganggap bahwa program sustainability harus memiliki dampak positif.
“Bagi UOB, satu transaksi besar sama pentingnya dengan transaksi kecil. Oleh karena itu, sustainability harus jadi pergerakan. Semakin banyak yang bertransaksi, maka semakin mudah juga bagi kita untuk bertransformasi. Kalau cuma satu, jelas tidak bisa berdampak,” tuturnya.
Bonar juga menjelaskan bahwa penerapan ekonomi hijau di Indonesia membutuhkan proses panjang. Oleh karena itu, sektor perbankan harus bisa bijak dan adil dalam memberikan bantuan terkait pembiayaan hijau demi mewujudkan hal tersebut.
“Tidak semua pihak mulai (menerapkannya) dari titik yang sama. Berkeadilan itu apa? Ya, pihak yang mulai dari titik paling belakang dengan kecepatan pertumbuhan pelan jangan ditinggal. Mereka harus dibantu juga. Begitu juga yang ada di depan. Itulah yang kami usung di UOB, yakni transisi berkeadilan,” ucap Bonar.
Baca juga: Bank UOB Gandeng Chandra Asri Fasilitasi Pendanaan Hijau Senilai Rp 1,49 Triliun
Bonar menambahkan, terdapat dua pendekatan yang dilakukan UOB terkait transisi berkeadilan. Pertama, melihat potensi ekonomi lokal untuk bisa bertransisi menjadi ekonomi hijau.
Pada industri kelapa sawit, misalnya. Ia menilai bahwa industri ini merupakan salah satu kekuatan ekonomi terbesar Indonesia yang juga memiliki potensi untuk menerapkan prinsip sustainability.
Oleh karena itu, UOB mendorong penerapan sustainable palm oil practices, mulai dari Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO), Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO), hingga Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
“Kami juga (berperan) sebagai pihak perbankan yang menjadi pelopor great and sustainability trade finance pada sektor kelapa sawit. Kami berusaha untuk memberikan dukungan pembiayaan berkelanjutan agar sektor tersebut dapat terbantu dan terdorong untuk mau menerapkan sustainable palm oil practices,” ujarnya.
Kedua, membantu mengurangi penggunaan energi fosil. Seperti diketahui, sumber energi yang digunakan pada aktivitas industri di Indonesia masih didominasi oleh energi fosil. Hal ini dinilai menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat emisi atau gas buang di Indonesia.
Adapun untuk membantu mengatasi masalah tersebut, UOB meluncurkan konsep bernama transition financing framework.
“Lewat upaya tersebut, kami berusaha untuk membantu pelaku industri yang ingin melakukan transisi, baik efisiensi, perubahan bisnis, maupun mengadopsi penggunaan U-technology untuk mengurangi emisi. Kesimpulannya, kita harus memanfaatkan keunggulan ekonomi lokal untuk penerapan ekonomi hijau dan harus dilakukan bersama-sama. Jadi, pemerintah tidak (berjalan) sendirian,” jelas Bonar.
Sementara itu, Presiden Direktur UOB Indonesia Hendra Gunawan mengatakan bahwa proses integrasi pertumbuhan hijau dalam strategi pembangunan nasional akan menjadi kunci bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan jangka panjang Indonesia.
Hal tersebut pun dinilainya dapat membantu meningkatkan belanja konsumen dan mendukung strategi hilirisasi industri nasional.
“UOB Indonesia memperkirakan bahwa produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh menjadi 4,8 persen pada 2022 dan 5 persen pada 2023, meski saat ini kita berada di tengah ketidakpastian ekonomi global,” ujar Hendra.
Baca juga: UOB Indonesia Luncurkan U-Energy, Platform Pendanaan untuk Dukung Proyek Transisi EBT
Hendra berharap, UOB Indonesia bisa lebih jauh mendukung upaya pemerintah dalam memulihkan sekaligus meningkatkan perekonomian nasional yang saat ini sudah berjalan baik.
"Seiring peran kami sebagai katalis dan menghadirkan peluang, kami berharap dapat mendukung pemerintah, regulator, investor, dan masyarakat dalam membangun masa depan bersama yang berkelanjutan," jelasnya.
Pada kesempatan sama, Wholesale Banking Director UOB Indonesia Harapman Kasan menjelaskan bahwa kinerja yang telah dilakukan oleh pemerintah sejauh ini mampu memberikan harapan dan optimisme agar semua pihak menjadi lebih baik ke depan.
“Semoga optimisme tersebut dapat terus dijaga dan berdampak positif bagi aktivitas usaha dan industri semua pihak sehingga dapat membantu membuat Indonesia menjadi lebih maju,” ucap Harapman.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya