Berkat strategi dan kolaborasi bersama warga dan sejumlah instansi swasta seperti Shopee, Gibran mengaku bahwa penataan kawasan permukiman kumuh akan lebih cepat terselesaikan.
Hal tersebut dibuktikan dengan luas kawasan kumuh di Solo yang tercatat seluas 395,5 hektare pada 2017, menyusut menjadi menjadi 118 hektare pada akhir 2021. Artinya, sebesar 70 persen kawasan kumuh sudah berhasil direvitalisasi dalam kurun waktu empat tahun.
Pembangunan permukiman layak huni pun diharapkan dapat meningkatkan potensi industri kreatif di wilayah di Kampung Semanggi secara maksimal. Pasalnya, wilayah tersebut memiliki potensi pada kain lukis, mukena, kurungan burung, baju pantai, dan sejumlah komoditas kreatif lain.
“Ke depan, kami harap, Kampung Semanggi dapat tumbuh sebagai wilayah permukiman kreatif yang mampu membantu meningkatkan kualitas hidup warganya,” ujar Gibran.
Salah satu kepala keluarga penerima rumah unit rumah hasil renovasi tersebut, Tri, mengaku bahwa Kampung Semanggi merupakan kawasan yang tak layak huni sebelum dilakukan revitalisasi.
Selama 21 tahun tinggal di Kampung Semanggi, ia merasa kesusahan mendapatkan air bersih. Saat hujan, ia pun khawatir karena tempat tinggalnya bocor dan berisiko terjadi ada korsleting listrik yang bisa menyebabkan kebakaran.
“Oleh karena itu, kami sangat berterima kasih dan bersyukur atas program dari Pemkot Solo yang membuat tempat tinggal kami jadi lebih layak,” ujar Tri.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya