Kisah Pijar, Eks Napi Tawuran yang Sukses Rintis Kedai Kopi Sendiri...

Kompas.com - 22/06/2023, 09:20 WIB
Xena Olivia,
Nursita Sari

Tim Redaksi

“Pernah ada satu pemikiran kayak, kalau dipikirin, hal-hal kayak gitu bakal jadi beban untuk jadi diri kita sendiri. Jadi bodo amat saja,” lanjut dia.

Bagi Pijar, salah satu hal yang menjadi pemicu dirinya bisa berpikiran positif adalah lingkungannya saat ini.

“Di kopi itu lingkungannya juga sama kayak kami, rata-rata klien-klien Bapas juga. Kami sharing-sharing bareng, kayak, ‘Biarin saja, Jar’. Nyamanlah, gitu,” tutur pria kelahiran 27 November 2002 itu.

Berhasil rintis warung kopi sendiri

Saat Pijar mengikuti pelatihan kopi bersama YIIM, ada 14 orang lainnya yang juga berpartisipasi untuk fase pertama.

“Terus dipilih tiga orang untuk magang selama tiga bulan. Setelah itu, baru masuk pembinaan di mana kami ditaruh ke coffee shop lain yang bekerja sama dengan pihak YIIM selama sekitar sembilan bulan,” kata Pijar.

“Nah, setelah ngelewatin semua proses itu, tinggal pilihannya di kami, mau lanjut kerja atau mengajukan proposal untuk membuat usaha,” sambung dia.

Baca juga: Pengunjung Jakarta Fair yang Kehilangan Barangnya di Penitipan Mengaku Rugi Rp 200.000

Pijar pun memilih merintis usahanya sendiri. Ia memanfaatkan gudang milik keluarganya di sebuah ruko. Selain itu, ia dibantu YIIM untuk membeli alat-alat yang dibutuhkan.

“Bantuan dari pihak pelatihan itu dikasih budget Rp 15 juta, terus pihak sana yang membelikan alat, aku mengajukan proposal ke sana terus di-acc (terima),” tutur Pijar.

“Modal sendiri juga ada, sih. Kayak beli mesin, alat-alat kecil, ngebangun. Ini (warkopnya) kan dulu kayak gudang gitu,” papar dia.

Promosi dari mulut ke mulut

Kedai kopi Warkoplu milik Pijar pertama kali dibuka di tengah pandemi Covid-19, yakni 6 Maret 2021.

Untuk membantunya, Pijar mempekerjakan empat anak muda yang masih kebingungan mencari relasi.

“Aku kasih gaji segini sama komisi. Semacam, ‘Kalau lo bisa bawa orang–dari teman ke teman, lo bisa bawa orang per gelas (dapat komisi) Rp 2.000,” kata Pijar.

Pada waktu itu, strategi itu cukup membantu. Pijar mengenalkan kedai kopi miliknya dari mulut ke mulut melalui orang-orang yang kerja bersamanya.

“Enggak rugi (pakai cara itu) karena sudah dihitung. Sebenarnya aku bisa kasih gaji segini, cuma aku potong. Misalkan bisa kasih Rp 50.000, kami kasih cuma Rp 30.000. Kalau mau dapat Rp 50.000, per gelas (dapat tambahan) Rp 2.000,” tutur dia.

“Balik lagi, aku enggak maksa buat ngambil (bawa) orang. Kalau lo mau (dapat uang) lebih, bisa,” lanjut Pijar.

Baca juga: Kisah Seniman Jadi Peternak Kambing, Kerja 3 Tahun Bisa Beli Motor dan Bangun Rumah

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau