KOMPAS.com - Sebagai kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki tantangan besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor industri.
Sektor industri merupakan salah satu kontributor terbesar emisi GRK Indonesia dan trennya menunjukkan kecenderungan naik signifikan.
Total kontribusi emisi GRK dari sektor industri diperkirakan meningkat dua kali lipat dari 2011 hingga 2022, mencapai lebih dari 400 juta ton karbon dioksida ekuivalen.
Baca juga: Perkuat Industri Pariwisata Berkelanjutan, Sandiaga Kunjungi Sydney
Analis Senior Institute for Essential Services Reform (IESR) Farid Wijaya mengatakan, sekitar 60 sampai 70 persen dari emisi tersebut berasal dari penggunaan energi di sektor industri (baik panas maupun listrik), terutama karena konsumsi bahan bakar fosil.
Hal tersebut disampaikan Farid dalam peluncuran studi IESR kolaborasi dengan Lawrence Berkeley National Laboratory (LBNL) berjudul "Industry Decarbonization Roadmap for Indonesia: Opportunities and Challenges to Net-Zero Emissions".
"Peningkatan pangsa pembakaran energi ini mengindikasikan pertumbuhan proses industri yang membutuhkan energi panas yang tinggi. Sayangnya, kebutuhan proses tersebut menyebabkan peningkatan konsumsi batu bara yang berkontribusi terhadap emisi sebesar 174 juta ton karbon dioksida ekuivalen," papar Farid dikutip dari situs web IESR, Rabu (21/2/2024).
Di sisi lain, industri berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, upaya dekarbonisasi perlu dilakukan agar mengakomodasi pertumbuhan ini.
Baca juga: Dukung Industri Padat Energi Bertransisi, Jerman Gelontorkan Miliaran Euro
Studi terbaru tersebut mengambil lima subsektor industri besar yang perlu difokuskan dalam dekarbonisasi menurut parameter sosial, ekonomi, dan emisi.
Kelima industri yang menjadi sorotan yakni semen, besi dan baja, tekstil, pulp dan kertas, serta ammonia.
Farid menyampaikan, upaya dekarbonisasi industri dapat didorong di Indonesia berdasarkan kerangka regulasi yang telah ada.
Akan tetapi, pemerintah perlu didorong untuk memasukkan peraturan yang lebih kuat dan mengikat di masa depan.
Baca juga: Agus Ajak Industri Gunakan Udaraku, Platform Mitigasi Kerusakan Lingkungan
"Termasuk dukungan dan insentif untuk industri dan memastikan bahwa produsen, konsumen, dan pasar dilindungi oleh kontrol produk yang mendukung dekarbonisasi industri," ujar Farid.
Menurut Farid, agar dekarbonisasi industri dapat tercapai di Indonesia, banyak pemangku kepentingan yang perlu bekerja sama, khususnya untuk membangun ekosistem industri hijau yang mendukung konsep netral karbon atau net zero emission (NZE).
Dia menambahkan, ada enam strategi umum yang perlu diterapkan untuk mencapai dekarbonisasi industri.
Pertama, menerapkan sistem manajemen energi ISO 50001:2018. Kedua, pemanfaatan bahan bakar alternatif seperti biomassa dan hidrogen. Ketiga, pemanfaatan energi terbarukan seperti tenaga surya dan tenaga air.
Keempat, memaksimalkan efisiensi energi, bahan, dan optimasi proses serta menggunakan peralatan yang sangat efisien.
Baca juga: Digitalisasi Industri Makanan dan Minuman Menuju Green Industry
Kelima, pemantauan dan pengukuran kontrol proses emisi secara berkala. Keenam, pemanfaatan teknologi penangkapan dan penyimpanan emisi karbon untuk industri semen, besi dan baja, dan amonia.
Tak hanya strategi umum, Indonesia juga perlu menerapkan strategi secara khusus berdasarkan kelima industri besar tersebut.
Misalnya, industri semen perlu mengganti klinker dan menggunakan bahan baku alternatif, mempromosikan standar semen hidraulik dengan faktor klinker yang lebih rendah, mendistribusikan semen menggunakan kereta api sebagai alternatif truk.
"Berdasarkan hasil survei kami, kelima industri besar di sektor semen, besi dan baja, tekstil, pulp dan kertas, serta amonia memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan dekarbonisasi," jelas Farid.
Namun, sambung Farid, biaya, nilai kompetitif, dan kewajiban regulasi bagi pelaku usaha dan konsumen masih menghadapi tantangan dan hambatan yang harus diselesaikan bersama.
Baca juga: Ironis, Bank Eropa Danai Industri Nikel yang Dianggap Merusak Lingkungan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya