Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

48,6 Juta Penduduk Indonesia Terpapar Panas Ekstrem, Dampak Perubahan Iklim Makin Nyata

Kompas.com, 20 Maret 2025, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sebanyak 48,6 juta warga Indonesia atau sekitar 17 persen dari total penduduk terpapar panas ekstrem hanya dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, Desember 2024 sampai Februari 2025.

Selama periode tersebut, semestinya Indonesia masih berada di musim penghujan, yang biasanya berlangsung pada Oktober hingga Maret.

Temuan tersebut mengemuka dalam laporan terbaru Climate Central. Lembaga tersebut menyampaikan, peristiwa tersebut merupakan dampak nyata perubahan iklim akibat pembakaran bahan bakar fosil dari aktivitas manusia.

Baca juga: Makin Panas, Suhu Februari 2025 Naik 1,59 Derajat Celsius

Menurut laporan Climate Central, Indonesia merupakan negara kedua teratas yang masyarakatnya paling banyak terpapar panas ekstrem lebih dari 30 hari.

Tak hanya itu, Jakarta menempati urutan ke-4 di dunia sebagai kota besar yang paling lama mengalami panas ekstrem, setelah Lagos di Nigeria, Tamil Nadu di India, dan Manila di Filipina.

Tercatat, Jakarta telah mengalami 69 hari dengan suhu tinggi yang sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim, dengan anomali mencapai 0,7 derajat celsius di atas rata-rata historis.

Jakarta merupakan satu dari 11 kota di dunia yang terpapar panas ekstrem lebih dari 30 hari.

Baca juga: WMO Konfirmasi 2024 Tahun Terpanas, Suhu Naik 1,55 Derajat Celsius

Hal ini menjadi sinyal nyata bahwa krisis iklim semakin mengancam kota-kota besar.

Pakar iklim Climate Central Joseph Giguere mengatakan, di tataran global, rata-rata setiap orang mengalami enam hari dengan panas tinggi antara Desember 2024 hingga Februari 2025.

"Hal ini berarti perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia menambahkan lima hari suhu tinggi ke dalam pengalaman rata-rata seseorang selama periode ini," kata Giguere dalam siaran persnya, Kamis (20/3/2025).

Dia menambahkan, tanpa perubahan iklim, paparan rata-rata seseorang terhadap suhu tinggi seharusnya hanya satu hari dalam tiga bulan terakhir.

Baca juga: Cuaca Ekstrem Bayangi Arus Mudik, Banjir dan Longsor Berpotensi Terjadi

Secara global, 394 juta orang mengalami lebih dari 30 hari dengan suhu tinggi akibat perubahan iklim, di mana 74 persennya berada di Afrika.

Anomali panas ekstrem terjadi ketika suhu udara lebih tinggi dari 90 persen dari suhu lokal yang tercatat dalam periode 1991-2020.

Kenaikan suhu melebihi batas tersebut akan meningkatkan risiko kesehatan dan kematian terkait panas ekstrem, lantaran masyarakat tidak terbiasa atau sulit beradaptasi pada suhu tinggi ini.

Tahun terpanas

Diberitakan sebelumnya, Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) mengonfirmasi bahwa 2024 menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan yang dimulai 175 tahun lalu.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dari Tanah “Sakit” ke Lumbung Harapan, Ini Kisah Pengawalan Pertanian Jaga Ketahanan Pangan Desa
Dari Tanah “Sakit” ke Lumbung Harapan, Ini Kisah Pengawalan Pertanian Jaga Ketahanan Pangan Desa
BUMN
Kebijakan Pelarangan Sawit di Jabar Disebut Tak Berdasar Bukti Ilmiah
Kebijakan Pelarangan Sawit di Jabar Disebut Tak Berdasar Bukti Ilmiah
LSM/Figur
Sampah Campur Aduk, Biaya Operasional 'Waste to Energy' Membengkak
Sampah Campur Aduk, Biaya Operasional "Waste to Energy" Membengkak
LSM/Figur
Biaya Kelola Limbah Setara Beli Popok Baru, Padahal Fibernya Punya Banyak Potensi
Biaya Kelola Limbah Setara Beli Popok Baru, Padahal Fibernya Punya Banyak Potensi
LSM/Figur
Inovasi Jaring Bertenaga Surya, Kurangi Penyu yang Terjaring Tak Sengaja
Inovasi Jaring Bertenaga Surya, Kurangi Penyu yang Terjaring Tak Sengaja
Pemerintah
Kebijakan Iklim yang Sasar Gaya Hidup Bisa Kikis Kepedulian pada Lingkungan
Kebijakan Iklim yang Sasar Gaya Hidup Bisa Kikis Kepedulian pada Lingkungan
Pemerintah
 RI Belum Maksimalkan  Pemanfaatan Potensi Laut untuk Atasi Stunting
RI Belum Maksimalkan Pemanfaatan Potensi Laut untuk Atasi Stunting
LSM/Figur
Langkah Membumi Ecoground 2025, Gaya Hidup Sadar Lingkungan Bisa Dimulai dari Ruang Publik
Langkah Membumi Ecoground 2025, Gaya Hidup Sadar Lingkungan Bisa Dimulai dari Ruang Publik
Swasta
Target Swasembada Garam 2027, KKP Tetap Impor jika Produksi Tak Cukup
Target Swasembada Garam 2027, KKP Tetap Impor jika Produksi Tak Cukup
Pemerintah
Kebijakan Mitigasi Iklim di Indonesia DInilai Pinggirkan Peran Perempuan Akar Rumput
Kebijakan Mitigasi Iklim di Indonesia DInilai Pinggirkan Peran Perempuan Akar Rumput
LSM/Figur
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
Pemerintah
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
LSM/Figur
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Pemerintah
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Swasta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau