Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Tersembunyi Perubahan Iklim, Bikin Nutrisi Makanan Turun

Kompas.com, 10 Juli 2025, 18:03 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Penelitian awal mengindikasikan bahwa perubahan iklim, khususnya peningkatan CO2 dan suhu panas, membuat makanan yang kita makan jadi kurang bergizi. Ini adalah ancaman serius bagi kesehatan kita di masa depan.

Selama ini, para peneliti lebih fokus pada seberapa banyak makanan yang dihasilkan di tengah perubahan iklim.

Tapi, penelitian terbaru ini, seperti yang diungkapkan Jiata Ugwah Ekele, mahasiswa Ph.D. di Liverpool John Moores University, Inggris, mengalihkan perhatian ke hal yang lebih penting: apakah makanan yang dipanen itu masih bergizi, bukan cuma soal jumlahnya. Karena percuma banyak kalau gizinya kurang.

Dampak perubahan iklim yang sedang berlangsung diperkirakan akan sangat merusak dan tidak bisa diperbaiki pada tanaman di seluruh dunia.

Penelitian ini pun secara spesifik melihat bagaimana gabungan antara peningkatan CO2 dan suhu panas akibat perubahan iklim dapat mengurangi nilai gizi makanan yang kita tanam.

Baca juga: Sistem Pangan Berkelanjutan Punya 3 Hambatan, Salah Satunya Makanan Murah

"Perubahan lingkungan ini dapat memengaruhi segalanya, mulai dari fotosintesis dan laju pertumbuhan hingga sintesis dan penyimpanan nutrisi dalam tanaman," kata Ekele, dikutip dari Phys, Kamis (10/7/2025).

"Sangat penting untuk memahami dampak-dampak tersebut sehingga kita dapat memprediksi dengan lebih baik bagaimana perubahan iklim akan membentuk lanskap nutrisi pangan kita dan upaya untuk memitigasi dampak-dampak itu," terangnya lagi.

Studi ini berfokus pada sayuran berdaun populer, termasuk kangkung, arugula, dan bayam.

Tanaman kemudian ditanam di ruang pertumbuhan yang terkontrol lingkungannya di Universitas Liverpool John Moores, dan tingkat CO2 serta suhu diubah untuk menyimulasikan skenario iklim masa depan yang diprediksi di Inggris.

Setelah tanaman ditanam dalam kondisi perubahan iklim, kualitas nutrisinya dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) dan profil Fluoresensi Sinar-X untuk mengukur konsentrasi gula, protein, fenolik, flavonoid, vitamin, dan antioksidan.

Hasil awal dari proyek ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar CO2 di atmosfer dapat membantu tanaman tumbuh lebih cepat dan lebih besar, tetapi tidak lebih sehat.

"Setelah beberapa waktu, tanaman menunjukkan penurunan mineral penting seperti kalsium dan senyawa antioksidan tertentu," kata Ekele.

Perubahan ini diperparah oleh peningkatan suhu.

"Interaksi antara CO2 dan stres panas memiliki efek yang kompleks. Tanaman tidak tumbuh sebesar atau secepat sebelumnya dan penurunan kualitas nutrisi semakin intensif," papar Ekele.

Peneliti juga menemukan tanaman yang berbeda merespons secara berbeda terhadap stresor perubahan iklim ini, dengan beberapa spesies bereaksi lebih intens daripada yang lain.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau