Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 12 Oktober 2025, 08:05 WIB
HTRMN,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

SOROWAKO, KOMPAS.com — Semilir angin pagi menyapu perbukitan Sorowako. Di balik gemuruh mesin tambang nikel yang telah beroperasi lebih dari 50 tahun, ada cerita lain yang lebih senyap tapi tak kalah penting.

Cerita tentang perusahaan pertambangan membuktikan bahwa industri ekstraktif dapat berjalan beriringan dengan pelestarian alam.

PT Vale Indonesia Tbk, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menunjukkan komitmen nyata terhadap keberlanjutan lingkungan melalui berbagai inisiatif inovatif.

Dari hutan reklamasi yang kembali rimbun, teknologi pengolahan air tambang yang canggih, hingga pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi sirkular, Vale membuktikan bahwa pertambangan bertanggung jawab bukan sekadar wacana.

Baca juga: 19 Tahun Perjalanan Himalaya Hill, dari Lahan Tambang Tandus Jadi Arboretum Hijau

Daftar jenis pohon di Arboretum Himalaya Hill menunjukkan koleksi flora lokal dan endemik hasil reklamasi PT Vale Indonesia bersama lembaga riset dan pemerintah.KOMPAS.com/HOTRIA MARIANA Daftar jenis pohon di Arboretum Himalaya Hill menunjukkan koleksi flora lokal dan endemik hasil reklamasi PT Vale Indonesia bersama lembaga riset dan pemerintah.

Dari tandus menjadi hutan lebat

Perjalanan transformasi paling nyata terlihat di Himalaya Hill. Kawasan seluas 31,04 hektare yang kini hijau dan asri ini dulunya adalah lahan bekas tambang yang gersang dan tandus.

Dimulai pada 2004 dengan puncak penanaman pada 2006, kini setelah hampir 19 tahun, kawasan tersebut telah berubah menjadi arboretum yang matang dan lestari.

Senior Vice President PT Vale Indonesia Iqbal menjelaskan, keberhasilan reklamasi di Himalaya Hill sudah mencapai tahap di mana siklus ekologi berjalan mandiri.

"Kami sudah melakukan, misalnya siklus hidup yang mandiri, dibuktikan dengan adanya anakan yang memang tumbuh secara mandiri," ujar Iqbal.

Baca juga: Melihat Upaya Konservasi Tanaman dan Fauna Endemik Sulawesi di Taman Kehati Sawerigading Wallacea

Ia melanjutkan, parameter keberhasilan reklamasi dapat dilihat dari kehadiran tumbuhan dasar, anakan pohon yang tumbuh alami, serta fauna yang mulai kembali ke kawasan tersebut.

"Ini menunjukkan secara ekologi area reklamasi ini sudah bisa berfungsi minimal mendekati kondisi alaminya," kata Iqbal.

Di Himalaya Hill, tiga strata vegetasi telah terbentuk sempurna. Lapisan bawah berupa pakis dan tumbuhan dasar, lapisan tengah terdiri dari perdu, sementara lapisan atas adalah pohon-pohon tinggi yang menciptakan kanopi lebat dengan tutupan tajuk lebih dari 60 persen.

Kehadiran pohon eboni, salah satu spesies endemik Sulawesi yang terancam punah, menjadi fokus khusus konservasi Vale. Sejak 2006, perusahaan telah menanam lebih dari 80.000 bibit eboni di area reklamasi.

Baca juga: PT Vale Indonesia Sabet Lestari Award 2025 untuk Program Kehati Lutim Bersinergi

Tidak hanya flora, fauna endemik seperti monyet butung (Macaca ocreata), Kangkareng Sulawesi, hingga Elang Pular Sulawesi juga telah kembali menghuni kawasan ini.

Area Shade House di Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) Sawerigading Wallacea milik PT Vale Indonesia. Taman ini sendiri berfungsi sebagai laboratorium hidup yang mengintegrasikan konservasi, edukasi, dan rekreasi.KOMPAS.com/HOTRIA MARIANA Area Shade House di Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) Sawerigading Wallacea milik PT Vale Indonesia. Taman ini sendiri berfungsi sebagai laboratorium hidup yang mengintegrasikan konservasi, edukasi, dan rekreasi.

Pusat konservasi terpadu

Komitmen konservasi Vale semakin nyata dengan kehadiran Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) Sawerigading Wallacea. Taman seluas 71,8 hektare yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2023 ini berfungsi sebagai laboratorium hidup yang mengintegrasikan konservasi, edukasi, dan rekreasi.

Di jantung taman terdapat fasilitas pembibitan (nursery) modern yang mampu memproduksi hingga 750.000 bibit per tahun. Bibit-bibit ini kemudian ditanam kembali di lahan-lahan reklamasi pascatambang.

Di taman ini juga dilakukan konservasi terhadap 74 jenis tanaman lokal dan endemik, serta 18 jenis tanaman pionir.

Baca juga: Vale Indonesia Ubah Limbah Nikel Jadi Berkah lewat Inisiatif Sirkular

Berbagai inovasi pun lahir di Taman Kehati Sawerigading Wallacea. Salah satunya, misting system (pengkabutan otomatis) di greenhouse yang mampu menjaga kelembapan dan suhu tanaman secara efisien.

Ada pula coco grow, metode tanam menggunakan serabut kelapa yang disiram air kelapa. Metode ini terbukti mampu mempercepat perakaran dari sekitar 1 bulan menjadi 2-3 minggu.

Selanjutnya, ada penggunaan pupuk organik cair berbahan Hydrilla, gulma air yang tumbuh masif di danau. Selain mampu mengurangi populasi gulma, inovasi ini juga mampu menghemat biaya produksi kompos.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau