JAKARTA, KOMPAS.com – Sejak 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui program Sustainable Development Goals atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) memiliki agenda pencapaian pembangunan dunia untuk menyejahterakan seluruh lapisan masyarakat.
Namun, kehadiran pandemi Covid-19 di awal dekade ini mengancam tujuan tersebut. Pasalnya, pandemi membawa dampak besar di berbagai sektor, termasuk sektor ekonomi dan sosial.
Dalam keterangan resmi, PBB menyatakan dampak pandemi Covid-19 diperkirakan mempengaruhi semua segmen populasi, khususnya merugikan anggota kelompok sosial yang paling rentan, seperti orang yang hidup dalam situasi kemiskinan, orang lanjut usia, penyandang cacat, pemuda, dan indigenous people.
Jika tidak ditangani dengan tepat, krisis sosial yang diciptakan oleh pandemi Covid-19 dapat meningkatkan ketidaksetaraan, pengecualian, diskriminasi, serta pengangguran global dalam jangka menengah dan panjang.
Baca juga: Antisipasi Swasta Tangani Kebakaran Hutan dan Lahan di Tengah Pandemi Corona
Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) menyadari hal tersebut dan segera mendorong semua elemen untuk saling bersinergi mewujudkan pemerataan sosial.
Chairman IBCSD Sihol Aritonang menyatakan, untuk mencapai SDGs dengan berpegang pada prinsip “No One Left Behind”, sektor bisnis memiliki peran yang sangat penting dalam memenuhi pemberdayaan masyarakat dan pemerataan sosial.
Hal tersebut Sihol sampaikan pada IBCSD Web Series bertema “NO ONE LEFT BEHIND, Private Sector and Government Synergy for Social Welfare”, Kamis, (9/7/2020).
Di era new normal ini, menurut Sihol, kepemimpinan dan aksi kolektif sektor bisnis sangat dibutuhkan dalam pemulihan dampak sosial mengingat sejumlah kelebihan yang bisa ditonjolkan seperti penciptaan lapangan kerja serta pengembangan teknologi, inovasi, dan investasi.
Sektor bisnis juga dapat berperan untuk mengatasi dampak negatif pada lingkungan serta sosial melalui rantai nilai dan rantai pasok operasi bisnis masing-masing.
”Tujuan global ’No One Left Behind’ dapat tercapai apabila semua pihak termasuk sektor swasta berkontribusi untuk meraih tujuan SDGs. IBCSD akan terus berkolaborasi dan memohon arahan pemerintah, termasuk Kementerian Sosial (Kemensos) dan Bappenas, agar bisa terus berperan aktif dalam memajukan agenda global dan mendorong pemerataan sosial,” ujar Sihol.
”No One Left Behind”, lanjut Sihol, juga mengandung arti bagaimana menjangkau semua elemen masyarakat agar mendapatkan kesempatan pemberdayaan.
Untuk itu, pada akhir 2019, IBCSD meluncurkan buku berjudul Private Sector Contribution to Achieve SDGs in Indonesia. Buku tersebut berisi paparan best practices dari sektor swasta dalam pencapaian 17 tujuan SDGs.
”Sebagai contoh, salah satu anggota IBCSD, BNI, menjalankan program ’Ayo Menabung dengan Sampah’ untuk memberdayakan para pemulung dan mengatasi permasalahan limbah plastik. Ini akan berdampak pada tujuan nomor satu, yaitu no poverty atau tanpa kemiskinan,” ujar Sihol.
Kemudian, ada pula kontribusi dari PT Ewindo yang memperhatikan kesuksesan petani dalam penjualan hasil produksi pertanian mereka. Inisiatif ini mendukung pencapapaian tujuan SDGs nomor dua, yakni no hunger atau tanpa kelaparan.
”Selain itu, anggota IBCSD lainnya, APRIL Group, memiliki program Fire Free Village yang menekankan pada pencegahan kebakaran lahan dan hutan di Riau untuk mencapai tujuan SDGs nomor tiga, good health and well being,” ungkap Sihol.
Ada juga program School Improvement dari APRIL Group yang bertujuan memperbaiki kualitas dan infrastruktur sekolah dalam mencapai goal SDGs nomor empat, quality education.
Anggota IBCSD lainnya, L'Oreal Indonesia, pun telah mengembangkan 11 pusat pelatihan make up yang tersebar di beberapa daerah guna mendukung peningkatan pendapatan kelompok perempuan. Ini berdampak pada pencapaian tujuan nomor lima, gender equality atau kesetaraan gender.
”Dari semua capaian-capaian tersebut, kami melihat ada satu kesamaan atau satu benang merah dari program-program yang diadakan berbagai perusahaan, yaitu mendukung moto 'No One Left Behind' demi kesejahteraan sosial Indonesia,” jelas Sihol.
Dalam mencapai SDGs di Indonesia, sektor swasta tentu tidak bisa berdiri sendiri. Perlu adanya sinergi dengan pemerintah untuk dapat merealisasikan agenda dunia tersebut pada 2030 nanti.
Dalam hal ini, Kemensos memiliki peran dalam progam-program yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial.
Menteri Sosial Juliari Batubara pada kesempatan yang sama mengatakan, kolaborasi antara bisnis dan pemerintah dapat dilakukan melalui dukungan terhadap strategi penanggulangan kemiskinan.
“Pemerintah Indonesia telah menyiapkan kerangka kebijakan yang mendukung adanya kemitraan pemerintah dan swasta dalam penyaluran bantuan sosial,” ujar Juliari dalam pidato kuncinya.
Baca juga: Bahu-membahu Lindungi Tenaga Kesehatan Indonesia
Pemerintah, lanjut Juliari, juga memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada berbagai pihak untuk berperan serta dalam mendukung penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Peran serta tersebut dibutuhkan karena tidak semua masalah kesejahteraan sosial mampu dipenuhi oleh satu elemen saja. Hal ini pun ditujukan untuk percepatan penurunan angka kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan penduduk.
Sementara itu, dengan penerbitan Permensos Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tanggung Jawab Badan Usaha dalam Penyelenggara Kesejahteraan Sosial, badan usaha dapat melaksanakan praktik corporate social responsibility (CSR) guna menyelesaikan tujuh masalah kesejahteraan sosial.
“Tujuh prioritas tersebut di antaranya kemiskinan, keterpencilan, kebencanaan, disabilitas, ketunaan dan penyimpangan perilaku, korban kekerasan, eksploitasi, serta diskriminasi,” terang Mensos.
Pada akhirnya, kunci untuk mencapai tujuan kesejahteraan sosial masyarakat tersebut adalah program-program sosial yang saling berkesinambungan antara semua sektor dalam negeri, baik itu pihak swasta maupun pemerintah Indonesia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya