JAKARTA, KOMPAS.com – Kalian punya passion di bidang fesyen dan bingung bagaimana memulai usaha di industri fesyen? Tenang, Jakarta Fashion Hub (JFH) adalah solusinya.
JFH baru dibuka secara resmi pada Selasa (18/8/2020). Di sini, para pegiat fesyen bisa menyalurkan kreativitas dalam merancang, mendesain, hingga menciptakan karya busana dengan memanfaatkan berbagai fasilitas yang lengkap tersedia.
Bertempat di Gedung Tanoto Foundation lantai 7, Jalan Teluk Betung nomor 33, Jakarta Pusat, JFH merupakan ruang kolaboratif yang diinisiasi oleh Asia Pacific Rayon (APR). Di tempat ini, para pelaku industri fesyen bisa saling bertemu dan mendorong pertumbuhan industri tekstil dan fesyen Indonesia.
Di JFH, pegiat mode dapat menggunakan co-working space, area workshop, studio foto, dan mini-store yang bisa dipakai untuk menampung kreasi para desainer.
Demi mendukung industri tekstil yang berkelanjutan, JFH juga menyediakan beragam pilihan kain dengan motif menarik, khususnya yang berbahan dasar viscose-rayon dari APR.
Baca juga: Platform Ini Mudahkan Brand Berjualan Secara Online
“Kami harap JFH dapat menjadi pusat bagi para fashion enthusiast, mulai dari mahasiswa, desainer, hingga pemilik bisnis fesyen untuk terus menggali potensi dan mengembangkan ide-ide kreatif dalam menciptakan produk mode asli buatan Indonesia yang mendunia. Sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo dalam mendorong #BanggaBuatanIndonesia,” ujar Direktur APR Basrie Kamba saat memberikan sambutan dalam peresmian JFH yang berlangsung secara virtual.
Hal yang tak kalah penting, lanjut Basrie, ialah harapan agar tempat ini dapat mendorong geliat industri fesyen dalam negeri, terutama di tengah masa pandemi.
Sebagai informasi, selama pandemi, JFH menerapkan protokol kesehatan untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pengunjung yang ingin berkarya. Setiap pengunjung akan dicek suhu tubuhnya, mewajibkan penggunaan masker, memberlakukan pembatasan jarak, dan menyediakan hand sanitizer.
Bagi Anda yang ingin mengunjungi JFH, silakan mengakses informasi pada akun Instagram @JakartaFashionHub. Hingga akhir tahun ini, JFH menggratiskan membership fee bagi para pegiat mode yang ingin berkarya di tempat ini.
Peresmian JFH juga dimeriahkan dengan webinar series Everything Indonesia ketiga bertema “How To Make Your Own Fashion Label #BanggaBuatanIndonesia”.
Dalam webinar itu, bahasan mengenai strategi dan upaya memperkuat daya saing label produk tekstil dan fesyen Indonesia dikupas tuntas.
Berbagai gagasan dan masukan dilontarkan para pakar dan pelaku fesyen Indonesia, yakni Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Elis Masitoh, Founder BIN House Josephine Komara (Obin), Owner IKAT Indonesia Didiet Maulana, Co-Founder Danjyo Hiyoji Dana Maulana, serta CEO The Bespoke Fashion (TBF) Consultant Melinda Babyanna.
Dalam kesempatan itu, Elis Masitoh mengatakan, pertumbuhan label atau brand karya anak bangsa masih lemah sehingga pasar dalam negeri masih dikuasai label internasional.
Terlebih, masih banyak anggapan negatif terhadap kualitas brand lokal dan konektivitas antarsektor juga belum terjalin dengan baik.
Baca juga: Meraba Tren Fesyen 2020 dari Koleksi para Desainer Indonesia
Padahal, lanjutnya, Indonesia memiliki semua aspek dalam mendorong industri kreatif tersebut, mulai dari bahan mentah hingga sumber daya manusia (SDM) yang kreatif.
“Kami menginginkan konsep integrasi antara pemerintah, industri, desainer, asosiasi atau komunitas, dan media yang bekerja sama dalam satu fondasi. Kemudian, didukung oleh promosi dan desain serta jasa servis pengantaran yang bagus,” jelas Elis.
Elis pun memberikan strategi agar label lokal dapat bangkit dan bertahan di pasar dalam negeri. Selain berkolaborasi, menurutnya, para pelaku industri fesyen Tanah Air juga harus jeli melihat ceruk bisnis yang belum digarap label-label besar.
Dalam menentukan ceruk bisnis tersebut, berdasarkan pengalaman Didiet Maulana, riset sangat penting sebelum memulai bisnis fesyen. Setelah itu, tentukan target pasar, harga, strategi marketing, dan desain produknya.
“Hal yang tak kalah penting juga adalah (pemilihan) bahan karena ada beberapa brand yang terlihat di foto kece banget, tapi setelah barangnya saya beli untuk dipakai (ternyata) enggak banget. Jangan sampai orang belanja brand kita hanya sebagai first time buyer, tapi (upayakan) dia harus repeat terus,” sambung Didiet.
Sementara itu, Obin menambahkan, inovasi juga sangat dibutuhkan agar sebuah brand dapat terus bertahan dan diterima konsumen.
“Desainer Indonesia perlu banyak melakukan uji coba dan eksperimen untuk menemukan sesuatu yang baru. Kemudian, harus ada kurasi atau dapat menempatkan produknya dengan produk-produk yang lain,” ujar Obin.
Kemudian, Dana Maulana menyarankan hal yang tak kalah penting dalam membangun label fesyen, yakni menentukan arah dan tujuan bisnis menuju idealis atau realistis.
Baca juga: Nusantara Fashion Festival Jadi Panggung untuk Merek Lokal
“Menurut aku, lebih kepada kita maksimalkan semua yang kita punya dulu saja. Karena kalau kita terlalu ambisius dan ekspektasi terlalu besar, justru enggak bakal terbangun (bisnisnya),” kata Dana.
Hal senada juga disampaikan oleh Melinda Babyanna. Meski begitu, konsultan bisnis fesyen tersebut menyarankan agar para desainer pemula memfokuskan anggaran atau budget untuk membangun produk.
“Kadang-kadang banyak yang melupakan business plan sehingga terjadi banyak kebocoran-kebocoran. Kita kasih pandangan dan perbandingan, market mana yang mau dimasukin, riset target market mana, dan pasar mana. Jadi, kita (sebagai desainer) harus dapat size (segmen produknya) mau di mana,” jelas Baby.
Dalam webinar tersebut, para pembicara sepakat, pelaku industri fesyen harus selalu inovatif dan bangga menggunakan buatan Indonesia. Hanya dengan cara ini, brand Indonesia bisa menjadi raja di negeri sendiri dan diminati pasar internasional.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya