JAKARTA, KOMPAS.com – Sempat tertunda penyelenggaraannya pada April lalu, pekan mode terbesar di Tanah Air, Indonesia Fashion Week (IFW) 2020, akhirnya akan digelar pada 14-15 November mendatang secara virtual.
Ketua Umum Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) sekaligus Presiden IFW Poppy Dharsono menjelaskan, pandemi Covid-19 tidak menjadi penghalang penyelenggaraan IFW 2020 yang pada tahun ini mengambil tema budaya khas Kalimantan lewat "Treasure of the Magnificent Borneo".
Menurutnya, dalam keadaan pandemi, semua kegiatan fesyen yang berhubungan dengan fabric textile harus didukung. Sebab, untuk membangun industri fesyen di Indonesia, harus ada kerja sama yang apik dari semua komponen.
“Kami ingin meninggalkan sejarah (sebagai bentuk) pertanggungjawaban kepada masyarakat, atas dasar itu kami ingin IFW tahun ini dilaksanakan secara virtual,” ujar Poppy pada sesi wawancara eksklusif bersama Kompas.com, Jumat (23/10/2020).
Meski virtual, IFW 2020 tetap digelar meriah dengan menghadirkan 63 desainer Indonesia yang masing-masing akan menampilkan lima koleksinya. Jakarta Fashion Hub dipilih sebagai lokasi fashion show virtual tersebut dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Berlokasi di Jalan Teluk Betung No. 33 Jakarta Pusat, Jakarta Fashion Hub dipilih karena memiliki fasilitas lengkap sebagai sebuah ruang kolaboratif bagi para fashion enthusiast, desainer, hingga pemilik bisnis fesyen untuk terus menggali potensi dan mengembangkan ide-ide kreatif dalam menciptakan produk mode asli buatan Indonesia.
“JFH menjadi salah satu pusatnya (hub) fesyen di Jakarta dan saya juga appreciate karena tempatnya berada di tengah kota,” jelas Poppy.
Diresmikan pada Agustus lalu, JFH diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri fesyen dan tekstil yang berkelanjutan di Indonesia. Berbagai fasilitas ditawarkan ruang kreatif yang diinisiasi oleh Asia Pacific Rayon (APR) ini untuk mendorong kreativitas para penggiat mode berupa ruang diskusi, workshop, area pameran, area serbaguna, dan studio foto.
“Beruntung kami mendapat dukungan dari APR. Dalam keadaan pandemi, semua kegiatan fesyen memang harus didukung dan perlu kerja sama dengan berbagai pihak,” ujar Poppy.
Dalam pagelaran nanti, Poppy juga akan memamerkan 5 koleksi sustainable fashion yang dibuat langsung olehnya dengan sentuhan budaya Kalimantan. Bahan baku koleksi ini menggunakan bahan viscose-rayon yang diproduksi APR.
Sebagai informasi, APR merupakan produsen serat rayon berkelanjutan yang operasionalnya diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada awal tahun 2020.
Produk serat rayon yang dihasilkan APR mendukung tren sustainable fashion karena sifatnya yang dapat diperbaharui, mudah terurai dengan bahan baku yang berasal dari pengelolaan hutan lestari, dan bertanggung jawab.
“Bila berbicara sustainable, fashion bukan hanya dari segi pewarnaan alam saja yang harus diperhatikan, melainkan juga bahan yang digunakan. Dalam hal ini, kami memanfaatkan viscose-rayon (produksi APR),” ujar Poppy.
Poppy mengakui kembali diangkatnya budaya Kalimantan dalam penyelenggaraan IFW 2020 karena dorongan untuk lebih mempromosikan fesyen yang terinspirasi dari tanah Borneo.
Menurut Poppy, tiga suku asli dari Kalimantan, yaitu Banjar, Dayak, dan Kutai, menjadi daya tarik tersendiri bagi para desainer untuk mengekspresikan kreativitas ke dalam karya fesyen.
“Bertahun-tahun kami fokus kepada (busana) Sumatera, seperti jumputan, tapis, dan songket, atau Jawa seperti batik dan ikat. Lalu, Bali dan NTT, tapi sepertinya Kalimantan ini jarang dilihat. Jadi, dua tahun penyelenggaran IFW, kami ingin menggarap budaya Kalimantan karena ketiga suku ini memiliki keunikan di dalam budayanya. Mereka bisa bersatu dan ketiganya memiliki hasil seni yang berbeda-beda,” jelas Poppy.
Pagelaran seni, bagi Poppy, juga merupakan ajang untuk mendorong pengembangan masyarakat dan usaha kecil dan menengah (UMKM) dalam bersama-sama mengembangkan bisnis kreatif di Indonesia.
Baginya, IFW tidak hanya wadah untuk memperkenalkan industri fesyen dari brand-brand lokal yang menjunjung budaya asli Indonesia, tapi juga sebagai solusi bagi para pengrajin dan UMKM agar tetap bisa bertahan di situasi saat ini.
“Kami juga menggandeng salah satu lembaga swadaya masyarakat (NGO) bernama Handep. Mereka membantu perempuan suku Dayak berkreasi membuat berbagai kerajinan tangan. Inilah yang harus didukung agar bisa dikenalkan ke masyarakat luas,” ujarnya.
Tak hanya itu, Poppy mengatakan situasi pandemi saat ini menjadi bentuk pembuktian bagi para UMKM di bidang mode untuk beradaptasi dan menghadirkan terobosan baru yang relevan dengan situasi saat ini.
“Meskipun pandemi, spirit atau etos kreativitas para pengrajin harus tetap terjaga dan harus diekspresikan kepada masyarakat. Dunia akan banyak berubah dan ini menjadi sebuah challenge buat kami sehingga siap menghadapi dan mudah beradaptasi terhadap kebiasaan baru,” terangnya.
Poppy mencontohkan, saat ini digitalisasi sudah di depan mata. Berjualan online bagi UMKM pun merupakan sebuah keniscayaan agar tetap bertahan.
Oleh karena itu, pihaknya bekerja sama dengan marketplace untuk mendukung para pengrajin mode menjual karyanya secara online.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya