KOMPAS.com – Pola makan berkelanjutan saat ini mulai sering dibicarakan. Berbeda dengan diet, pola makan ini merupakan bagian dari gaya hidup berkelanjutan yang menekankan kontribusi manusia untuk lingkungan, dengan mengurangi emisi karbon dan sampah.
Pola makan berkelanjutan semakin sering dikampanyekan sejumlah organisasi dan komunitas nirlaba sebab saat ini jumlah sampah makanan di dunia, terutama di Indonesia, masih tinggi.
Menteri PPN/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, pada bulan Juni tahun ini pernah menyebut sampah makanan yang terbuang atau food loss and waste di tanah air jumlahnya mencapai 23 hingga 48 juta ton per tahun sepanjang tahun 2000-2019.
Jumlah sampah makanan yang dikatakan Suharso itu sama dengan 115 hingga 184 kg sampah makanan per kapita per tahun.
PR Manager Zero Waaste Indonesia, Fildzah Amalia, menerangkan ada sejumlah penyebab yang membuat jumlah sampah makanan di Indonesia masih tinggi.
Baca juga: Sampah Makanan di Indonesia Jadi Permasalahan Serius
Salah satunya karena masyarakat tidak mempertimbangkan bahan makanan yang dibeli saat berbelanja.
Alhasil, ketika masuk ke swalayan atau toko, orang-orang terbiasa mengambil bahan makanan yang diinginkan tanpa memperhitungkan porsi kebutuhan makan di rumah.
Hal ini membuat bahan makanan yang dibeli jumlahnya berlebihan dan hanya disimpan di dalam kulkas yang pada akhirnya akan membusuk dan dibuang begitu saja ke tempat sampah.
“Sisa dari kegiatan kita sebagai manusia seharusnya tidak begitu saja berakhir di tempat sampah, Limbah sisa makanan itu memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan,” ujar Fildzah dalam peluncuran kampanye MAKE IT LAST (Taste) yang digelar Electrolux Indonesia, Selasa (30/11/2021), melalui Zoom.
Ia menambahkan, usaha untuk mengurangi sampah makanan di Indonesia dapat dimulai dari pemahaman sederhana kepada masyarakat bahwa pola makan berkelanjutan memberi dampak baik bagi manusia dan bumi.
Baca juga: Kurangi Sampah Makanan dengan Kebiasaan Masak Sendiri
Khusus untuk pola makan berkelanjutan, Fildzah menyebut hal ini dapat dimulai dengan menambah sayuran dan buah-buahan dalam porsi makan setiap hari.
Selain menjadi cara agar sayuran dan buah-buahan tidak berakhir sia-sia di tempat sampah karena tidak termakan, rutin memakan sayuran dan buah-buahan juga membuat tubuh sehat dan penuh nutrisi.
“Ironisnya sayuran dan buah-buahan adalah dua bahan makanan yang paling sering terbuang, dari sebelum ditanam sampai distribusi dan tiba ke piring kita. Itu terbuangnya banyak sekali,” kata Fildzah.
“Padahal, 90 persen lebih orang Indonesia di atas usia 5 tahun masih kekurangan nutrisi dari sayuran dan buah-buahan. Sangat ironis karena sayuran dan buah-buahan terbuang padahal kita membutuhkannya,” tambahnya.
Baca juga: 5 Tanda Anak Mengalami Kekurangan Nutrisi
Marketing Head Electrolux Indonesia Peggy Anastasia, mengatakan cara menyimpan bahan makanan juga penting diketahui agar tidak ada makanan yang terbuang karena busuk atau basi.
Dia menerangkan sebaiknya sayuran atau buah-buahan yang baru saja dibeli tidak dicampur dengan bahan makanan lain yang sudah disimpan lama di kulkas. Tujuannya, agar sayuran dan buah-buahan tidak mudah busuk.
Selain itu, menyimpan makanan yang benar juga dapat dilakukan dengan membeli kulkas dan peralatan masak yang mampu menjaga kualitas bahan makanan tetap fresh dan bercita rasa tinggi saat diolah.
"Pada kulkas buatan Elextrolux telah dilengkapi dengan Crisper TasteLockPlus yang berguna untuk menciptakan lingkungan tertutup dan lembab agar mengunci rasa dan nutrisi lebih lama sehingga sayuran dan buah-buahan tetap segar dan penuh rasa hingga 7 hari," katanya.
Baca juga: Ketahui Suhu Kulkas yang Ideal untuk Menjaga Makanan Tetap Awet
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya