Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sampah Makanan Indonesia Tembus 16,3 Juta Ton Per Tahun, Ini Kata Pakar UGM

Kompas.com, 31 Agustus 2022, 09:15 WIB
Sandra Desi Caesaria

Penulis

Sumber UGM

KOMPAS.com - Sampah makanan di Indonesia termasuk tinggi hingga per tahunnya bisa dihasilkan sampah sebesar 16,3 juta ton.

Sampah makanan yang paling banyak ditemukan adalah beras. Padahal, masa tumbuh padi selama 3-4 bulan dan setelah dipanen masih melalui proses yang panjang.

Terlalu banyaknya sampah makanan, bisa mengancam krisis pangan dan ditambah kedepan ada angka kelahiran yang terus maka harus segera dicari solusi.

Pada tahun 2021 lalu, Agensi United Nation untuk pangan, Food and Agriculture Organization (FAO), mengatakan bahwa pada tahun 2050 nanti jumlah penduduk dunia diperkirakan akan tembus 10 miliar.

Baca juga: GeNose Siap Dipasarkan ke-4 Negara, Sudah Publikasi 2 Jurnal Internasional

Untuk mengimbangi jumlah penduduk yang besar, maka produksi pangan dunia harus naik setidaknya 70 persen. Artinya, jika produksi pangan tidak naik, maka krisis pangan tidak akan dapat dihindari. Sudah krisis pangan, masih ada kebiasaan membuang sampah makanan.

Disisi lain, Indonesia juga ikut menambah jumlah penduduk kedepannya. Hal ini diungkap oleh Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional RI, Nyoto Suwignyo.

Saat ia mengisi acara seminar bertema ‘Peluang dan Tantangan Pengendalian Kerawanan Pangan Indonesia’ di Universitas Gadjah Mada (UGM) ia memaparkan fakta sampah makanan di Indonesia

Nyoto Suwignyo mengungkapkan lebih kurang ada 59,8 kg makanan perkapita pertahun yang terbuang sia-sia.

Dimana dari 59,8 kg perkapita tersebut, 28 kg bersumber dari rumah tangga dan 31,8 kg lainnya dari non rumah tangga.

Baca juga: Inovasi Vaksin Covid 19, Tim UB Membuat Vaksin dari Bakteri Ini

Lalu, jika dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 273 juta, maka total sampah makanan yang dihasilkan Indonesia setiap tahunnya mencapai 16,3 juta ton.

“Padahal satu butir padi berada pada posisi tumbuh sangat lama (dimana rata-rata 3-4 bulan) dan ternyata kemudian hanya dibuang sia-sia oleh para orang-orang yang menggunakannya dengan boros dan mengakibatkan kemubaziran dalam mengelola makanan,” tutur Nyoto Suwignyo.

Lalu jenis sampah makanan apa yang dominan di Indonesia? 

Ia mengatakan dari angka sampah makanan 59.8 kg perkapita di atas, 2,7 kg nya adalah beras, 7,3 kg adalah sayur, 5 kg adalah buah, tempe – tahu – oncom 2,8 kg, selebihnya adalah ikan, daging, dan lain-lain.

Guru Besar UGM minta masyarakat peduli terhadap ancaman krisis pangan

Guru Besar UGM dari Fakultas Geografi, Baiquni mengajak masyarakat untuk peduli dengan ancaman krisis pangan di masa depan. Prof. Baiquni mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan pangan memiliki tantangan besar.

Tantangan pertama adalah pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Prof. Baiquni menjelaskan dalam 250 tahun terakhir, jumlah penduduk dunia telah tumbuh dengan pesat dari kurang dari 1 miliar menjadi lebih kurang 7,99 miliar seperti sekarang ini.

Baca juga: Beasiswa Arab Saudi untuk Mahasiswa S2 dan S3

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau