Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/12/2020, 01:00 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

SOLO, KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 tak menghentikan langkah warga Kampung Kitiran Yosoroto RT 002/RW 008, Kelurahan Purwosari, Laweyan, Solo, Jawa Tengah untuk terus memilah sampah di rumah.

Seperti biasanya, sisa makanan dan sampah tanaman otomatis dimasukkan warga ke dalam tong kompos.

Sedangkan sampah anorganik, seperti botol, kardus, dan kertas dijadikan satu.

Sampah anorganik tersebut dikumpulkan dengan maksud untuk disetorkan ke bank sampah.

Di tengah pusaran pandemi ini, warga Kampung Kitiran tak mengalami kendala berarti dalam mengelola sampah.

Mereka hanya sempat harus menandon sampah anorganik lebih lama di rumah, yakni selama tiga bulan.

Baca juga: Jangan Asal Pakai, Kenali 7 Jenis Plastik dan Bahaya Kesehatannya

Pasalnya, pada Maret-Mei 2020, pengurus bank sampah terpaksa meliburkan aktivitas bank sampah untuk mencegah penuaran virus corona.

Baru pada Juni 2020, aktivitas bank sampah mulai dijalankan lagi dua kali sebulan, yakni setiap Sabtu pada pekan ke-2 dan ke-4.

Aktivitas bank sampah itu sekarang dilaksanakan dengan standar operasional prosedur (SOP) baru.

Di mana, warga tidak boleh lagi membuat kerumunan di lokasi bank sampah dan wajib menerapkan protokol kesehatan saat menyetorkan sampah.

Pengurus bank sampah juga harus mengenakan masker dan face shield ketika sedang melayani warga.

“Bulan Mei itu warga sudah teriak-teriak terus, ‘ayo dong buka lagi bank sampahnya dengan protokol kesehatan’. Pengurus lalu rapat dan secara cepat membuat SOP baru,” tutur Denok Marty Astuti, Penggerak Pengelolaan Sampah Mandiri Kampung Kitiran saat diwawancara Kompas.com, Jumat (18/12/2020).

Dia sangat bersyukur komitmen warga Kampung Kitiran untuk berubah tentang bagaimana mengelola sampah yang selalu menjadi masalah besar di lingkungan perkotaan tersebut masih terjaga hingga sekarang.

Denok melihat, semangat warga itu muncul juga tidak terlepas dari adanya insentif yang bisa didapat ketika bank sampah mulai dioperasikan lagi.

Pasalnya, dari sampah yang disetorkan di bank sampah, setiap warga bisa menabung Rp600.000 hingga Rp1,5 juta setiap enam bulannya.

Terlebih lagi, di masa pandemi, pengurus bank sampah Kampung Kitiran juga menyediakan kupon sembako yang bisa ditukarkan dengan sampah.

Kupon ini bisa dimanfaatkan warga yang mungkin mengalami kesulitan ekonomi akibat wabah.

“Kupon sembako bisa ditukarkan ke warung yang sudah ditunjuk. Jadi akhirnya perputaran uang ada di kampung ini saja,” jelas dia.

Denok mencatat, sedikitnya kini sudah ada 60 kepala keluarga (KK) yang aktif terdaftar sebagai nasabah bank sampah di Kampung Kitiran.

Jumlah itu lebih banyak 20 KK dibanding saat bank sampah baru dibentuk pada 17 Agustus 2017 lalu.

Tak hanya warga dari RT 002/RW 008, beberapa warga dari luar RT bahkan secara bertahap berminat mendaftar menjadi nasabah.

Baca juga: Nyata Bahayakan Anak, Rokok Diserukan Naik Harga

Ubah sampah jadi emas

Pandemi Covid-19 tak menghentikan langkah warga Kampung Kitiran Yosoroto RT 002/RW 008, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah untuk terus menjalankan bank sampah, Sabtu (12/12/2020). Untuk keamanan, warga menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.Kompas.com Pandemi Covid-19 tak menghentikan langkah warga Kampung Kitiran Yosoroto RT 002/RW 008, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah untuk terus menjalankan bank sampah, Sabtu (12/12/2020). Untuk keamanan, warga menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.

Denok bercerita, pada mulanya, tabungan dari hasil setor sampah warga di Kampung Kitiran kebanyakan hanya digunakan untuk keperluan seperti membeli sembako dan membayar listrik.

Kemudian, berjalannya waktu, di tahun ketiga berdirinya bank sampah, warga berubah pikiran.

Mulai April 2019, warga sepakat untuk mengalikan tabungan uang dari setoran sampah menjadi tabungan emas atau berinvestasi emas.

Warga saat itu menyambut baik program PT Pegadaian (Persero) memilah sampah menjadi emas.

“Banyak warga, terutama ibu-ibu yang antusias karena berpikir investasi emas itu harganya akan naik terus kan,” tutur Denok.

Karena alasan ini pula bank sampah di Kampung Kitiran kemudian diberi nama Bank Sampah Kitiran Emas

Denok membeberkan, salah satu warga di Kampung Kitiran kini bahkan sudah ada yang berhasil menabung emas hingga 13,5 gram.

Artinya, jika harga 1 gram emas sekarang ditaksir Rp1 juta, warga tersebut sudah berhasil mengumpulkan uang Rp13,5 juta dalam kurun waktu belum genap 2 tahun dari sampah.

“Moto kami sekarang adalah, ‘Sampah Kami Emas Kami’. Warga kini sudah paham, pengumpulan sampah full untuk investasi masa depan,” jelas dia.

Baca juga: Harapan Kesehatan Anak di Balik Kenaikan Harga Rokok

Tak hanya dari penyetoran sampah anorganik ke bank sampah, warga bahkan masih bisa mendapatkan insentif dari hasil pengolahan sampah organik berupa penjualan kompos cair, pupuk padat, maupun tanaman hias.

Sementara itu, Deputi Bisnis Pegadaian Area Solo, Ali Mustaat, menyatakan Pegadaian menawarkan program memilah sampah menjadi emas kepada nasabah bank sampah agar pendapatan warga makin bertambah.

Tabungan emas Pegadaian adalah layanan penitipan saldo emas yang memudahkan masyarakat untuk berinvestasi emas.

Dia berpendapat, saat terjadi kenaikan harga emas seperti saat ini, menabung emas adalah pilihan yang bijak.

Pasalnya, menabung dalam bentuk emas merupakan investasi yang paling menguntungkan dan bersifat likuid (mudah dicairkan).

Ali sangat mendukung keputusan nasabah bank sampah yang berminat menabung emas seperti yang terjadi di Kampung Kitiran.

“Dalam waktu tidak sampai setahun, warga yang rajin menyetor sampah ke bank sampah bisa saja mengumpulkan satu gram emas,” kata dia saat diwawancarai terpisah.

Ali menyebut, memiliki tabungan emas ini sangatlah mudah.

Caranya, warga cukup menyisihkan saldo awal buka rekening minimal Rp10.000 agar bisa berinvestasi 0,01 gram emas dan biaya simpanan sebesar Rp30.000 per tahun.

"Kemudian, hanya dengan menabung mulai Rp9.000-an, maka terkonversi di buku tabungannya dalam satuan gram," kata Ali.

Selain memberikan fasilitas kemudahan berinvestasi emas, Pegadaian juga dapat memberikan fasilitas bangunan untuk bank sampah hingga mesin press sampah.

Baca juga: Sering Menimbun Barang hingga Jadi Sampah, Hati-hati Hoarding Disorder

Tidak sulit membuat bank sampah

Denok melihat, program mengubah sampah menjadi emas yang sudah berjalan di Kampung Kitiran sangat mungkin sekali bisa diadopsi di tempat lain.

Menurut dia, sebenarnya jika warga sudah biasa dengan menjual sampah ke tukang rongsok, itu sama persis konsepnya dengan bank sampah.

Di mana, sampah yang berhasil dikumpulkan di bank sampah akan dijual ke pengepul pabrik daur ulang.

Maka dari itu, bisa dikatakan, prinsip bank sampah adalah menjadi perantaran warga dengan pabrik daur ulang.

Bedanya adalah bank sampah dilakukan secara komunal dan menawarkan lebih banyak manfaat dari berbagai aspek.

“Apabila sudah ada kemauan dan komitmen kuat, saya yakin bikin bank sampah bukanlah perkara yang susah,” ujar perempuan yang telah sering dimintai bantuan untuk mendampingi pembentukan bank sampah di berbagai daerah di Soloraya tersebut.

Dia pun membagikan informasi mengenai cara membuat bank sampah.

Mulanya, warga perlu membuat struktur organisasi bank sampah yang tediri dari ketua, sekretaris, checker atau penimbang, bendahara, petugas sortir, dan marketing atau penjualan.

Warga juga perlu lebih dulu menyiapkan perlengkapan, seperti timbangan, buku tabungan, buku besar tabungan nasabah, buku besar penjualan, buku kas, buku rekapitulasi, dan komposter, serta menjalin kerja sama dengan mitra pengepul sampah.

Setelah itu, pengurus bank sampah bisa menentukan jadwal operasional dan lokasi pengumpulan sampah yang sebaiknya tidak berubah-ubah.

“Kalau sudah 1-2 bulan bergerak, silakan pengurus membuat surat keputusan (SK) pembentukan sampah di kelurahan,” jelas dia.

Denok menjelaskan pentingnya membuat SK bank sampah, yakni salah satunya agar bisa mendapat dukungan dari pemerintah.

“Karena DLH (Dinas Lingkungan Hidup) punya tanggung jawab mendampingi bank sampah. SK juga bisa menjadi dokumen penting bagi pemerintah daerah untuk penilaian Adipura,” terang dia.

Denok mencatat, saat ini anggota jaringan bank sampah di wilayah Kota Solo sendiri sudah mencapai 120 bank sampah.

Dia mengetahui data tersebut karena pengurus bank sampah di Kampung Kitiran, terutama dirinya banyak dilibatkan dalam proses pendampingan pembentukan bank sampah di Kota Bengawan, baik oleh Pemkot Solo maupun permintaan langsung dari warga.

Jaringan bank sampah di Solo kini sudah menjalin relasi dengan 14 mitra pengepul pabrik daur ulang dari berbagai wilayah di Soloraya yang siap menampung atau membeli sampah dari nasabah.

Baca juga: 7 Penyakit Menular yang Rawan Menyerang di Musim Banjir

“Warga yang ingin membentuk bank sampah, tidak perlu bingung sampahnya mau dikemanakan. Untuk Soloraya, banyak pabrik daur ulang yang siap menampung sampah,” jelas dia.

Denok juga menyarankan warga untuk tidak perlu mencemaskan penyediaan tempat jika ingin membentuk bank sampah.

Dia memastikan, bank sampah bisa tetap dijalankan tanpa harus memiliki gedung besar untuk menampung sampah-sampah.

Caranya, warga tinggal menerapkan bank sampah portabel seperti yang diterapkan di Kampung Kitiran.

Di mana, sampah yang terkumpul diarahkan untuk langsung disetorkan atau diambil oleh mitra pengepul pabrik daur ulang.

“Di tempat lain berpikir kalau mau mendirikan bank sampah harus mendirikan gedung. Di Solo, kalau nunggu gedung, ya enggak jalan-jalan bank sampahnya. Wong lahan tidak ada,” tutur dia.

Oleh sebab itu, agar proses pengumpulan sampah di bank sampah tidak memakan waktu terlalu lama, Denok mendorong warga untuk bisa memilah sampah sebaik mungkin sejak di rumah.

Sebelum dibawa ke bank sampah, sampah perlu dipilah sesuai jenisnya dan dibersihkan terlebih dahulu.

Denok menyebut, di Kampung Kitiran, warga sudah bisa memilah sampah anorganik menjadi 40 jenis. 

Jumlah itu mungkin sudah terbilang banyak jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan warga di bank sampah lain di Solo.

Tapi, dia melihat sendiri, bahwa jumlah 40 masih kalah jauh dengan capaian warga di beberapa bank sampah di Kota Surabaya, Jawa Timur yang sanggup memilah sampah hingga 70 jenis.

“Misalnya, botol plastik. Kalau di tempat lain mungkin botol plastik dijadikan satu. Kalau di tempat kami sudah enggak. Tutup sendiri, badan botol sendiri, label juga sendiri. Semuanya punya harga,” jelas dia.

Baca juga: Banjir Jabodetabek, Waspadai Risiko Hipotermia pada Anak dan Lansia

Denok mencontohkan sampah lain yang sudah dikumpulkan warga Kampung Kitiran dalam bentuk terpisah, yakni gelas plastik dan kertas.

“Banyak orang mungkin mengira bagian botol plastik yang paling malah itu badannya. Ternyata bukan, yang paling mahal adalah tutupnya. Kalau gelas plastik, yang paling mahal itu ringnya. Warga sudah paham itu,” beber dia.

Sejuta manfaat bank sampah

Ketua RT 002/ RW 008, Kampung Kitiran Yosoroto, Purwosari, Moh. Zaenal Ali, menyampaikan tujuan dibangunnya bank sampah di Kampung Kitiran sebenarnya bukan bank sampah itu sendiri.

Melainkan, bank sampah adalah strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat “bersahabat” dengan sampah.

Menurut dia, bank sampah bukan hanya membawa manfaat secara ekonomi kepada warga.

Ada banyak manfaat lain yang bisa dan telah didapatkan warga dari pendirian bank sampah.

Salah satu manfaat utamanya adalah warga bisa hidup lebih sehat.

Hal ini terjadi karena pemisahan pembuangan sampah organik dan anorganik dapat menghindarkan terjadinya penumpukan sampah.

Seperti diketahui, sampah yang menumpuk bisa menjadi sarang kuman dan bakteri yang merupakan penyebab beragam penyakit.

Selain itu, kata Zainal, tumpukan sampah nyatanya dapat memicu terjadinya pencemaran udara.

Pada gilirannya, pencemaran udara bisa menimbulkan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan organ pernapasan.

Lebih jauh, dia menilai, tumpukan sampah bisa pula menimbulkan masalah pada lingkungan yang dapat berujung pada masalah kesehatan.

“Seandainya sampah tidak dipisah dan dibiarkan menumpuk, bisa dengan mudah memicu terjadinya banjir kan? Apalagi ini di tengah kota,” jelas dia.

Apabila banjir terjadi, sampah-sampah pun akan mencemari air hingga dan menyebabkan warga mudah terserang penyakit kulit.

Kontak dengan air yang tercemar tumpukan sampah juga bisa membuat warga menjadi lebih rentan menderita gangguan pencernaan dengan gejala mual, muntah, dan diare.

“Jadi pengelolaan sampah ini punya banyak manfaat kesehatan yang bisa dinikmati, mulai dari udara yang lebih segar, lingkungan bersih, dan air yang terjamin,” tutur Zainal.

Udara segar juga bisa terjadi akibat warga yang mulai gemar menanam tanaman dan tanaman tersebut bisa tumbuh dengan subur.

Dampak ini terjadi berkaitan dengan penggunaan kompos hasil dari pengolahan sampah organik warga.

Baca juga: Saat Ketua RT/RW di Solo Keroyokan Ajak Warga Daftar JKN-KIS

“Pada akhirnya, setelah punya bank sampah, warga jadi hobi menanam, melakukan pengomposan, dan memilah sampah. Yang dirasakan ya tingkat kebahagiaan kami sekarang naik. Sementara, ketika bahagia, imunitas naik, badan tetap sehat," kata dia.

Selain dari segi ekonomi dan kesehatan, pembetukan bank sampah di Kampung Kitiran juga bermanfaat dari segi sosial budaya dan keamaan.

Zainal merasakan warga semakin guyub setelah diadakan pelbagai aktivitas yang menyangkut bank sampah. Warga pun kini memiliki budaya baru, yakni mengolah sampah.

“Dari sisi pertahanan, kampung kini menjadi lebih aman karena warga saling merasa memiliki. Misalnya saja di saat pandemi ini, tanpa diminta pemerintah pun, kami sebenarnya otomatis akan melakukan program Jogo Tonggo untuk melawan penyebaran dan penularan Covid-19,” tegas dia.

Setelah tiga tahun berjibaku mengelola sampah perkotaan, Kampung Kitiran pun sekarang telah menjelma menjadi salah satu tujuan wisata berbasis pengolahan sampah dari berbagai wilayah daerah kabupaten atau kota.

“Tamu kami tahun lalu mencapai 1.200 orang lebih. Karena terjadi pandemi, jumlah tamu pada tahun ini jadi turun,” jelas dia.

Warga Kampung Kitiran Yosoroto RT 002/RW 008, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah menjamu banyak orang yang tengah berminat belajar pengelolaan sampah di kampung mereka. Foto diambil sebelum pandemi Covid-19. Warga Kampung Kitiran kini bisa menukar sampah dengan batangan emas.Kompas.com Warga Kampung Kitiran Yosoroto RT 002/RW 008, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah menjamu banyak orang yang tengah berminat belajar pengelolaan sampah di kampung mereka. Foto diambil sebelum pandemi Covid-19. Warga Kampung Kitiran kini bisa menukar sampah dengan batangan emas.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau