JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan tak segan mengenakan sanksi pidana kepada pengelola properti di kawasan Bogor jika terbukti merusak lingkungan.
Deputi Bidang Penegakan Hukum KLH, Rizal Irawan, mengungkapkan, saat ini pihaknya telah memberikan sanksi administratif terhadap delapan perusahaan yang berdiri di hulu daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung.
Perusahan tersebut merupakan unit Kerja Sama Operasi (KSO) dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2-Unit Agrowisata Gunung Mas.
"Saat ini kami menggunakan sistem multidoors, yaitu sanksi administrasi, sengketa lingkungan hidup ataupun perdata, dan juga pidana," ujar Rizal dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (18/3/2025).
Rizal menyebutkan, ada sejumlah dugaan pelanggaran lingkungan yang dilakukan PTPN. Pertama, pengelola mengabaikan peringatan dari pemerintah daerah untuk menghentikan pembangunan.
"Karena ada pengabaian dari PTPN akhirnya mulailah pembangunan. Ada 33 KSO dan beberapa yang sudah melakukan pembangunan secara masif sehingga memengaruhi lingkungan yang ada di area puncak," jelas Rizal.
Pelanggaran lainnya, PTPN memperlebar area wisata yang semula 16 hektare menjadi 39 hektare. Lalu, menambah kegiatan agrowisata yang sebelumnya sembilan menjadi 13 jenis kegiatan.
Dugaan pelanggaran selanjutnya, PTPN tidak melakukan pemantauan erosi tanah, pemantauan badan air, serta tidak mencantumkan laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan setiap enam bulan.
Baca juga: Pengelolaan Sampah Baru 39 Persen, KLH Targetkan Tuntas 2029
“Jika terbukti ada pelanggaran serius, kami akan merekomendasikan pembongkaran fasilitas dan pemulihan lahan terdampak,” papar Rizal.
Sebagai langkah awal, delapan perusahaan di hulu DAS Ciliwung, termasuk PT Jaswita Lestari Jaya, PT Eigerindo Multi Produk Industri, PT Bobobox Aset Manajemen, PT Karunia Puncak Wisata, PT Farm Nature and Rainbow, PT Pinus Foresta Indonesia, CV Mega Karya Anugrah, PT Jelajah Handal Lintasan, serta PT Perkebunan Nusantara I dan PT Sumber Sari Bumi Pakuan, dikenakan sanksi administratif paksaan pemerintah.
Mereka wajib membongkar mandiri propertinya dan memulihkan lingkungan.
Sedangkan, enam perusahaan di Sentul, yaitu PT Sentul City Tbk, PT Light Instrumenindo/Rainbow Hill Golf Club, PT Mulia Colliman International, serta Summarecon Bogor yang dikelola PT Kencana Jayaproperti Mulia, PT Kencana Jayaproperti Agung, dan PT Gunung Srimala Permai, akan menghadapi penegakan hukum pidana dan gugatan atas kerugian lingkungan hidup.
Sementara itu, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLH, Dodi Kurniawan, menyampaikan, pihaknya telah mengidentifikasi pencemaran maupun perusakan lingkungan di Hibics Fantasy Puncak milik PT Jaswita dan Eiger Adventure Land.
Investigasi yang melibatkan para ahli dari berbagai bidang mengungkap, pembangunan fasilitas wisata di area ini berkontribusi pada kerusakan lingkungan.
"Salah satu kasus mencolok adalah perubahan tutupan lahan di Hibics Fantasy Puncak yang dikelola oleh PT Jaswita Lestari Jaya," tutur Dodi.
"Awalnya merupakan perkebunan teh, lahan ini kini berubah menjadi bangunan permanen yang mengurangi daya resapan air dan meningkatkan debit runoff saat hujan," imbuh dia.
Baca juga: KLH: Hary Tanoesoedibjo Minta Penundaan Pemeriksaan terkait KEK Lido
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya