JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), menyelesaikan polemik pembakaran mahkota cenderawasih. Direktur Jenderal KSDAE, Satyawan Pudyatmoko, bertemu dengan Gubernur Papua, tokoh adat, serta lembaga kultural seperti Majelis Rakyat Papua (MRP) pada Selasa (28/10/2025) kemarin.
“Kami hadir untuk memohon arahan dari Bapak Gubernur dan para tokoh adat agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari," kata Satyawan dalam keterangannya, Rabu (29/10/2025).
Pada pertemuan tersebut, ia juga menyampaikan permintaan maaf atas peristiwa pembakaran mahkota cenderawasih yang memicu kekecewaan masyarakat Papua.
Baca juga: Kemenhut Minta Maaf soal Pemusnahan Barang Bukti Mahkota Cenderawasih
"Kami berharap adanya panduan atau kebijakan, baik dalam bentuk peraturan gubernur maupun kesepahaman bersama, sebagai pedoman bagi kami untuk bertindak lebih bijaksana dan menghormati nilai-nilai budaya masyarakat Papua,” imbuh dia.
Sementara itu, Gubernur Papua, Matius Fakhiri, mengapresiasi langkah Kemenhut dalam menyikapi persoalan itu.
“Setelah pertemuan ini, saya akan mengeluarkan Peraturan Gubernur terkait pemanfaatan nilai-nilai budaya agar menjadi pedoman bagi kita semua dalam melangkah ke depan,” ucap Matius.
Ketua Forum Adat Tabi Saireri, Ondofolo Ismael Mebri, pun mengajak masyarakat untuk menyikapi kasus pemusnahan aksesori cenderawasih dengan bijak dan mengedepankan semangat persaudaraan.
Cenderawasih, lanjut dia, adalah satwa yang dilindungi, simbol kehormatan, dan harus dibiarkan hidup berdampingan dengan manusia.
Baca juga: Populasi Burung Dunia Menyusut 61 Persen, Krisis Sudah di Depan Mata
"Ini menjadi kesempatan untuk refleksi bersama, karena tanggung jawab menjaga kehormatan dan kelestarian budaya adalah milik kita semua," tutur Ondofolo.
Sebagai informasi, pemusnahan barang bukti berupa ofset dan mahkota cenderawasih dilakukan pada 20 Oktober 2025. Satyawan sebelumnya menyatakan bahwa pemusnahan merupakan proses penegakan hukum kasus perdagangan satwa dilindungi sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 yang diubah melalui UU Nomor 32 tahun 2024 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kendati demikian, pihaknya memahami sebagian barang bukti tersebut bagian dari budaya masyarakat Papua. Kemenhut tak bermaksud menyinggung, mengabaikan nilai budaya, atau melukai hati masyarakat.
Kini, Kemenhut bersama Pemerintah Provinsi Papua, dan masyarakat adat sepakat memperkuat kerja sama dalam menjaga kelestarian alam dan nilai-nilai budaya Papua. Ketiga instansi ini berkomitmen menjadikan peristiwa tersebut sebagai pembelajaran bersama.
Selain itu, menegaskan pentingnya pemberdayaan ekonomi masyarakat terutama perempuan di Papua dengan pembinaan kreativitas serta pengembangan potensi ekonomi berbasis budaya. Tanpa mengorbankan kelestarian burung cenderawasih sebagai simbol kehidupan dan kebanggaan masyarakat Papua.
Baca juga: Paradoks Penjaga Karbon Papua
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya