Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WWF Duet Bareng KLH, Tangani Isu Pencemaran dan Perubahan Iklim

Kompas.com, 29 Oktober 2025, 10:16 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - WWF Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk penanganan isu pencemaran dan perubahan iklim melalui penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU).

Anggota Dewan Pembina WWF Indonesia, Najelaa Shihab, mengatakan kerja sama itu bertujuan memperkuat kebijakan nasional maupun aksi para pegiat lingkungan.

"Terutama dalam konteks penanganan pencemaran dan perubahan iklim," kata Najeela dalam acara A Multi-Stakeholder Dialogue: Plastic, Climate and Biodiversity Nexus Forum di Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).

Baca juga: DLH DKI: Sumber Pencemaran Sungai di Jakarta adalah Limbah Domestik

Selain itu, WWF turut menggandeng Pemerintah ProvinsIi DKI Jakarta yang fokus pada pengelolaan dan pengurangan sampah plastik. Sehingga dapat mendorong ketahanan perkotaan terhadap dampak lingkungan.

"Kerja sama ini lagi-lagi merupakan salah satu bukti bahwa kemajuan dan pemecahan masalah hanya bisa dicapai melalui kolaborasi," tutur dia.

Dalam kesempatan sama, CEO WWF Indonesia, Aditya Bayunanda, menyebut WWF telah mengkaji dampak sampah plastik terhadap keanekaragaman hayati, krisis iklim. WWF lantas menjalankan program Plastic Smart Cities.

"Melalui program ini, kami bertekad untuk mengurangi kebocoran plastik ke alam dengan cara mendukung kerja-kerja pengurangan sampah plastik melalui mitra-mitra kami," ucap Aditya.

Dia menjelaskan saat ini dunia tengah menghadapi Triple Planetary Crisis berupa pencemaran lingkungan, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Pada 2019 WWF mulai menginisiasi kampanye No Plastic in Nature, yang disusul dengan implementasi proyek Plastic Smart Cities di Indonesia dengan advokasi kebijakan dan mendorong penerapan sirkular ekonomi dalam pengelolaan sampah.

Baca juga: Menteri LH: Jakarta Belum Serius Tangani Sampah, Limbah 8.000 Ton Masuk Bantargebang

Mengadopsi prinsip ekonomi sirkular menjadi kunci untuk memutus simpul permasalahan secara bersamaan dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan Indonesia.

"Kami mendukung penuh target pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mengelola sampah plastik dan sangat mengapresiasi langkah kebijakan yang dijalankan Kementerian Lingkungan Hidup dalam penanganan sampah dan penegakan hukumnya, serta langkah inovasi mengatasi tingginya timbulan sampah saat ini," papar dia.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisal Nurofiq, menilai Triple Planetary Crisis bukan permasalahan sederhana.

"Krisis polusi plastik, perubahan iklim, dan penurunan keanekaragaman hayati membentuk satu kesatuan tantangan yang membutuhkan solusi terintegrasi dan kolaborasi," kata Hanif.

Pemerintah melalui rancangan Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) mendorong keterlibatan berbagai pihak dalam penerapan berbagai skema ekonomi hijau. Salah satunya, kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) di mana produsen mengolah sampahnya sendiri.

"EPR kita masih bersikap sukarela akhirnya sampah plastik kita tidak tertangani sama sekali. Hampir 17-20 persen sampah nasional adalah sampah plastik yang tidak bisa terurai, yang akhirnya kalau dibakar menimbulkan problem dioksin dan furan, kalau kita biarkan menimbulkan problem mikroplastik," ungkap dia.

Baca juga: Ancaman Abadi Sampah Plastik, Bertahan di Permukaan Laut Lebih dari 100 Tahun

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau