Kompas.com - 24/05/2022, 13:34 WIB
Aningtias Jatmika,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Situasi pandemi Covid-19 mendorong perubahan pola perilaku masyarakat, termasuk dalam memilih produk fesyen.

Seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (25/5/2021), penelitian McKinsey menemukan bahwa 57 persen konsumen setuju bahwa pandemi mengubah gaya hidup mereka secara signifikan. Hal ini dilakukan demi mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Tak heran, sebanyak 15 persen konsumen berharap dapat membeli produk pakaian atau fesyen berkelanjutan (sustainable fashion) yang dianggap lebih ramah lingkungan dan sosial.

Fakta itu didukung oleh laporan United Nations Environment Programme (UNEP). Laporan ini menyatakan bahwa industri fesyen yang dibuat secara masif (fast fashion) merupakan salah satu industri penyumbang emisi karbon yang signifikan.

Menurut laporan tersebut, sekitar 8-10 persen emisi karbon dunia dihasilkan oleh industri fast fashion. Angka ini lebih besar jika dibandingkan emisi buang yang dihasilkan oleh industri penerbangan dan perkapalan global sekaligus.

Fesyen berkelanjutan dinilai dapat menjadi jawaban untuk mengatasi masalah tersebut. Secara harfiah, fesyen berkelanjutan berarti aksi tanggung jawab setiap orang atau badan usaha yang terlibat dalam industri fesyen, mulai dari produsen hingga konsumen.

Dapat dikatakan bahwa fesyen berkelanjutan merupakan gerakan untuk membuat atau memilih pakaian dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial pada proses daur hidup produk.

Dari sisi produsen hingga perancang, konsep fesyen berkelanjutan dapat diterapkan dengan penggunaan sumber bahan baku yang memperhatikan dampak bagi lingkungan serta kemanusiaan dalam proses merancang dan memproduksi pakaian.

(Baca juga: Pakaian Rayon Ramah Lingkungan Curi Perhatian di Muslim Fashion Festival 2020)

Konsumen juga memiliki peran besar dalam mewujudkan konsep tersebut dengan memperhatikan produsen dari pakaian yang akan dibeli. Pastikan produsen tidak sekadar menerapkan prinsip ramah lingkungan dan bertanggung jawab saat memproduksi pakaian. Lebih dari itu, produsen juga harus memperhatikan kesejahteraan para pekerjanya.

Bahan pakaian ramah lingkungan

Konsumen juga perlu jeli dalam memilih bahan pembuat pakaian. Dengan begitu, fesyen berkelanjutan dapat diimplementasikan secara masif sehingga memberikan dampak yang optimal.

Contohnya, pakaian berbahan katun dan linen dinilai lebih ramah lingkungan karena berasal dari bahan baku alami.

Selain dua bahan tersebut, viscose atau rayon juga merupakan salah satu bahan baku pakaian yang mendukung fesyen berkelanjutan.

Serat rayon terbuat dari hasil regenerasi selulosa yang berasal dari kayu eucalyptus, akasia, pinus, dan bambu.

Tak hanya berasal dari bahan alami dan terbarukan, serat rayon yang ditanam secara berkelanjutan juga bersifat biodegradable atau mudah terurai ke tanah.

Dengan kelebihan tersebut, serat rayon dapat menjadi bahan pakaian sustainable yang telah diakui dan digunakan oleh brand-brand terkemuka dunia. untuk Salah satu brand dunia yang mengaplikasikan pakaian dari serat rayon adalah Uniqlo.

Serat viscose-rayon yang diproduksi APRAsia Pacific Rayon Serat viscose-rayon yang diproduksi APR

Bila dikenakan, pakaian serat rayon bersifat sejuk, nyaman, dan mudah menyerap warna sehingga pakaian terlihat cerah. Bahan ini juga fleksibel atau mudah dipadupadankan dengan bahan lain untuk menciptakan gaya busana yang diinginkan.

Salah satu korporasi yang memproduksi viscose rayon adalah Asia Pacific Rayon (APR) yang beoperasi di Pangkalan Kerinci, Provinsi Riau.

Dikenal sebagai produsen viscose rayon terbesar dan terintegrasi di Indonesia, APR menjamin serat rayon produksinya berasal dari sumber bertanggung jawab dan dikelola secara lestari lewat sertifikasi Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC).

Beroperasi sejak 2019, APR bahkan telah memiliki aplikasi “Follow Our Fiber” yang memberikan keleluasaan kepada konsumen untuk melacak asal mula bahan baku kain yang dipakai untuk memproduksi pakaian.

Dengan begitu, konsumen dapat memastikan sendiri bahwa serat dalam pakaian yang dikenakan telah dikelola secara lestari, legal, dan sustainable.

(Baca juga: Mendag Lutfi Lepas Produk Viscose Rayon PT APR ke Pasar Global dan Domestik)

Baru-baru ini, APR juga menerima sertifikasi OK Biodegradability Marine dari badan sertifikasi TÜV Austria Belgia.

Serangkaian pengujian intensif yang dilakukan oleh laboratorium penelitian independen Sistem Limbah Organik TÜV Austria Belgia mengonfirmasi bahwa viscose rayon yang diproduksi APR dapat terurai di lautan.

Pengujian pertama terhadap viscose rayon menunjukkan bahwa setelah empat minggu, tidak ada satu pun fragmen serat yang tersisa di lautan.

Pengujian kemudian diakhiri dengan pelaksanaan pedoman uji toksisitas dan mobilitas sesuai dengan OPPTS 850.1010 dan OECD 202. Hasilnya, serat rayon terdegradasi dan tidak memberikan efek negatif.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno bersama perwakilan Asia Pacific Rayon (APR) saat mengunjungi ruang kolaboratif yang diinisiasi APR, Jakarta Fashion Hub.Asia Pacific Rayon Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno bersama perwakilan Asia Pacific Rayon (APR) saat mengunjungi ruang kolaboratif yang diinisiasi APR, Jakarta Fashion Hub.

Sustainability Head APR Susan Slabbert mengatakan, pengujian tersebut menunjukkan bahwa viscose rayon yang diproduksi APR telah memenuhi persyaratan keselamatan lingkungan dari skema sertifikasi.

“Serat mikro yang terbuang ke air saat dicuci akan terurai dan tidak berdampak negatif terhadap biota laut,” ujar Susan.

Adapun sertifikasi OK Biodegradability Marine melengkapi sertifikasi OK Biodegradable Soil dan OK Biodegradable Water yang diperoleh APR pada awal 2021.

Komitmen APR2030

Sebagai informasi, Asia Pacific Rayon (APR) semakin mengukuhkan komitmennya dalam menjalankan bisnis yang berkelanjutan dengan meluncurkan komitmen APR2030 pada akhir 2021.

Lewat APR2030, APR berkomitmen untuk berkontribusi positif terhadap iklim, alam, manufaktur bersih, serta sirkularitas dan kemajuan yang inklusif.

APR2030 terdiri dari empat pilar utama dengan 19 target spesifik yang akan dicapai pada 2030. Target utama APR adalah memastikan bahwa 20 persen dari total hasil produksi serat viscose (VSF) terbuat dari bahan daur ulang dan mengurangi setengah dari intensitas emisi karbon per ton VSF.

APR juga berkomitmen untuk mencapai nol bersih emisi dari penggunaan lahan yang terintegrasi dengan APRIL Group, selaku pemasok yang juga afiliasi perusahaan, serta meningkatkan porsi energi bersih dan terbarukan untuk kebutuhan pabrik hingga 100 persen.

(Baca juga: Resmikan Jakarta Fashion Hub, Sandiaga Uno Apresiasi Upaya APR Dukung Sektor Fesyen Indonesia)

Bersama APRIL, APR juga berkomitmen untuk mengurangi tingkat kemiskinan ekstrem dalam radius 50 kilometer (km) dari wilayah operasionalnya. Tak hanya itu, perusahaan juga mendukung konservasi dan perlindungan habitat satwa liar di Indonesia.

Direktur APR Basrie Kamba mengatakan, pihaknya akan merintis daur ulang limbah tekstil di Indonesia, mulai dari membangun infrastruktur pengumpulan, pemilahan, dan logistik yang diperlukan hingga memastikan limbah tekstil tidak berakhir di tempat pembuangan akhir.

“Kami juga akan bermitra dengan produsen benang, kain, garmen, serta pelaku industri fesyen untuk memanfaatkan kembali sisa-sisa tekstil yang dapat didaur ulang. Kemudian, kami juga akan terus berinvestasi dalam manufaktur bersih, teknologi closed loop, dan inovasi produksi,” jelas Basrie seperti diberitakan Kontan, Kamis (25/11/2021).

Tujuan utama lainnya adalah memastikan para desainer dan konsumen dapat mengakses fesyen berkelanjutan.

Dengan demikian, kehadiran APR2030 akan semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen viscose rayon berkelanjutan sekaligus mendukung tujuan iklim global dan keanekaragaman hayati. 

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com