Cerita dari Warga Suku Togutil yang Mendapat Manfaat dari BPJS Kesehatan

Kompas.com - 27 November 2020, 15:57 WIB
ADW,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kurang lebih satu tahun lalu, Nekuaba, salah satu warga suku Togutil yang tinggal di hutan sekitar Taman Nasional Aketajawe-Lolobata, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, harus dirawat di rumah sakit akibat terluka.

Kala itu, bagian punggungnya tidak sengaja terkena jubi-jubi–tombak kecil penangkap ikan/udang–saat berburu di hutan. Ia langsung dibawa ke Puskesmas Dodaga.

“Tetapi, karena lukanya cukup dalam, akhirnya saya dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Maba,” kata Nekuaba sebagaimana diberitakan laman bpjs-kesehatan.go.id, Kamis (8/10/2020).

Nekuaba mengaku sangat khawatir dan hampir putus asa. Ia memikirkan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan di RSUD Maba pasti sangat mahal.

“Jangankan berobat, untuk biaya hidup makan saja tidak ada. Makanan semua ambil di hutan. Apalagi harus berobat keluar daerah," ungkapnya.

Untuk diketahui, kehidupan sehari-hari suku Togutil masih bergantung pada keberadaan hutan-hutan asli. Mereka bermukim secara berkelompok di sekitar sungai. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu dan bambu tanpa dinding dengan atap dari daun palem.

Kendati demikian, Nekuaba bisa bernapas lega karena ia sudah terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI). Karena itulah, sesampainya di RSUD Maba, Nekuaba dapat langsung dioperasi dan mendapatkan perawatan.

“Waktu sampai di RSUD Maba langsung dioperasi. Selama perawatan di RS, saya menggunakan kartu JKN-KIS. Jadi, tidak diminta biaya sedikit pun,” jelasnya.

Cerita serupa juga dialami Jomilera Wonda (35) yang tinggal di Kota Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua.

Berkat program JKN-KIS yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, suami Jomilera yang memiliki penyakit lambung bisa dirujuk dari RSUD Mulia ke salah satu rumah sakit di Jayapura untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

Awalnya, Jomilera mengaku bingung dengan biaya pengobatan yang harus dibayarkan di Jayapura. Namun, Kepala BPJS Kesehatan Kabupaten Puncak Jaya, Ahmad Dalim Jayamada mengarahkan dirinya untuk mendaftar sebagai peserta JKN-KIS.

“Saya diarahkan untuk mendaftar BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah daerah bagi masyarakat tidak mampu. Saya juga mendapatkan penjelasan mengenai alur pelayanan. Kami merasa sangat terbantu,” jelas Jomilera seperti diberitakan laman bpjs-kesehatan.go.id, Sabtu (12/9/2020).

Jangkau seluruh lapisan masyarakat

Kisah Nekuaba dan Jomilera di atas menjadi bukti bahwa program JKN-KIS telah menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil.

Data BPJS Kesehatan hingga 1 Oktober 2020 menunjukkan, jumlah peserta JKN-KIS telah mencapai 223,05 juta jiwa atau sekitar 83 persen dari total penduduk Indonesia.

Ilustrasi kartu BPJS KesehatanShutterstock Ilustrasi kartu BPJS Kesehatan

Di tengah pandemi Covid-19, BPJS Kesehatan pun terus berupaya untuk meningkatkan cakupan kepesertaan program JKN-KIS.

"Pandemi justru menjadi momentum untuk proteksi diri dan keluarga apabila terjadi penyakit," ujar Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf dikutip dari kontan.co.id, Jumat (30/10/2020).

Iqbal mengatakan, kepesertaan BPJS Kesehatan bersifat wajib bagi seluruh warga negara Indonesia. Di sisi lain, ia memastikan, bagi masyarakat yang masuk kriteria tidak mampu dan miskin, iuran akan dibayar oleh negara lewat skema penerima bantuan.

Untuk itu, agar masyarakat terdorong mendaftar menjadi peserta JKN-KIS, BPJS Kesehatan terus melakukan berbagai perbaikan. Salah satunya, fokus memperbaiki pelayanan yang diberikan.

Hal tersebut sejalan dengan peran BPJS Kesehatan dalam menciptakan Universal Health Coverage (UHC) di Indonesia.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), UHC merupakan kondisi setiap orang dapat memperoleh akses pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai kebutuhan, kapan pun, dan di mana pun tanpa mengalami kesulitan teknis dan kendala finansial.

Sejalan dengan semakin luas cakupan layanan BPJS Kesehatan, indeks kepuasan peserta pun turut meningkat dari tahun ke tahun.

“Sejak 2014, indeks kepuasan peserta (JKN-KIS) meningkat secara signifikan mulai dari 78,6 hingga menjadi 80,1 sesuai dengan peta jalan (roadmap) JKN-KIS,” ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dikutip dari Kompas.com, Kamis (2/6/2020).

Lebih lanjut, Fachmi menjelaskan, karena dapat membuka akses pelayanan kesehatan terjangkau dan berkualitas untuk seluruh kalangan masyarakat, pemanfaatan program JKN-KIS begitu tinggi.

Pada 2019, pemanfaatan JKN-KIS di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) mencapai 180,4 juta pemanfaatan, di poliklinik rumah sakit sebesar 84,7 juta, dan rawat inap rumah sakit 11 juta.

“Artinya, sepanjang 2019, rata-rata pemanfaatan pelayanan kesehatan per hari kalender adalah 756.515 pemanfaatan,” ujar Fachmi.

Sementara itu, total pemanfaatan sejak 2014-2019 telah mencapai 926,8 juta atau mendekati 1 miliar pemanfaatan.

Dengan berbagai capaian pemanfaatan dan cakupan yang semakin luas tersebut, program JKN-KIS diharapkan dapat semakin meningkatkan kualitas kesehatan dan hidup seluruh masyarakat Indonesia, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau