Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Perubahan Iklim Sangat Nyata, Banyak Wilayah Indonesia Tergenang Permanen

Kompas.com, 21 Agustus 2023, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Dampak perubahan iklim di Indonesia telah banyak dirasakan, khususnya di wilayah pesisir. Ada beberapa wilayah yang tergenang dan terendam secara permanen.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa di Jakarta, Senin (21/8/2023).

"Sebagai negara kepulauan, tentu perubahan iklim akan sangat signifikan berdampak di pesisir sebagaimana yang kita saksikan," kata Suharso dalam acara Dialog Nasional Antisipasi Dampak Perubahan Iklim untuk Pembangunan Indonesia Emas 2045.

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Kebakaran Hutan di Eropa Makin Ganas

"Kenaikan muka air laut akan berkisar antara 0,8-1,2 sentimeter (cm) per tahun dan sudah mulai banyak wilayah di Indonesia yang tergenang dan terendam secara permanen," sambungnya, sebagaimana dilansir Antara.

Salah satu kota yang mulai terendam ialah kota Pekalongan di Jawa Tengah.

Berdasarkan hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB), rata-rata penurunan tanah di Pekalongan sebagaimana kota-kota di Pesisir Pantai Utara Pulau Jawa sebesar 10-20 cm per tahun.

"Sekarang sedang diupayakan oleh (Kementerian) PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) untuk membuat tanggul di sana yang jebol (sehingga menyebabkan banjir rob)," ujar Suharso.

Baca juga: Selain Ancam Lingkungan, Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Infeksi dan Keracunan Makanan

Indonesia memiliki kawasan pesisir terpanjang di dunia. Panjangnya sekitar 18.000 kilometer (km).

Oleh karena itu, kenaikan permukaan air laut akan sangat berdampak terhadap masyarakat pesisir yang saat ini jumlahnya sekitar 160 juta jiwa.

"Kalau itu terjadi sesuatu, mereka harus bermigrasi mencari tempat yang lebih aman," papar Suharso.

"Dan tentu saja ini pada gilirannya berikutnya akan berpengaruh terhadap ekonomi dan akan disusul demam berdarah, malaria, pneumonia dan seterusnya," imbuhnya.

Baca juga: Perempuan Jadi Kelompok Paling Terdampak Perubahan Iklim di Indonesia

Jumlah kasus kematian untuk demam berdarah saja disebut meningkat lebih dari 25 persen dalam kurun waktu 2021-2022.

Lebih lanjut, perubahan iklim juga berpengaruh terhadap ketahanan air di sebagian besar wilayah Indonesia.

Indonesia diperkirakan akan mengalami penurunan tingkat curah hujan sekitar 1 hingga 4 persen hingga 2034.

Hal ini mengakibatkan pasokan air bersih semakin berkurang dan berpotensi menimbulkan konflik alokasi air, terutama untuk daerah yang bertumpuk antara sektor pertanian, industri, dan energi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ada 'Penumpang Gelap' di Balik Kebun Sawit yang Kepung Taman Nasional Tesso Nilo
Ada "Penumpang Gelap" di Balik Kebun Sawit yang Kepung Taman Nasional Tesso Nilo
LSM/Figur
BRIN: Bioetanol dari Aren Bisa Jawab Kebutuhan BBM Ramah Lingkungan
BRIN: Bioetanol dari Aren Bisa Jawab Kebutuhan BBM Ramah Lingkungan
Pemerintah
Analisis Global: Hak Dasar akan Lingkungan Sehat Miliaran Orang Terancam
Analisis Global: Hak Dasar akan Lingkungan Sehat Miliaran Orang Terancam
Pemerintah
Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma
Kontaminasi Cs-137 dan Keracunan MBG, BRIN Tawarkan Teknologi Plasma
LSM/Figur
Guru Besar IPB: Tumpukan Limbah Cangkang Kerang di Cilincing Ancam Ekosistem
Guru Besar IPB: Tumpukan Limbah Cangkang Kerang di Cilincing Ancam Ekosistem
Pemerintah
Personel Tambahan Dikerahkan Usai Massa Rusak Pos Tesso Nilo
Personel Tambahan Dikerahkan Usai Massa Rusak Pos Tesso Nilo
Pemerintah
Pengusaha Siap-siap meski Penerapan Deforestasi EUDR Ditunda Setahun
Pengusaha Siap-siap meski Penerapan Deforestasi EUDR Ditunda Setahun
Swasta
Studi: Bisnis Gagal Nilai Dampak Lingkungan Penggunaan AI
Studi: Bisnis Gagal Nilai Dampak Lingkungan Penggunaan AI
Pemerintah
Ekspor Produk Hasil Hutan Stagnan, Kemenhut Genjot Hilirisasi
Ekspor Produk Hasil Hutan Stagnan, Kemenhut Genjot Hilirisasi
Pemerintah
Kemenhut Akui Sulit Relokasi Warga dari Tesso Nilo karena Provokator
Kemenhut Akui Sulit Relokasi Warga dari Tesso Nilo karena Provokator
Pemerintah
Energia Prima Nusantara Catat Kapasitas Listrik dari Pembangkit EBT Capai 162 MW
Energia Prima Nusantara Catat Kapasitas Listrik dari Pembangkit EBT Capai 162 MW
Swasta
United Tractors Perkuat Perkuat Komitmen Transisi Energi dengan Optimalkan PLTM Besai Kemu
United Tractors Perkuat Perkuat Komitmen Transisi Energi dengan Optimalkan PLTM Besai Kemu
Swasta
Bukan Sekadar Musik Keras, Rock In Solo 2025 Suarakan Isu Sosial dan Lingkungan
Bukan Sekadar Musik Keras, Rock In Solo 2025 Suarakan Isu Sosial dan Lingkungan
LSM/Figur
SCG Genjot Semen Rendah Karbon, Kurangi Batu Bara, Pakai Sampah untuk Energi
SCG Genjot Semen Rendah Karbon, Kurangi Batu Bara, Pakai Sampah untuk Energi
Swasta
BJA Group Tanam 20 Juta Pohon Gamal, Transisi Energi lewat Biomassa Berkelanjutan
BJA Group Tanam 20 Juta Pohon Gamal, Transisi Energi lewat Biomassa Berkelanjutan
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau