Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Tabrakan dengan Hiu Paus, Kecepatan Pelayaran Perlu Diatur

Kompas.com - 26/06/2025, 19:00 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Editor

KOMPAS.com - Konservasi Indonesia (KI) mendukung pendekatan berbeda oleh industri perkapalan, termasuk penerapan manajemen kecepatan, mengingat tumpang tindih lalu lintas kapal besar terbukti memiliki kaitan erat dengan penurunan populasi hiu paus (Rhincodon typus).

Dalam pernyataan di Jakarta, Kamis (26/6/2025), Focal Species Conservation Senior Manager KI Iqbal Herwata memaparkan bahwa memahami pergerakan hiu paus merupakan kunci dalam menyelamatkan populasi mereka, mengingat populasi global hiu paus telah mengalami penurunan drastis hingga 50 persen.

"Berdasarkan kajian tagging hiu paus oleh peneliti global yang melibatkan Konservasi Indonesia dan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah PNAS, salah satu jurnal ilmiah terbuka bidang biologi, kombinasi data pergerakan satelit hiu paus dan aktivitas kapal menunjukkan bahwa 92 persen ruang gerak horisontal dan hampir 50 persen ruang vertikal yang digunakan hiu paus tumpang tindih dengan lalu lintas kapal besar," jelasnya seperti dikutip Antara.

"Studi tersebut juga menunjukkan bahwa estimasi risiko tabrakan berkorelasi erat dengan laporan kematian hiu paus akibat tabrakan kapal, menunjukkan tingkat mortalitas lebih tinggi di wilayah dengan tingkat tumpang tindih tertinggi," kata Iqbal.

Dalam konteks konservasi, lanjut dia, pemulihan bisa memakan waktu hingga satu abad dan Indonesia berada di jalur penting migrasi spesies terancam punah tersebut.

Baca juga: Konservasi Bukan Beban, Model Pelestarian Hiu Paus Bisa Jadi Strategi Nasional

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!
Kompas.id
Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!

Ia mengatakan mengetahui pergerakan mereka serta durasi singgah adalah kunci perlindungan yang efektif, termasuk mencegah tabrakan kapal yang menjadi salah satu ancaman utama.

Di wilayah-wilayah tertentu yang menjadi lokasi migrasi atau agregasi hiu paus, kata dia, perlu diterapkan zona manajemen musiman dengan pembatasan kecepatan kapal maksimal 10 knot.

Zona perlambatan temporer yang diberlakukan setelah deteksi keberadaan satwa hingga pelarangan melintas di area penting saat musim agregasi, terbukti mampu mengurangi interaksi berisiko tinggi. Kontribusi teknologi juga diperlukan termasuk pemanfaatan alat sensor suara buoy akustik, radar termal serta platform deteksi real-time.

Langkah itu diperlukan mengingat penurunan populasi spesies penghuni perairan tropis dan hangat itu secara global cukup mengkhawatirkan. Tanpa intervensi serius, pemulihannya diperkirakan bisa memakan waktu hingga satu abad.

Mengingat Indonesia merupakan jalur penting migrasi hiu paus kawasan Indo-Pasifik, kata dia, perlindungan terhadap spesies itu kini menjadi prioritas mendesak.

Sebelumnya KI dan Pertamina International Shipping (PIS) sebagai unit usaha Pertamina yang bergerak di bidang industri perkapalan dan logistik maritim berkolaborasi mendorong perlindungan koridor ekologis laut melalui kegiatan Edukasi Koridor Satwa Laut, yang melibatkan peningkatan literasi bagi 130 pelaut PIS yang digelar di Jakarta, Rabu, (25/6/2025).

Baca juga: Lindungi Hiu Paus, Indonesia dan Timor Leste Rancang Konservasi Lintas Batas

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lingkungan Kotor dan Banjir Picu Leptospirosis, Pakar: Ini Bukan Hanya Soal Tikus
Lingkungan Kotor dan Banjir Picu Leptospirosis, Pakar: Ini Bukan Hanya Soal Tikus
Swasta
Hijaukan Pesisir, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove di Probolinggo
Hijaukan Pesisir, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove di Probolinggo
BUMN
Kematian Lansia akibat Gelombang Panas Melonjak 85 Persen Sejak 1990-an
Kematian Lansia akibat Gelombang Panas Melonjak 85 Persen Sejak 1990-an
Pemerintah
Larangan Plastik Segera dan Serentak Hemat Uang 8 Triliun Dolar AS
Larangan Plastik Segera dan Serentak Hemat Uang 8 Triliun Dolar AS
Pemerintah
Digitalisasi Bisa Dorong Sistem Pangan Berkelanjutan
Digitalisasi Bisa Dorong Sistem Pangan Berkelanjutan
LSM/Figur
Lama Dilindungi Mitos, Bajing Albino Sangihe Kini Butuh Proteksi Tambahan
Lama Dilindungi Mitos, Bajing Albino Sangihe Kini Butuh Proteksi Tambahan
LSM/Figur
Melonjaknya Harga Minyak Bisa Percepat Transisi Energi Hijau Global
Melonjaknya Harga Minyak Bisa Percepat Transisi Energi Hijau Global
Pemerintah
5 Warga Yogyakarta Meninggal akibat Leptospirosis, Dinkes Perkuat Deteksi dan Survei Lingkungan
5 Warga Yogyakarta Meninggal akibat Leptospirosis, Dinkes Perkuat Deteksi dan Survei Lingkungan
Pemerintah
Ekowisata Lumba-lumba Bisa Untungkan Warga, tapi Perlu Rambu-rambu
Ekowisata Lumba-lumba Bisa Untungkan Warga, tapi Perlu Rambu-rambu
LSM/Figur
Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya
Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya
Swasta
Cegah Banjir, Pemprov DKI Siagakan Pasukan Oranye untuk Angkut Sampah Sungai
Cegah Banjir, Pemprov DKI Siagakan Pasukan Oranye untuk Angkut Sampah Sungai
Pemerintah
Greenpeace: Hujan Juli Bukan Anomali, Tanda Krisis Iklim karena Energi Fosil
Greenpeace: Hujan Juli Bukan Anomali, Tanda Krisis Iklim karena Energi Fosil
Pemerintah
Anoa dan Babirusa Buktikan, Pulau Kecil Kunci Jaga Keanekaragaman
Anoa dan Babirusa Buktikan, Pulau Kecil Kunci Jaga Keanekaragaman
LSM/Figur
Triwulan I 2025, BRI Catat Pembiayaan Hijau Capai Rp 89,9 Triliun
Triwulan I 2025, BRI Catat Pembiayaan Hijau Capai Rp 89,9 Triliun
BUMN
Kelinci Terlangka di Dunia Terekam Kamera Jebak di Hutan Sumatera
Kelinci Terlangka di Dunia Terekam Kamera Jebak di Hutan Sumatera
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau