Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Regulasi Karbon Indonesia yang Tak Jelas Batasi Masyarakat Dapat Dana dari Jaga Hutan

Kompas.com, 26 September 2025, 20:04 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia belum memiliki regulasi karbon yang jelas sebagai acuan. Misalnya, kasus tumpang tindih antara proyek karbon komunitas Bujang Raba dengan BioCarbon Fund yang dikelola pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia di Provinsi Jambi.

Skema BioCarbon Fund, yang berbasis pembayaran hasil, mencakup seluruh wilayah provinsi, telah membatasi ruang gerak masyarakat Bujang Raba untuk mengembangkan skema karbon lainnya. Situasi tersebut berpotensi menimbulkan penghitungan ganda, yang mana satu area dihargai dalam dua skema berbeda.

"Kalau konteksnya ke regulasi, sampai hari ini belum ada yang menjamin bahwa skema itu (pasar karbon sukarela atau voluntary carbon market) bisa dilakukan oleh masyarakat secara berkelanjutan, karena ada beberapa yang tumpang tindih," ujar Senior Advisor KKI Warsi, Rudi Syaf dalam sebuah webinar, Jumat (26/9/2025).

Padahal, melalui skema karbon non-pasar, komunitas Bujang Raba telah membuktikan kemampuan mereka dalam menjaga hutan.

Dalam skema ini, pihak yang membayar karbon tidak bertujuan mendapatkan kredit karbon, melainkan karena kepedulian terhadap upaya komunitas Bujang Raba dalam menjaga hutan dan menyerap emisi karbon.

Dari skema karbon non-pasar, komunitas Bujang Raba memperoleh dana yang tidak terlalu besar untuk ukuran lima desa. Jadi, melalui musyawarah, komunitas Bujang Raba memutuskan untuk memanfaatkan dana tersebut untuk sunatan massal pada 2018 lalu.

Di tahun-tahun berikutnya, komunitas Bujang Raba mengalokasikan 20 persen dana yang diperoleh untuk membiayai patroli dan kegiatan menjaga hutan lainnya.

Diminta Hentikan Kegiatan

Namun, pada 2021, komunitas Bujang Raba menerima surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK saat itu) yang berisi perintah untuk menghentikan kegiatan karbon non-pasar karena dianggap dapat mengurangi target NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia.

"Di situlah kami berkomunikasi untuk mengklarifikasi bahwa yang terjadi disini tidak ada karbon kredit yang pindah karena sifatnya ini layanan ini layanan lingkungan pembayaran. Jadi, yang membayarnya bisa individu, bisa lembaga, tidak memerlukan kredit karbon. Jadi, berbeda dengan perdagangan karbon. Itu kami klarifikasi, tapi izin tetap tidak didapat, sehingga pasca 2021, komunitas Bujang Raba menghentikan dulu kegiatannya," tutur Rudi.

Saat ini, pemerintah sedang menggodok regulasi terkait perdagangan karbon dari perhutanan sosial, termasuk kemungkinan adanya wilayah kantong (enclave) seperti Bujang Raba.

Selain permasalahan regulasi, komunitas Bujang Raba juga menghadapi ancaman deforestasi, terutama aktivitas penambangan emas ilegal yang dibeking oknum-oknum tertentu.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LSM/Figur
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Pemerintah
Uni Eropa Tindak Tegas 'Greenwashing' Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Uni Eropa Tindak Tegas "Greenwashing" Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Pemerintah
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Pemerintah
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Pemerintah
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Pemerintah
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
Pemerintah
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau