Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Komando Dinilai Hambat Penanganan Banjir Sumatera

Kompas.com, 26 Desember 2025, 09:30 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Indonesia belum atau tidak menetapkan status bencana nasional terhadap banjir bandang dan tanah langsor di Aceh, Sumatera Utara, serta Sumatera Barat. Padahal, semestinya status bencana nasional dideklarasikan beberapa hari sebelum siklon tropis Senyar datang.

"Kalau saya kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), saya sudah bilang ke Pak Prabowo (Subianto), kita deklarasi status (bencana) nasional itu dua hari sebelum barangnya (siklon tropis Senyar) tiba, sebelum bencana melapetaka ini datang," ujar pakar kebencanaan Jonatan A. Lassa dalam webinar Selasa (24/12/2025).

Baca juga: Pakar Kritik Sistem Peringatan Dini di Indonesia, Sarankan yang Berbasis Dampak

Deklarasi status bencana nasional memang dapat membuka pintu bagi pihak-pihak internasional untuk menyalurkan bantuan dari negeri asalnya. Ia mengkritik salah kaprah dalam memaknai deklarasi status bencana nasional sebagai bentuk intervensi asing yang bernuansa ekonomi-politik.

Ia menilai, keengganan pemerintah menetapkan deklarasi status bencana nasional lebih ke arah permasalahan tradisi atau budaya politik. Seperti saat gempa dan likuifaksi Palu pada 2018 yang tidak ditetapkan sebagai bencana nasional, menjadi rujukan pengambilan Kebijakan.

Indonesia saat itu tidak menyatakan meminta bantuan dari luar negeri, tetapi seolah mempersilahkan jika pihak-pihak internasional ingin membantu.

Menurut Jonatan, ada tradisi atau budaya politik di berbagai negara, terutama Asia Pasifik, yang menuntut pemerintah bersikap tangguh menghadapi bencana demi memperkuat otoritas dan mengukuhkan kedaulatannya.

Tradisi atau budaya politik tersebut berakar dari 'trauma' kolonialisme di masa lalu, yang mengakibatkannya menafsirkan deklarasi status bencana nasional sebagai pernyataan dengan maksud membuka pintu bagi pihak asing untuk mengintervensi kedaulatannya.

"Itu konsep yang sangat kuno. Jadi, satu-satunya kecurigaan bahwa ini enggak mau dilakukan lebih ke arah politik-ekonomi, hanya itu saja, bahwa deklarasi akan membuka ruang untuk datangnya (banyak) orang, saya enggak yakin dengan argumentasi itu (penolakan status bencana nasional)," tutur Jonatan.

Dalam menghadapi bencana di Sumatera, kata dia, Indonesia dihadapkan dengan kepemimpinan  yang  lemah. Ironisnya, kepemimpinan menjadi variable yang luar biasa penting dalam penanganan bencana di Indonesia.

Krisis kepemimpinan dalam penanganan bencana di Indonesia bukan hanya di level presiden. Namun, krisis kepemimpinan dalam penanganan bencana di Indonesia juga terjadi di tingkat kementerian/lembaga.

Ia mempertanyakan konsep militer lebih baik daripada sipil dalam operasi kedaruratan (emergency operation), narasi yang diarusutamakan di Indonesia.

"Militer lebih baik dari civil dalam emergency operation terbukti enggak? Hipotesisnya enggak terbukti dalam banyak bencana, karena sistem comand control-nya itu menghambat inovasi, sehingga krisis yang sifatnya flow dan fleksibel, yang harusnya semua (bisa) adaptif, jadi enggak terjadi. Jadi, ahirnya semua menunggu, termasuk gubernurnya," ucapnya.

Sistem peringatan dini

Kepimpinan sangat menentukan dalam penanganan bencana. Misalnya, residen Amerika Serikat, Barack Obama pada 2012 mendeklarasikan darurat nasional untuk badai super besar (hurricane sandy) berdasarkan potensi bencana.

Meski bencana belum tentu terjadi, berkaca dari kasus Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, sebenarnya kepala negara bisa melakukan (feasible) deklarasi nasional dalam upaya mengantisipasi bencana. Dengan demikian, Barack Obama terbebas dari segala konsekuensi hukum jika badai super besar tersebut benar-benar datang.

"Kalau siklonnya enggak tiba atau hurricane enggak tiba, bersyukur dong. Tapi kalau tiba, kita punya decision making (mengambil keutusan) yang bagus, sehingga banya orang terselamatkan, helikopternya sudah siap, bukan tunggu 10 hari (pasca kejadian). Helikopternya sudah tunggu H-1 (sebelum kejadian)," ujar Jonatan.

Barack Obama bisa mengambil keputusan tersebut karena AS memiliki sistem peringatan dini berbasis dampak. Pembangunan sistem peringatan dini berbasis dampak di Indonesia mempunyai konsekuensi politik yang besar.

Kini, sistem peringatan dini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) masih bersifat forecast atau perkiraan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya bencana.

Sistem peringatan dini tersebut tidak mampu membantu pencegahan dampak bencana akibat siklon. Sistem peringatan dini berbasis dampak bukan hanya sekadar memberi informasi, melainkan pula memperkirakan risiko potensial dari siklon.

Baca juga: Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan

"World Meteorological Organization (WMO) dan lembaga-lembaga di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maupun para saintis yang semua ini sudah cukup lama berbicara impact-based early warning system. Jadi, enggak cukup ya, mengatakan kapan early warning ini terjadi, tetapi kapan, di mana, siapa yang terkena dampak, dan apa artinya buat decision making (pengambilan keputusan," tutur Jonatan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Sistem Komando Dinilai Hambat Penanganan Banjir Sumatera
Sistem Komando Dinilai Hambat Penanganan Banjir Sumatera
LSM/Figur
Aceh Terancam Kekurangan Pangan hingga 3 Tahun ke Depan akibat Banjir
Aceh Terancam Kekurangan Pangan hingga 3 Tahun ke Depan akibat Banjir
Pemerintah
Ecoton Temukan Mikroplastik pada Air Hujan dari 4 Wilayah di Jawa Timur
Ecoton Temukan Mikroplastik pada Air Hujan dari 4 Wilayah di Jawa Timur
LSM/Figur
Universitas Brawijaya Kembangkan Biochar dan Kompos untuk Pengelolaan Limbah Pertanian Berbasis Desa
Universitas Brawijaya Kembangkan Biochar dan Kompos untuk Pengelolaan Limbah Pertanian Berbasis Desa
Pemerintah
Ekspansi Sawit hingga Masifnya Permukiman Gerus Hutan di DAS Sumatera Utara
Ekspansi Sawit hingga Masifnya Permukiman Gerus Hutan di DAS Sumatera Utara
Pemerintah
Guru Besar IPB Soroti Pembalakan liar di Balik Bencana Banjir Sumatera
Guru Besar IPB Soroti Pembalakan liar di Balik Bencana Banjir Sumatera
Pemerintah
Sumatera Darurat Biodiversitas, Habitat Gajah Diprediksi Menyusut 66 Persen
Sumatera Darurat Biodiversitas, Habitat Gajah Diprediksi Menyusut 66 Persen
Pemerintah
PGE dan PLN Indonesia Power Sepakati Tarif Listrik PLTP Ulubelu
PGE dan PLN Indonesia Power Sepakati Tarif Listrik PLTP Ulubelu
BUMN
Asia Tenggara Termasuk Sumber Utama Gas Rumah Kaca
Asia Tenggara Termasuk Sumber Utama Gas Rumah Kaca
LSM/Figur
Uni Eropa Bakal Perketat Impor Plastik demi Industri Daur Ulang Lokal
Uni Eropa Bakal Perketat Impor Plastik demi Industri Daur Ulang Lokal
Pemerintah
Pakar Soroti Lemahnya Sistem Pemulihan Pascabencana di Indonesia
Pakar Soroti Lemahnya Sistem Pemulihan Pascabencana di Indonesia
LSM/Figur
Banjir Aceh Disebut Jadi Dampak Deforestasi, Tutupan Hutan Sudah Kritis Sejak 15 Tahun Lalu
Banjir Aceh Disebut Jadi Dampak Deforestasi, Tutupan Hutan Sudah Kritis Sejak 15 Tahun Lalu
LSM/Figur
Pengamat: Pengelolaan Air Jadi Kunci Praktik Pertambangan Berkelanjutan
Pengamat: Pengelolaan Air Jadi Kunci Praktik Pertambangan Berkelanjutan
Swasta
Vitamin C Bantu Lindungi Paru-paru dari Dampak Polusi Udara
Vitamin C Bantu Lindungi Paru-paru dari Dampak Polusi Udara
LSM/Figur
Panas Ekstrem dan Kelembapan Bisa Berdampak pada Janin
Panas Ekstrem dan Kelembapan Bisa Berdampak pada Janin
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau