Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak

Kompas.com, 9 Desember 2025, 17:35 WIB
Ni Nyoman Wira Widyanti

Penulis

KOMPAS.com - Menunda target net zero berpotensi menjebak bumi dalam kondisi panas ekstrem selama 1.000 tahun, dengan wilayah dekat garis khatulistiwa yang paling terdampak. Salah satunya Indonesia.

Temuan tersebut berdasarkan studi yang dipublikasikan di Environmental Research: Climate

Baca juga:

"Hal ini terutama menjadi masalah bagi negara-negara yang lebih dekat dengan khatulistiwa, yang umumnya lebih rentan, dan di mana peristiwa gelombang panas yang melampaui rekor sejarah saat ini dapat terjadi setidaknya sekali setiap tahun atau lebih sering jika target net zero ditunda hingga 2050 atau setelahnya," jelas peneliti dari University of Melbourne sekaligus co-author studi tersebut, Dr. Andrew Kingdilansir dari SciTechDaily, Selasa (9/12/2025).

Dampak menunda net zero, perparah gelombang panas

Semakin ditunda, gelombang panas semakin sering dan lebih ekstrem

Penelitian ini menggunakan pemodelan iklim canggih oleh ARC Centre of Excellence for 21st Century Weather dan CSIRO.

Tim ilmuwan memakai superkomputer untuk melihat bagaimana gelombang panas berkembang dalam 1.000 tahun setelah titik ketika emisi global akhirnya mencapai net zero. 

Para ilmuwan menguji berbagai skenario pencapaian net zero, dimulai dari 2030 hingga 2060. Setiap penundaan lima tahun menunjukkan pola yang sama.

Menurut King, skenario yang lebih lambat selalu menghasilkan gelombang panas (heatwaves) yang lebih sering dan lebih ekstrem.

Baca juga:

Gelombang panas berlanjut bahkan setelah net zero tercapai

Studi baru menunjukkan gelombang panas akan makin parah selama 1.000 tahun jika net zero tertunda. Wilayah di garis khatulistiwa paling terdampak.canva.com Studi baru menunjukkan gelombang panas akan makin parah selama 1.000 tahun jika net zero tertunda. Wilayah di garis khatulistiwa paling terdampak.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gelombang panas tidak berhenti begitu saja setelah net zero tercapai.

Gelombang panas tetap lebih buruk dibanding era pra-industri selama minimal 1.000 tahun. Dalam beberapa wilayah, jika net zero tercapai setelah 2050, panas ekstrem bahkan makin memburuk seiring berjalannya waktu.

Pemanasan di lautan bagian selatan ikut memperparah kondisi ini. Laut yang terus menyimpan panas akan melepaskannya selama ratusan tahun sehingga gelombang panas akan tetap bertahan meskipun emisi sudah ditekan.

Banyak orang mengira bahwa kondisi iklim akan membaik setelah dunia mencapai net zero. Namun, menurut penulis utama Prof. Sarah Perkins-Kirkpatrick dari Australian National University, anggapan tersebut keliru.

Riset ini menunjukkan bahwa kondisi ekstrem tetap berlanjut dalam jangka panjang.

"Meskipun hasil penelitian kami mengkhawatirkan, hasil ini memberikan gambaran penting tentang masa depan, memungkinkan perencanaan dan implementasi langkah-langkah adaptasi yang efektif dan permanen," ucap Perkins-Kirkpatrick.

"Masih sangat penting bagi kita untuk mencapai kemajuan cepat menuju net zero permanen, dan mencapai net zero global paling lambat pada tahun 2040 akan penting untuk meminimalisasi keparahan gelombang panas," tambah dia.

Baca juga:

Butuh adaptasi skala besar

King menuturkan, hasil riset ini menunjukkan pentingnya pemangkasan emisi secara cepat dan adaptasi jangka panjang.

Infrastruktur publik, perumahan, dan layanan kesehatan harus dirancang ulang agar bisa menjaga manusia tetap aman dalam cuaca ekstrem. Apalagi proses adaptasi akan menjadi pekerjaan berabad-abad, bukan hanya dekade.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Pemerintah
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Pemerintah
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
BUMN
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Swasta
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
LSM/Figur
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Swasta
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
LSM/Figur
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
Pemerintah
BMKG Imbau Waspadai Cuaca Ekstrem Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
BMKG Imbau Waspadai Cuaca Ekstrem Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
Pemerintah
COP30 Dinilai Gagal Bangkitkan Ambisi Dunia Hadapi Krisis Iklim
COP30 Dinilai Gagal Bangkitkan Ambisi Dunia Hadapi Krisis Iklim
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau