Oleh: Aprilia Prasetya | Community Team Jurnalisme Berkebangsaan Kompas Gramedia | Powered by Kompas Gramedia
KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 di Indonesia telah memberikan dampak signifikan pada sistem pendidikan. Para siswa diharuskan beradaptasi dengan perubahan metode pembelajaran dari luring menjadi daring.
Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan baru di benak masyarakat, apakah perubahan signifikan tersebut membawa solusi efektif bagi pendidikan di Indonesia? Untuk mendapatkan jawabannya kita akan coba melihat salah-satu program yang digagas Kompas Gramedia, Jurnalisme Berkebangsaan.
Jurnalisme Berkebangsaan merupakan program yang dijalankan Kognisi.id berupa inisiatif memperkuat komunitas dan mengarusutamakan nilai kebangsaan di dunia digital agar mampu menciptakan konten-konten positif.
Para peserta diarahkan untuk mengikuti pembelajaran mandiri mengenai jurnalistik di Kognisi.id. Di sini peserta akan mendapatkan course yang berisi pembelajaran kolaboratif seperti sesi mentoring dan sesi kolaboratif, serta praktik langsung dalam pembuatan konten digital.
Pada bulan Maret dan April 2023 lalu, 9 dari 27 komunitas Jurnalisme Berkebangsaan yang berasal dari para siswa tingkat SMA/MA atau dapat disebut dari kalangan Gen-Z, mengikuti kegiatan sesi kolaboratif secara daring dan luring.
Dalam kegiatan ini peserta mendapatkan pembelajaran langsung melalui sesi kolaboratif, di mana peserta akan berdiskusi suatu permasalahan secara berkelompok untuk menemukan solusi terbaik.
Baca juga: Jurnalisme Berkebangsaan sebagai Peningkat Kualitas Guru Indonesia
Kita dapat melihat perbedaan yang cukup menonjol dari kinerja peserta dalam sesi kolaboratif daring dan luring. Pada sesi kolaboratif daring, peserta yang hadir sebanyak 70 peserta.
Jumlah tersebut terbilang cukup banyak, karena mudahnya aksesibilitas peserta yang hanya perlu bergabung melalui Zoom Meeting saja. Namun, mereka cenderung kurang aktif dalam berdiskusi.
Hanya 1-2 orang dalam kelompok yang aktif memberikan pendapat dan tidak seluruh anggota kelompok berkontribusi. Bahkan terdapat kelompok yang hanya berdiskusi melalui kolom komentar dan tidak menyalakan mikrofonnya.
Berdasarkan penilaian dari tim Jurnalisme Berkebangsaan, hanya 6 dari 9 kelompok yang aktif berdiskusi dalam sesi kolaboratif daring.
Pada sesi kolaboratif luring, jumlah peserta yang hadir adalah 60 orang. Jumlah tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan partisipasi peserta di sesi daring, namun mereka lebih aktif berkontribusi pada sesi ini.
Mayoritas dari anggota kelompok aktif memberikan pendapatnya. Para peserta yang berasal dari komunitas yang berbeda-beda saling berkenalan serta kompak dalam berbagi tugas sehingga diskusi dapat berjalan dengan lancar.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh pada sesi luring, peserta harus lebih berupaya untuk hadir di tempat kegiatan sehingga fokus utama mereka hanya untuk mengikuti sesi tersebut. Berdasarkan penilaian dari tim Jurnalisme Berkebangsaan, 10 dari 10 kelompok aktif berdiskusi dalam sesi kolaboratif luring.
Berdasarkan riset diatas terlihat Gen-Z akan lebih aktif mengikuti pembelajaran secara luring. Riset ini juga didukung testimoni salah-satu anggota komunitas peserta sesi kolaboratif daring dan luring, yang menunjukkan pembelajaran luring lebih mengasyikkan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya