KOMPAS.com - Memperingati HUT ke-78 Republik Indonesia, Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang (PPI Jepang), Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Osaka (KJRI Osaka), dan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) mengadakan gelar wicara "Memupuk Jiwa Kepemimpinan Generasi Muda Perempuan Indonesia (17/8/2023).
Acara diselenggarakan secara hibrid di KJRI Osaka dan dihadiri mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di Jepang, jajaran KJRI Osaka, dan beberapa tokoh masyarakat dan pemuka agama Indonesia di Osaka.
Mengawali gelar wicara ini, Konsul Jenderal KJRI Osaka Diana Emilla Sari Sutikno memberikan pesan menekankan pentingnya pemberdayaan dan perluasan peran perempuan Indonesia dalam posisi kepemimpinan.
Hal ini mengingat besarnya komposisi perempuan dalam demografi Indonesia mendatang.
Dia menjelaskan, saat ini perempuan masih menghadapi hambatan mengakses peran yang lebih luas di masyarakat dikarenakan adanya hambatan institusional maupun keraguan mengenai kemampuan perempuan dalam posisi kepemimpinan.
Untuk menghadapi hal tersebut, dia mengajak masyarakat untuk bersama-sama membangun ruang aman yang dapat menyokong kontribusi perempuan dalam bidang pembangunan dan kepemimpinan.
Acara dilanjutkan penyampaian materi Sastia Putri, Ketua Umum I4 sekaligus Associate Professor di Osaka University.
Sastia menyampaikan, salah satu penyebab rendahnya partisipasi perempuan dalam beberapa bidang pekerjaan adalah adanya pandangan bidang karier dan keilmuan tertentu seperti teknik bersifat lebih maskulin dan condong pada lelaki, sehingga membatasi akses dan keinginan perempuan bergelut dalam bidang tersebut.
Baca juga: 5 Tokoh Perempuan yang Berperan di Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Selain itu, dia juga menjelaskan, perempuan berpendidikan tinggi dapat memberikan manfaat pada masyarakat sertakesetaraan gender tidak serta merta merujuk pada kesamaan situasi antara lelaki dan perempuan namun pada pemberian perilaku adil dengan memfasilitasi keadaan masing-masing gender.
Senada dengan Sastia Putri, Ketua Umum PPI Jepang Anastasya Hasyim mengingatkan, diskriminasi berbasis gender senantiasa terjadi di lingkungan sehari-hari sehingga secara tidak langsung menimbulkan keraguan bagi perempuan menduduki posisi kepemimpinan dan mencapai pendidikan tinggi.
Dia berpesan, semua orang dapat menjadi pemimpin dan menekankan pentingnya kualitas humanitarian dan bermoral pada seorang pemimpin yang dikarakteristikkan dengan kesediaan untuk melindungi pihak yang lemah dan mendengarkan langsung di lapangan.
Pada HUT ke-78 Republik Indonesia tahun ini, Anastasya Hasyim menyerukan, Indonesia juga perlu merdeka dari diskriminasi berbasis gender dan kekerasan berbasis gender.
Sesi terakhir acara ini menghadirkan beberapa perwakilan pengurus daerah PPI Jepang, yaitu Lillah Ukhro dari daerah Shikoku, Caroline Jilbert dari daerah Tohoku, dan Ekachaeryanti Zain dari Hokuriku yang berbagi beberapa kiat kepemimpinan.
Caroline Jilbert mengedepankan prinsip compassionate leadership yang bertumpu pada berempati dengan anggota dan membantu sesama anggota untuk menumbuhkan kepercayaan antara seorang pemimpin dan anggota lainnya.
Baca juga: Rektor: Lulusan UGM Kini Banyak Didominasi Kaum Perempuan
Sementara itu, Lillah Ukhro menyampaikan, seorang pemimpin harus turut turun tangan untuk dapat menyerap aspirasi anggota dan memahami keluh kesah mereka.
Terakhir, Ekachaeryanti Zain memberikan beberapa tips untuk mengatasi kelelahan mental saat berorganisasi dengan menyeimbangkan prioritas dan kapasitas.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya