Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim Bisa Jadi Sumber Masalah Pencernaan, Kok Bisa?

Kompas.com - 18/03/2025, 16:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Futurity

KOMPAS.com - Dampak perubahan iklim bagi manusia bisa begitu kompleks. Mulai dari menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan panas hingga memicu meluasnya penyakit menular.

Kini, dalam studi baru yang dilakukan oleh Michigan State University, peneliti menemukan bahwa perubahan iklim dapat melemahkan mikrobioma usus manusia.

Dampak paling parah diperkirakan bisa terjadi di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah.

Seperti diberitakan Futurity, Senin (3/3/2025), negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah, terutama di sepanjang daerah tropis, menghadapi berbagai masalah mulai dari kerawanan pangan, kekurangan gizi, dan paparan patogen penyebab penyakit.

Baca juga: Indonesia Termasuk Negara Paling Optimis Hadapi Perubahan Iklim

Perubahan iklim makin meningkatkan risiko permasalahan tersebut dan bahkan, dalam studi baru ini, memiliki efek berjenjang pada komposisi ekosistem mikroba usus.

Tekanan panas dapat menyebabkan perubahan kompleks dalam usus termasuk perubahan komposisi mikrobiota, peningkatan kadar oksigen, dan produksi hormon stres yang berlebihan.

Hal itu akhirnya dapat mengubah kesehatan pada tingkat molekuler, termasuk gangguan pada fungsi pencernaan dan kekebalan tubuh yang penting.

Penulis studi yang juga ahli ekologi di Michigan State University, Elena Litchman, mengatakan, konsekuensinya adalah kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi penting berkurang.

Masalah ini makin parah ketika hanya mengonsumsi makanan dengan gizi yang terbatas.

Selain itu, lapisan gastrointestinal tubuh menjadi lebih mudah ditembus atau dilewati di bawah tekanan panas, memungkinkan racun dan patogen di saluran pencernaan memasuki aliran darah.

Baca juga: Perubahan Iklim Picu Kematian Pohon di Perkotaan, Kita Terancam Makin Kegerahan

Negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah juga kurang siap untuk beradaptasi dengan kekurangan pangan dibandingkan negara-negara berpendapatan tinggi, sehingga mengakibatkan dampak yang tidak proporsional di negara-negara yang sudah terdampak secara tidak merata oleh tekanan panas, penyakit, dan kerawanan pangan.

"Meneliti bagaimana ketersediaan dan kualitas gizi makanan di daerah berisiko memengaruhi komposisi mikrobioma usus merupakan langkah awal yang penting untuk mengurangi dampak kesehatan yang memburuk," kata Litchman.

Untuk mengatasinya, peneliti pun menyerukan kolaborasi interdisipliner untuk memecahkan masalah kompleks ini.

Menurut Litchman, tanpa upaya interdisipliner yang terpadu untuk mengurangi risiko di antara populasi yang rentan, efek gabungan ini dapat menempatkan ratusan juta orang pada risiko penyakit dan dampak kesehatan yang buruk.

Penelitian diterbitkan di The Lancet Planetary Health.

Baca juga: Indonesia Termasuk Negara Paling Optimis Hadapi Perubahan Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Mengapa Daur Ulang Barang Elektronik Penting Dilakukan?

Mengapa Daur Ulang Barang Elektronik Penting Dilakukan?

Pemerintah
Jagat Satwa Nusantara TMII Hadirkan Wajah Baru Dunia Air Tawar dan Serangga

Jagat Satwa Nusantara TMII Hadirkan Wajah Baru Dunia Air Tawar dan Serangga

Swasta
Krisis, Vegetasi Hutan DAS Turun Drastis akibat Pembangunan

Krisis, Vegetasi Hutan DAS Turun Drastis akibat Pembangunan

Pemerintah
Lestari Forum 2025: 77,5 Persen Masyarakat Terapkan ESG, tapi Cuma 18 Persen Paham Konsepnya

Lestari Forum 2025: 77,5 Persen Masyarakat Terapkan ESG, tapi Cuma 18 Persen Paham Konsepnya

Swasta
Yummy Bites Gandeng Baznas Bazis Salurkan MPASI, Wali Kota Jakpus Beri Apresiasi

Yummy Bites Gandeng Baznas Bazis Salurkan MPASI, Wali Kota Jakpus Beri Apresiasi

Swasta
KLH Ancam Pidanakan Pengelola Properti yang Picu Kerusakan Lingkungan

KLH Ancam Pidanakan Pengelola Properti yang Picu Kerusakan Lingkungan

Pemerintah
Tingkat Konsentrasi Timbal di Udara Berdampak pada Kematian Bayi

Tingkat Konsentrasi Timbal di Udara Berdampak pada Kematian Bayi

LSM/Figur
Perubahan Iklim Bisa Jadi Sumber Masalah Pencernaan, Kok Bisa?

Perubahan Iklim Bisa Jadi Sumber Masalah Pencernaan, Kok Bisa?

LSM/Figur
Hari Air Sedunia: Tujuan, Sejarah, dan Temanya

Hari Air Sedunia: Tujuan, Sejarah, dan Temanya

Pemerintah
KLH: Hary Tanoesoedibjo Minta Penundaan Pemeriksaan Terkait KEK Lido

KLH: Hary Tanoesoedibjo Minta Penundaan Pemeriksaan Terkait KEK Lido

Pemerintah
Sampit hingga Sintang Masuk 10 Besar Kota Berpolusi Rendah Se-Asia Tenggara

Sampit hingga Sintang Masuk 10 Besar Kota Berpolusi Rendah Se-Asia Tenggara

LSM/Figur
Ahli BRIN: Laut Makin Tercemar karena Aktivitas Manusia dan Krisis Iklim

Ahli BRIN: Laut Makin Tercemar karena Aktivitas Manusia dan Krisis Iklim

Pemerintah
PLN IP Jual Sertifikat Pengurangan Emisi 39.265 Ton Lewat Bursa Karbon

PLN IP Jual Sertifikat Pengurangan Emisi 39.265 Ton Lewat Bursa Karbon

BUMN
Masih Ada Stereotip, Olahraga Indonesia Diharap Ramah Perempuan

Masih Ada Stereotip, Olahraga Indonesia Diharap Ramah Perempuan

LSM/Figur
Morowali Jadi Langganan Banjir, Walhi Serukan Moratorium Tambang Nikel

Morowali Jadi Langganan Banjir, Walhi Serukan Moratorium Tambang Nikel

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau