Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tingkat Konsentrasi Timbal di Udara Berdampak pada Kematian Bayi

Kompas.com - 18/03/2025, 17:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Futurity

KOMPAS.com - Timbal diketahui menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan melalui berbagai paparan.

Kini, penelitian yang dipimpin Carnegie Mellon University di Pennsylvania, Amerika Serikat, makin menambah daftar panjang dampak timbal terhadap manusia.

Studi tersebut menemukan bahwa konsentrasi timbal di udara ternyata menjadi salah satu penyebab kematian bayi.

Konsentrasi timbal yang tinggi menyebabkan kadar timbal dalam darah anak-anak di seluruh dunia tinggi.

Konsentrasi timbal di udara yang ditemukan baik itu di negara maju dan berkembang ini sebagian besar dihasilkan oleh emisi industri.

Baca juga: Polusi Udara Sebabkan Pasien Rawat Inap Terkait Kesehatan Mental Naik

Melansir Futurity, Selasa (11/3/2025), dalam studi ini, para peneliti menggunakan data emisi timbal di udara untuk memperkirakan dampak konsentrasi timbal di udara terhadap kematian bayi.

Studi kemudian menemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara konsentrasi timbal di udara dan kematian bayi.

"Meski banyak penelitian telah meneliti dampak buruk timbal pada hasil kognitif dan perilaku anak-anak, hanya sedikit yang menganalisis dampak paparan timbal pada kesehatan bayi," kata Karen Clay, profesor ekonomi dan kebijakan publik di Heinz College of Information Systems and Public Policy, Carnegie Mellon University.

Dalam penelitian ini, para peneliti menggunakan data emisi timbal dari US Toxics Release Inventory (TRI), yang dibuat pada tahun 1986 sebagai respons terhadap pelepasan bahan kimia di Bhopal pada tahun 1984 dan di Virginia Barat pada tahun 1985.

Dampak kausal timbal terhadap kematian bayi diidentifikasi oleh variasi tahunan emisi timbal yang beterbangan di udara yang berinteraksi dengan kecepatan angin di dekat pabrik pelaporan, yang bersama-sama menentukan konsentrasi timbal ambien lokal.

Para peneliti juga menganalisis data monitor timbal dari Sistem Kualitas Udara Badan Perlindungan Lingkungan (EPA), data angin dari Pusat Informasi Lingkungan Nasional, dan data kesehatan bayi dari sistem Statistik Vital Nasional Pusat Statistik Kesehatan Nasional.

Studi ini melibatkan 127 daerah di AS yang memiliki pabrik dengan emisi timbal dalam jarak 2 mil dari monitor timbal EPA dan dalam jarak 10 mil dari monitor angin.

Hasilnya, konsentrasi timbal yang lebih tinggi di udara menyebabkan tingkat kematian bayi yang lebih tinggi pada bulan pertama dan tahun pertama bayi.

Itu menunjukkan bahwa paparan di dalam rahim dan lingkungan menjadi masalah.

Baca juga: Paparan Asap Rokok Sebabkan Kulit Sensitif pada Bayi

Selain itu, konsentrasi timbal yang lebih tinggi meningkatkan kematian akibat berat badan lahir rendah, kematian bayi yang tiba-tiba tidak dapat dijelaskan, dan penyebab pernapasan dan sistem saraf.

"Perhitungan kasar menunjukkan bahwa penurunan emisi timbal yang tidak terdeteksi mencegah 34 hingga 59 kematian bayi per tahun, menghasilkan manfaat sebesar 380 juta dollar AS hingga 670 juta dollar AS per tahun," kata Edson Severnini, profesor ekonomi di Boston College, yang ikut menulis studi tersebut.

Di Amerika Serikat, perusahaan industri dan industri penerbangan menghasilkan ratusan ribu kilogram timbal ke udara.

Perkiraan baru dari studi ini pun dapat menjadi dasar dalam mengurangi emisi timbal di udara serta pembersihan tanah.

Studi dipublikasikan di National Bureau of Economic Research Working Paper.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Mengapa Daur Ulang Barang Elektronik Penting Dilakukan?

Mengapa Daur Ulang Barang Elektronik Penting Dilakukan?

Pemerintah
Jagat Satwa Nusantara TMII Hadirkan Wajah Baru Dunia Air Tawar dan Serangga

Jagat Satwa Nusantara TMII Hadirkan Wajah Baru Dunia Air Tawar dan Serangga

Swasta
Krisis, Vegetasi Hutan DAS Turun Drastis akibat Pembangunan

Krisis, Vegetasi Hutan DAS Turun Drastis akibat Pembangunan

Pemerintah
Lestari Forum 2025: 77,5 Persen Masyarakat Terapkan ESG, tapi Cuma 18 Persen Paham Konsepnya

Lestari Forum 2025: 77,5 Persen Masyarakat Terapkan ESG, tapi Cuma 18 Persen Paham Konsepnya

Swasta
Yummy Bites Gandeng Baznas Bazis Salurkan MPASI, Wali Kota Jakpus Beri Apresiasi

Yummy Bites Gandeng Baznas Bazis Salurkan MPASI, Wali Kota Jakpus Beri Apresiasi

Swasta
KLH Ancam Pidanakan Pengelola Properti yang Picu Kerusakan Lingkungan

KLH Ancam Pidanakan Pengelola Properti yang Picu Kerusakan Lingkungan

Pemerintah
Tingkat Konsentrasi Timbal di Udara Berdampak pada Kematian Bayi

Tingkat Konsentrasi Timbal di Udara Berdampak pada Kematian Bayi

LSM/Figur
Perubahan Iklim Bisa Jadi Sumber Masalah Pencernaan, Kok Bisa?

Perubahan Iklim Bisa Jadi Sumber Masalah Pencernaan, Kok Bisa?

LSM/Figur
Hari Air Sedunia: Tujuan, Sejarah, dan Temanya

Hari Air Sedunia: Tujuan, Sejarah, dan Temanya

Pemerintah
KLH: Hary Tanoesoedibjo Minta Penundaan Pemeriksaan Terkait KEK Lido

KLH: Hary Tanoesoedibjo Minta Penundaan Pemeriksaan Terkait KEK Lido

Pemerintah
Sampit hingga Sintang Masuk 10 Besar Kota Berpolusi Rendah Se-Asia Tenggara

Sampit hingga Sintang Masuk 10 Besar Kota Berpolusi Rendah Se-Asia Tenggara

LSM/Figur
Ahli BRIN: Laut Makin Tercemar karena Aktivitas Manusia dan Krisis Iklim

Ahli BRIN: Laut Makin Tercemar karena Aktivitas Manusia dan Krisis Iklim

Pemerintah
PLN IP Jual Sertifikat Pengurangan Emisi 39.265 Ton Lewat Bursa Karbon

PLN IP Jual Sertifikat Pengurangan Emisi 39.265 Ton Lewat Bursa Karbon

BUMN
Masih Ada Stereotip, Olahraga Indonesia Diharap Ramah Perempuan

Masih Ada Stereotip, Olahraga Indonesia Diharap Ramah Perempuan

LSM/Figur
Morowali Jadi Langganan Banjir, Walhi Serukan Moratorium Tambang Nikel

Morowali Jadi Langganan Banjir, Walhi Serukan Moratorium Tambang Nikel

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau