Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. A’an Johan Wahyudi
Peneliti

Profesor Riset Biogeokimia Laut, Badan Riset dan Inovasi Nasional; Sekretaris Jenderal Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI)

Saat Ambisi Energi Hijau Bertabrakan dengan Konservasi Biru di Raja Ampat

Kompas.com - 10/06/2025, 13:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HARI Laut Sedunia telah lewat beberapa hari lalu. Saat ini, dunia tengah menggarisbawahi peran krusial laut dalam menopang kehidupan di Bumi.

Indonesia dengan 70 persen wilayah laut serta 108.000 garis pantai sudah selayaknya ikut serta meninggikan peran laut untuk kepentingan nasional.

Hanya saja, kabar terakhir dari Raja Ampat justru mengetengahkan paradoks memilukan. Raja Ampat yang sering disebut “Amazon Laut” kini terancam oleh ekspansi tambang nikel dan potensi pembangunan smelter.

Tambang nikel yang digadang-gadang untuk pendukung utama transformasi pada energi hijau, justru menjadi paradoks yang mempertaruhkan infrastruktur biru alami yang menyediakan jasa ekosistem berskala global.

Raja Ampat: Bukan sekadar keindahan

Perairan Raja Ampat merupakan salah satu wilayah di dunia yang kaya akan keanekaragaman hayati.

Catatan The Nature Conservation menunjukkan bahwa sebanyak 574 spesies karang (75 persen dari semua spesies karang yang diketahui) berada di Raja Ampat, jumlah yang luar biasa.

Baca juga: Narasi Hijau Palsu: Dampak Nyata Tambang Nikel di Balik Mobil Listrik

Selain itu, terdapat 1427 spesies ikan karang di wilayah ini, termasuk spesies endemik yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia.

Raja Ampat Geopark juga menyebutkan bahwa wilayah ini memiliki ekosistem mangrove dan lamun yang kompleks.

Merujuk pada kompleksitasnya, kawasan Raja Ampat adalah mesin biogeokimia laut yang aktif. Kawasan ini dapat menyerap emisi karbon, menstabilkan sedimen, mengatur iklim mikro, dan sekaligus habitat berbagai flora dan fauna.

Fungsi ini bukan hanya berdampak ekologis, tetapi juga berdampak pada ekonomi dan iklim global.

Berbeda dengan infrastruktur buatan yang menua, sistem alami seperti ini justru semakin bernilai dari waktu ke waktu, karena perannya dalam menyimpan karbon, meredam perubahan iklim ekstrem, dan menjaga ketahanan pangan melalui perikanan berkelanjutan.

Analisis citra satelit dan data kualitas air terbaru menunjukkan peningkatan kekeruhan dan aliran sedimen di sekitar pulau-pulau target tambang seperti Gag, Kawe, dan Manuran.

Perubahan ini merupakan sinyal awal dari stres dataran terumbu akibat limpasan dari daratan. Perubahan kondisi lingkungan laut ini dapat mengarah pada dampak signifikan.

Berdasarkan catatan Rogers (1990) dan Risk & Edinger (2011), hanya dengan kenaikan 10 persen material tersuspensi, tingkat rekrutmen karang bisa turun hingga 40 persen—membawa dampak jangka panjang terhadap kelangsungan ekosistem terumbu.

Deposisi sedimentasi yang diperkaya transparent exopolymer/TEP (sekitar 14 mg/cm peregi sedimen dan 3,8 µg/cm persegi TEP) menyebabkan angka kematian dini pada karang mencapai 33 persen. Sementara pada konsentrasi tiga kali lipat (sedimen naik 50 n TEP naik 3 kali), kematian meningkat menjadi >80 persen (Fabricius, dkk., 2003).

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Greenpeace: Tak Boleh Ada Pengecualian, Semua Izin Tambang Raja Ampat Harus Dicabut
Greenpeace: Tak Boleh Ada Pengecualian, Semua Izin Tambang Raja Ampat Harus Dicabut
LSM/Figur
Harimau Mangsa Ternak di Aceh Tenggara, Tim Gabungan Intensifkan Patroli
Harimau Mangsa Ternak di Aceh Tenggara, Tim Gabungan Intensifkan Patroli
Pemerintah
Gagasan Tambang Laut Dalam Muncul, PBB Ingatkan Perlunya Aturan
Gagasan Tambang Laut Dalam Muncul, PBB Ingatkan Perlunya Aturan
Pemerintah
Bahlil Berambisi Hilirisasi Hijau, Saran Moratorium Izin Tambang Nikel Boleh
Bahlil Berambisi Hilirisasi Hijau, Saran Moratorium Izin Tambang Nikel Boleh
Pemerintah
Ikan Kecil Jadi Solusi Pangan di Dunia yang Makin Memanas
Ikan Kecil Jadi Solusi Pangan di Dunia yang Makin Memanas
Pemerintah
Revisi UU Kehutanan: Perubahannya Harus Fundamental, Lebih Inklusif
Revisi UU Kehutanan: Perubahannya Harus Fundamental, Lebih Inklusif
LSM/Figur
Peneliti Ungkap Peran Pemimpin Lokal dalam Membangun Ketahanan Perubahan Iklim
Peneliti Ungkap Peran Pemimpin Lokal dalam Membangun Ketahanan Perubahan Iklim
Pemerintah
Perubahan Iklim Perparah Sebaran Bakteri Resistan Antibiotik di Tanah
Perubahan Iklim Perparah Sebaran Bakteri Resistan Antibiotik di Tanah
Pemerintah
Lalu Lintas Laut Meningkat Seiring Hilangnya Es, Ancam Iklim Global
Lalu Lintas Laut Meningkat Seiring Hilangnya Es, Ancam Iklim Global
LSM/Figur
PT Gag Nikel: Kami Sudah Coba Berkelanjutan agar Tak Rusak Raja Ampat
PT Gag Nikel: Kami Sudah Coba Berkelanjutan agar Tak Rusak Raja Ampat
Swasta
Saat Ambisi Energi Hijau Bertabrakan dengan Konservasi Biru di Raja Ampat
Saat Ambisi Energi Hijau Bertabrakan dengan Konservasi Biru di Raja Ampat
Pemerintah
Tambang Nikel Raja Ampat: Pemerintah Harus Tegas soal Aturan Penambangan
Tambang Nikel Raja Ampat: Pemerintah Harus Tegas soal Aturan Penambangan
Pemerintah
Palem Raja Ampat Sudah Critically Endangered, Kini Tambang Datang Menghantam
Palem Raja Ampat Sudah Critically Endangered, Kini Tambang Datang Menghantam
LSM/Figur
Tambang Nikel Raja Ampat: Di Pulau Kecil, Kerusakannya Bisa Lebih Besar
Tambang Nikel Raja Ampat: Di Pulau Kecil, Kerusakannya Bisa Lebih Besar
Pemerintah
Tambang Nikel Raja Ampat: Pemulihan Jadi Fokus, Perusahaan Harus Terlibat
Tambang Nikel Raja Ampat: Pemulihan Jadi Fokus, Perusahaan Harus Terlibat
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau