Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tambang Nikel Raja Ampat: Di Pulau Kecil, Kerusakannya Bisa Lebih Besar

Kompas.com - 10/06/2025, 11:03 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI), Mahawan Karuniasa, mengungkapkan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya dapat memicu kerusakan hutan dan ekosistem laut.

Dia menjelaskan bahwa pulau kecil seperti Raja Ampat merupakan ekosistem yang sensitif. Aktivitas penambangan nikel yang harus membuka lahan, berpotensi menimbulkan dampak lebih besar dibandingkan di pulau besar lainnya.

"Lahan yang di atas pemukaan tanah, ekosistem hutan yang ada di situ pastinya dibuka. Kalau saya lihat di petanya di Google antara 5-10 kilometer persegi lahan yang sudah terlihat coklat. Dampaknya ekosistem hutan hilang, sesuai (lahan) yang dibuka," ujar Mahawan saat dihubungi, Senin (9/6/2025).

Hilangnya hutan di pulau kecil, lanjut dia, berpotensi mengancam keberadaan keanekaagaman hayati termasuk hewan dan tumbuhan endemik. Hewan yang tak lagi memiliki rumah akan mencari pulau baru untuk ditinggali, atau bahkan mati.

Baca juga: Tambang Nikel Tak Sentuh Wisata, tetapi Bisa Rusak Seluruh Ekosistem Raja Ampat

"Kalau di situ ada tumbuhan-tumbuhan yang spesifik maka dia juga bisa terancam hilang dari pulau itu karena pulaunya kecil," imbuh dia.

Mahawan mengatakan, pembukaan lahan juga berkaitan dengan pencemaran air. Saat hujan turun, air akan langsung jatuh ke permukaan lalu menyebabkan erosi dan sedimentasi atau pengendapan logam berat di dalam air.

Menurut dia, limbah logam berat dari penambangan nikel yang bersifat asam akan berpengaruh terhadap ekosistem pesisir Raja Ampat.

"Kalau logam berat itu mengalir, kalau ada sungainya atau langsung ke pantai bisa mengacam terumbu karang, bisa terjadi pemutihan terumbu karang. Karena logam berat nikel itu sifatnya meningkatkan keasaman air laut," jelas Mahawan.

"Jadi ya, tidak boleh gitu ya, tidak boleh ada sedimentasi logam berat baik karena erosi maupun karena proses perambahan," tambah dia.

Baca juga: Masyarakat Tolak Tutup Tambang Nikel Raja Ampat, Ahli Beri Komentar

Karenanya, perusahaan harus memiliki kolam limbah untuk mencegah sedimentasi dari kegiatan tambang. Hal ini penting agar logam berat tersebut tidak mencemari laut dan pesisir terutama di wilayah kepulauan yang ekosistemnya sangat sensitif.

Selain itu, diperlukan pengolahan sesuai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) agar limbah tak mencemari tanah maupun air sekitar.

Namun, insiden kebocoran kolam limbah di PT Anugerah Surya Pratama (ASP) menunjukkan kelemahan dalam sistem pengelolaan limbah oleh perusahaan. Kebocoran tersebut memperlihatkan adanya bagian struktur kolam tidak tertutup dengan maksimal sehingga limbah mengalir ke area yang lebih rendah dan akhirnya melimpas ke laut.

"Kolam limbah tambang itu baik ukuran maupun kualitasnya harus terjaga. Ukuran dalam arti kalau ada hujan jangan sampai yang erosi mengalir ke pantai tapi masuk ke wilayah itu. Sedimentasi logam berat itu juga masuk ke kolam, tidak kemana-mana jadi tidak boleh bocor kualitasnya harus cukup," papar Mahawan.

KLH Dalami Kerusakan Lingkungan

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tengah mendalami kerusakan lingkungan yang disebabkan empat perusahaan nikel di Raja Ampat yakni PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag, PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran, PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) di Pulau Kawei, serta PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele.

Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, menyebut pihaknya telah menyegel perusahaan tambang tersebut.

Baca juga: Tambang Nikel Raja Ampat, Peneliti BRIN Ungkap Dampak Jangka Pendek dan Panjangnya

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
LSM/Figur
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Pemerintah
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Pemerintah
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
LSM/Figur
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Pemerintah
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Pemerintah
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Pemerintah
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
LSM/Figur
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pemerintah
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Swasta
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Pemerintah
Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak
Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak
Pemerintah
BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2
BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2
BUMN
Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?
Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?
Pemerintah
Emisi Kapal Turun jika Temukan Jalur Pelayaran Baru yang Efisien
Emisi Kapal Turun jika Temukan Jalur Pelayaran Baru yang Efisien
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau