JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI), Mahawan Karuniasa, mengungkapkan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya dapat memicu kerusakan hutan dan ekosistem laut.
Dia menjelaskan bahwa pulau kecil seperti Raja Ampat merupakan ekosistem yang sensitif. Aktivitas penambangan nikel yang harus membuka lahan, berpotensi menimbulkan dampak lebih besar dibandingkan di pulau besar lainnya.
"Lahan yang di atas pemukaan tanah, ekosistem hutan yang ada di situ pastinya dibuka. Kalau saya lihat di petanya di Google antara 5-10 kilometer persegi lahan yang sudah terlihat coklat. Dampaknya ekosistem hutan hilang, sesuai (lahan) yang dibuka," ujar Mahawan saat dihubungi, Senin (9/6/2025).
Hilangnya hutan di pulau kecil, lanjut dia, berpotensi mengancam keberadaan keanekaagaman hayati termasuk hewan dan tumbuhan endemik. Hewan yang tak lagi memiliki rumah akan mencari pulau baru untuk ditinggali, atau bahkan mati.
Baca juga: Tambang Nikel Tak Sentuh Wisata, tetapi Bisa Rusak Seluruh Ekosistem Raja Ampat
"Kalau di situ ada tumbuhan-tumbuhan yang spesifik maka dia juga bisa terancam hilang dari pulau itu karena pulaunya kecil," imbuh dia.
Mahawan mengatakan, pembukaan lahan juga berkaitan dengan pencemaran air. Saat hujan turun, air akan langsung jatuh ke permukaan lalu menyebabkan erosi dan sedimentasi atau pengendapan logam berat di dalam air.
Menurut dia, limbah logam berat dari penambangan nikel yang bersifat asam akan berpengaruh terhadap ekosistem pesisir Raja Ampat.
"Kalau logam berat itu mengalir, kalau ada sungainya atau langsung ke pantai bisa mengacam terumbu karang, bisa terjadi pemutihan terumbu karang. Karena logam berat nikel itu sifatnya meningkatkan keasaman air laut," jelas Mahawan.
"Jadi ya, tidak boleh gitu ya, tidak boleh ada sedimentasi logam berat baik karena erosi maupun karena proses perambahan," tambah dia.
Baca juga: Masyarakat Tolak Tutup Tambang Nikel Raja Ampat, Ahli Beri Komentar
Karenanya, perusahaan harus memiliki kolam limbah untuk mencegah sedimentasi dari kegiatan tambang. Hal ini penting agar logam berat tersebut tidak mencemari laut dan pesisir terutama di wilayah kepulauan yang ekosistemnya sangat sensitif.
Selain itu, diperlukan pengolahan sesuai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) agar limbah tak mencemari tanah maupun air sekitar.
Namun, insiden kebocoran kolam limbah di PT Anugerah Surya Pratama (ASP) menunjukkan kelemahan dalam sistem pengelolaan limbah oleh perusahaan. Kebocoran tersebut memperlihatkan adanya bagian struktur kolam tidak tertutup dengan maksimal sehingga limbah mengalir ke area yang lebih rendah dan akhirnya melimpas ke laut.
"Kolam limbah tambang itu baik ukuran maupun kualitasnya harus terjaga. Ukuran dalam arti kalau ada hujan jangan sampai yang erosi mengalir ke pantai tapi masuk ke wilayah itu. Sedimentasi logam berat itu juga masuk ke kolam, tidak kemana-mana jadi tidak boleh bocor kualitasnya harus cukup," papar Mahawan.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tengah mendalami kerusakan lingkungan yang disebabkan empat perusahaan nikel di Raja Ampat yakni PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag, PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran, PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) di Pulau Kawei, serta PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele.
Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, menyebut pihaknya telah menyegel perusahaan tambang tersebut.
Baca juga: Tambang Nikel Raja Ampat, Peneliti BRIN Ungkap Dampak Jangka Pendek dan Panjangnya
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya