Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Palem Raja Ampat Sudah Critically Endangered, Kini Tambang Datang Menghantam

Kompas.com, 10 Juni 2025, 12:05 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Bukan cuma punya keindahan laut kelas dunia, Raja Ampat juga menyimpan keunikan di darat dengan tumbuhan endemik yang langka dan megah bernama Palem Raja Ampat atau dalam bahasa ilmiahnya di kenal dengan Wallaceodoxa raja-ampat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Charlie D. Heatubun dari Universitas Papua, Scott Zona dari Universitas North Carolina, dan William J. Baker dari Royal Botanic Gardens, Kew pada papernya yang berjudul Three new genera of arecoid palm (Arecaceae) from eastern Malesia pada tahun 2014 dan terbit di Kew Bulletin, palem ini hanya ditemukan di dua lokasi di Kepulauan Raja Ampat, yaitu Pulau Gag dan Pulau Waigeo.

Dalam paper tersebut dituliskan bahwa Palem Raja Ampat memiliki habitat tumbuh di hutan dataran rendah berbatu kapur, bahkan di tanah ekstrem hasil pelapukan batuan ultramafik. Namun, karena habitatnya yang terbatas dan tekanan dari aktivitas manusia, palem ini kini masuk dalam kategori Sangat Terancam Punah (Critically Endangered) menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Baca juga: Terbukti, Ada Kolam Limbah Tambang Nikel Raja Ampat Jebol dan Cemari Laut

Ciri-Ciri Unik Palem Raja Ampat Ampat

Palem Raja Ampat adalah palem soliter bertajuk tunggal yang bisa tumbuh setinggi 30–40 meter, dengan diameter batang antara 15–20 cm (bahkan bisa mencapai 30 cm).

Di bagian mahkotanya terdapat 11 hingga 19 helai daun, dengan panjang 2,8–4,1 meter. Daunnya melengkung, dengan anak daun sempit berbentuk lanset linear, menggantung dalam satu bidang, dan ujungnya terlihat seperti digigit (praemorse).

Bagian pelepah, tangkai daun, dan tulang daunnya dipenuhi rambut tebal putih seperti wol, bercampur dengan rambut besar berwarna cokelat-hitam yang melintir. Perbungaannya berwarna putih, bercabang hingga tiga tingkat, dengan rachillae tebal dan padat.

Manfaat Palem Raja Ampat

Meski langka, berdasarkan hasil penelitian Charlie & William, Palem Raja Ampat punya beberapa kegunaan penting bagi lingkungan dan masyarakat. Buahnya menjadi pakan alami burung Cendrawasih merah (Paradisaea rubra) dan burung paruh bengkok Papua, dua spesies khas Papua yang juga terancam.

Selain itu, jika populasinya cukup banyak, batangnya bisa dimanfaatkan sebagai bahan lantai bangunan yang kokoh. Bahkan, buahnya juga biasa dikunyah sebagai pengganti pinang oleh masyarakat setempat.

Habitat Terbatas, Ancaman Nyata

Namun sayangnya, menurut hasil penelitian Charlie dan tim, populasi Palem Raja Ampat sangat terbatas. Hingga kini hanya diketahui ada dua subpopulasi:

Satu di pulau Gag, tetapi dengan sekitar 75 persen wilayah habitatnya sudah masuk konsesi pertambangan nikel, dan sisanya diubah menjadi perkebunan kelapa serta kebun campuran tradisional. Hutan hujan yang tersisa hanya berupa fragmen kecil.

Di pulau Gag ini, dalam papernya Charilie dan tim mencatat, pada tahun 2006, terdapat 45 pohon dewasa, 32 remaja, dan 129 semaian. Namun, pada 2011, jumlahnya turun drastis hingga 38 persen hanya menyisakan 28 pohon dewasa, tanpa remaja atau semaian, akibat pembukaan lahan.

Baca juga: Masyarakat Tolak Tutup Tambang Nikel Raja Ampat, Ahli Beri Komentar

Selanjutnya, lokasi kedua ada di pulau Waigeo. Populasi Palem Raja Ampat ini ditemukan di tengah kota Waisai, yang kini berkembang pesat. Semua lokasi tempat pohon ini tumbuh masuk ke kawasan kota dan akan menjadi pusat kota Waisai. Spesimen herbarium dari lokasi ini bahkan dikumpulkan dari kompleks kantor pemerintah dan balai kota, dekat Gedung Pari Convention Centre.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau