JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah riset tentang otak menunjukkan bahwa fondasi penting dalam kehidupan manusia bukan lagi berada di usia sekolah dasar.
Periode awal individu yakni di umur 1-5 tahun justru menjadi fase vital dalam tumbuh kembang manusia.
Untuk itu, ekosistem pendidikan anak usia dini yang ideal harus diupayakan seoptimal mungkin dan didukung oleh semua pihak.
Baca juga: Seskab Teddy: Sekolah Rakyat Bertujuan Berikan Pendidikan Bermutu
Ketua Early Childhood Education and Development (ECED) Indonesia sekaligus Rektor Universitas YARSI, Fasli Jalal menjelaskan dalam studi selama 30 tahun terakhir, perkembangan otak manusia dapat dipetakan secara jelas.
Dari studi tersebut terlihat bahwa tumbuh kembang manusia ditentukan oleh kesiapan otak yang dibangun sejak dalam kandungan, tepatnya pada minggu keempat kehamilan sang ibu.
“Ketika proses itu, kecepatan pembentukan sel saraf mencapai 250.000 sel per detik. Kalau ada gangguan pada ibu atau lingkungannya, jumlahnya tinggal 70-80 persen saja. Kalau (perkembangan otak) ini kuat, didukung gizi dan ekosistem yang baik, anak yang lahir memiliki 100 miliar sel otak. Ini potensi luar biasa,” papar Fasli dalam keterangan resmi, Sabtu (28/6/2025).
Menurut Fasli, proses perkembangan otak yang optimal berlangsung pada 1.000 hari pertama setelah dilahirkan.
Namun tumbuh kembang anak secara utuh juga ditentukan berbagai dukungan, antara lain asupan gizi, dukungan kesehatan, pola pengasuhan, pendidikan, hingga perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan.
Di masa tumbuh kembang ini, kebutuhan anak harus dipenuhi secara holistik. Namun yang tak kalah penting, bukan hanya dipenuhi nutrisi dan gizinya untuk mendukung kebutuhan fisik, seorang anak usia dini juga mesti diberi stimulasi dan interaksi yang memacu tumbuh kembang aspek motorik, kognitif, bahasa, dan sosio-emosionalnya.
Baca juga: Wujudkan Pendidikan Dasar Gratis, Apa yang Dilakukan Pemerintah?
PAUD Tak Harus Mahal
Sementara itu, Fitriana Herarti, ECED Ecosystem Development Lead Tanoto Foundation, menekankan, pemenuhan hak anak, terutama dalam pendidikan, merupakan tugas semua pihak, dari orang tua, masyarakat, pemerintah, dan mitra pembangunan, seperti lembaga filantropi Tanoto Foundation.
“Dengan panduan jelas dari pemerintah, kita harus memastikan semua pihak berkomitmen dalam tumbuh kembang anak usia dini. Seperti pepatah dari Afrika Selatan, butuh satu kampung untuk membesarkan satu orang anak,” ujarnya.
Untuk itu, ia mendorong setiap keluarga berperan aktif dalam memberikan stimulasi dan pendidikan bagi anak usia dini. Ia berharap tak ada orang tua memberikan pola asuh yang keliru atas nama cinta pada anaknya.
Baca juga: Tanoto-Gates Kerja Sama untuk Kesehatan dan Pendidikan di Asia
Sebagai contoh, orang tua terus memberi bubur pada anak usia satu tahun. Padahal anak sudah bisa mengonsumsi makanan lainnya seperti nasi untuk melatih lidah dan rahangnya.
Ada pula orang tua yang tak mengajak anaknya bicara karena dianggap si bocah masih terlalu kecil untuk berbincang. Padahal sejak usia satu tahun seorang bayi sudah mulai menyerap kata-kata yang ia dengar.
“Itu hal-hal dasar dan bagian dari stimulasi yang harus dipahami, sambil terus mendorong akses gizi dan kesehatan. Kita terus mengedukasi peran keluarga pada anak usia dini,” kata Fitriana.
Orang tua juga mesti mulai sadar terhadap pentingnya PAUD. Apalagi saat ini PAUD telah masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai program Wajib Belajar 13 tahun.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya